"Bang, lu ngerasa laper gak?"
"Ya laper lah! Orang mana yang gak rasa laper?"
"Bikin makan lah yok!"
"Makan apa? Kayak lo mau masak aja!"
"Lagian mau masak apa? Kayak punya bahan makanan aja!"
"Terus lo maunya makan apa?"
"Makanan traktiran"
"Yeu...ngomong kek dari awal pengen ditraktir!"
"Nah itu tau"
"Emang makanan instan di lemari gak ada?"
"Gatau, buat apa juga ngecek? Gue gak punya hak dari lemari dapur"
"Kalo sekarang kita cek gimana?"
"Tapi ntar dia sadar ada yang kurang"
"Santai aja! Kayaknya sih, gaada bau-bau dia bakal ke dapur dalam waktu dekat"
"Satu hal yang bikin gue setuju, insting lo masih lebih mending daripada logika lo"
Dikomando oleh rasa lapar, dua kakak beradik itu memberanikan diri keluar dari kamar dengan agak mengendap. Malas rasanya jika harus berhadapan dengan gadis rese super kepo yang diprediksi sedang berada di kamarnya di sisi lain lorong. Sekarang sudah hampir pukul empat dan keduanya sama sekali belum makan siang. Sedari tadi, mereka berdiam diri di kamar Nathan, berusaha mengalihkan pikiran dari rasa lapar dengan komik dan buku bacaan lainnya. Namun nihil sebab rasa lapar tidak mungkin hilang begitu saja kecuali mendapat asupan.
Sampai di dapur, Nathan mendekat kearah lemari yang menggantung di tembok bersebelahan dengan kompor. Meja dapur bagian bawah lemari itu adalah wadah sendok dan pisau. Sengaja sebab lemarinya tidak lebih tinggi dari kepala para penghuni dewasa disana. Ditambah para remaja lelaki yang memiliki tubuh lebih tinggi dari orangtua mereka menjadi alasan mengapa sudut meja dapur hanya dijadikan tempat penyimpanan alat makan.
Sementara Nathan berusaha keras supaya tak menghasilkan suara decit pintu lemari, Mora hanya berdiri di depan pintu dapur, mengawasi sekitar. Dalam rencana, jika tampak siluet atau suara langkah menuruni tangga, keduanya akan bergegas menuju halaman belakang melalui pintu dapur. Jangan tanya apa yang akan dilakukan kemudian.
"Ra, ada mi instan nih! Lo mau yang mana?"
"Ada apa aja?"
"Yang cup ada rasa kari, baso, sama ayam bawang"
"Kari, deh!"
Pernah mendengar bahwa seseorang sulit berfikir jernih dalam kondisi perut kosong? Sebenarnya bukan hanya pikiran, insting pun akan mengikuti kondisi lambung. Dalam situasi genting, insting akan lebih mudah dikendalikan oleh pikiran alias sugesti. Apapun yang dikatakan oleh hati, otak yang lebih dulu mendapat sinyal dari perut akan mengambil alih.
Salah besar jika Mora meyakini insting Nathan. Meski pada waktu biasanya pemuda itu memiliki insting yang tajam, namun rasa lapar membuatnya sulit membedakan antara nafsu dan firasat. Alhasil, ia mengatakan sesuatu yang dipimpin oleh rasa lapar itu sendiri.
Baru mengambil satu cup mi instan, terdengar sebuah suara dari arah belakangnya. Suara decit yang sangat jelas hingga membuat Mora sekalipun ikut membeku. Keduanya berbalik badan bersamaan meski tanpa ada yang memberi aba-aba. Kini tiga pasang netra itu saling beradu di udara.
"Kalian ngapain di depan lemari makanan gue?"
"Menurut lo?" jawab Aghamora malas.
"Kalian nyolong makanan gue? Gak masalah sih sebenernya! Berarti gue ada bahan aduan sore nanti!"

KAMU SEDANG MEMBACA
House Of Eight
Dla nastolatkówLo udah punya apa yang enggak mungkin gue punya, masih juga mau rebut apa yang gue punya? [Aghamora × abangs || Elysa × parents] Menyephobic dan uwuphobic dilarang datang ⛔ Harsh word bertebaran❕❗ 1 chapter = 800-1800 words