Morning

17 3 0
                                    

Menghilang wujudnya semalaman namun berkeliaran dengan wajah segar pada pagi hari, siapa lagi kalau bukan Aghamora? Meninjau kondisi dan menuruti kesepakatan yang dibuat dalam dua puluh detik, gadis itu seharusnya menghabiskan malam bersama Sorin. Tapi entah bagaimana caranya ia bisa keluar dengan wajah bantal dari kamar Nathan. Sempat membuat geger satu grup famili tapi tetap gadis itu seolah tidak memiliki wajah berdosa.

Semalam—seperti yang sudah diduga—seseorang mampir dengan membanting pintu kamar Aghamora. Beruntung engselnya tidak mengalami kerusakan meski suara dobrakannya seperti ledakan yang terdengar hingga ujung desa. Semua insan di rumah itu dapat mendengarnya. Bagaimana geraman marah Noah menyerukan satu nama, suara lembut namun devil Elysa dengan saran-saran menyesatkannya, serta helaan nafas geram Mitena yang hanya bisa memperhatikan dari sudut kamar. Bisa dipastikan Aghamora sudah lebih dari babak belur jika sedikit saja ia telat meninggalkan ruangan itu.

Tiga setan tanpa tanduk itu sempat menggedor-gedor pintu kamar Nathan setelah tak menemukan atensi sang buronan di tempatnya. Namun beruntung sebab Nathan sempat mengunci pintu sebelum mengungsi ke kamar si kembar Tristan dan Zayan. Sejak mendapat kabar dari grup chat, ia langsung sadar posisinya malam itu sangat tidak diuntungkan. Jadi didorong oleh insting yang kuat bahwa kondisinya sedang berbahaya, Nathan rela meninggalkan persemayamannya dan mencari perlindungan dalam dekapan si kakak kembar.

Di sisi lain, Aghamora berusaha meleburkan rasa takut dalam dekapan Sorin. Pemuda itu benar-benar serius untuk melindungi adiknya. Bukan sekedar melingkarkan lengan, tapi seolah mempertahankan agar adiknya tidak direbut siapapun. Sengaja mereka mengirim Aghamora ke kamar Sorin sebab seharusnya ruangan itulah yang paling aman meski diduga targetnya hanya kamar Aghamora dan Nathan. Bukan berarti duo kembar tidak mendapat kepercayaan orangtua mereka—salah satunya memang tidak—tapi mereka menganggap kamar Sorin adalah yang paling aman dari yang teraman.

Diluar script namun atas dasar keberanian, Biru membuka batas antara dirinya dan makhluk-makhluk penuh amarah disepanjang lorong.

"Ma, tau dimana charger laptop Biru, gak?"

"Loh, biru belum tidur, sayang?"

"Belum, Biru masih ada yang perlu diberesin, tapi laptopnya kehabisan batre."

"Oh iya, lupa bilang! Tadi papa minjem charger kamu," Noah ikut menimbrung.

"Berarti sekarang charger Biru masih di ruang kerja papa?"

"Kalo papa gak lupa naro pasti masih ada disitu."

"Kok bisa sih papa pinjem casan kak Biru?" Elysa ikut bertanya.

"Iya, maaf! Papa lupa bawa pulang charger laptop," Noah menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Dasar pelupa!" Mitena geleng-geleng kepala.

"Boleh Biru ambil balik charger nya?"

"Boleh, sebentar papa ambilin!"

Terimakasih pada aksi nekat Biru telah berhasil menghentikan penggebrakan malam itu dengan Noah yang turun untuk mengambil charger dari ruang kerjanya.

Soal Aghamora yang muncul bersama wajah bantal dari kamar Nathan, tadinya gadis itu hanya akan meminta maaf karena sudah melibatkan sang kakak. Siapa tahu Nathan sebenarnya sudah terlelap, namun harus terganggu oleh keributan yang mengikutsertakan dirinya ke dalam list. Tapi ternyata, ketika situasi sudah kondusif dan Aghamora mengetuk papan kayu itu lembut, justru pintu dibelakangnya lah yang terbuka. Rupanya, Nathan juga memang belum memasuki dunia mimpi. Alhasil, dua anak manusia itu menghabiskan waktu hingga larut dengan bermain game online.

Paginya, dua kakak beradik itu bergegas mencari perlindungan ke kamar si kakak sulung. Bukan tanpa alasan, tapi memang sedang diadakan kumpul darurat di kamar paling luas itu. Topik mereka adalah ketidakhadiran Aghamora dan Nathan yang sangat mendadak. Terakhir mereka yakin dua bocah itu berbaring bersebelahan dengan Sorin dan Zayan. Tapi begitu kembali dari alam mimpi, tak satupun dari mereka terlihat batang hidungnya.

House Of EightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang