Vacation

25 3 0
                                    

Aghamora sudah bangun sejak tiga puluh menit lalu, namun belum beranjak satu inci pun dari tempat tidur. Alasannya, ia ingin menunggu matahari keluar dari persembunyian terlebih dahulu, barulah ia menyusul keluar dari zona nyamannya. Lantas, apa yang ia lakukan selama itu? Berguling-guling tidak jelas seperti cacing kebanyakan dosa? Tidak! Meski dalam nuansa berlibur, tapi kebiasaan membuka sosial media begitu bangun tetap tidak bisa dihilangkan.

Villa yang mereka pakai untuk berlibur adalah villa milik keluarga salah satu teman Hunter. Jadi tidak heran mereka bisa mendapat tempat singgah dua lantai strategis dengan teras menghadap laut dalam waktu satu malam. Bukannya tidak ada yang ingin menyewa villa itu, tapi dari sekian jajaran villa, yang satu ini dikhususkan untuk teman-temannya. Ketika liburan semester, selalu ada yang menghubunginya hendak menyewa villa. Lagipula, memang managemen perumahan villa tersebut sudah jatuh dipegang satu-satunya ahli waris keluarga mereka.

Tujuh kurang seperempat, Aghamora bergegas turun dari kasur dan menuju toilet yang terletak disamping kamarnya. Tidak mandi, sekedar mencuci muka dan gosok gigi. Pikirnya, entah sedang berlibur atau weekdays, tugasnya tetap sama, menyiapkan sarapan. Tidak tahu apakah saudara-saudaranya akan bangun sesuai jadwal hari libur mereka atau dibangunkan lebih awal oleh suara debur ombak.

Selepas dari kamar mandi, Aghamora kembali ke kamarnya untuk mengganti sweater  yang semalaman ia pakai tidur dengan kaus putih oversize yang lebih sejuk. Pasalnya, semakin naik matahari maka suhu disekitar pantai juga ikut naik. Sementara training pink pucatnya tetap dipakai sampai pada waktu mandi nanti.

Bukannya langsung menuju dapur, gadis itu justru mendekati jendela. Niatnya ingin menikmati angin pantai pagi sembari merapikan tempat tidur malah urung setelah menangkap atensi dua pemuda yang tidak asing dari arah selatan dengan dua kantung plastik berukuran sedang.

For your information, Aghamora berhasil mendapat kamar di lantai dua setelah perebutan ruangan dengan metode bermain game semalam. Gadis itu berhasil menduduki tempat kedua setelah Nathan dan bisa memilih satu dari tiga kamar ukuran single. Itu berarti, empat dari mereka harus berbagi kamar. Yang jelas keempatnya bukan Nathan, Aghamora, atau Hunter. Para pemenang akan mengincar kamar untuk ditempati sendiri terlebih dulu 'kan?

"Abang!"

Dua pemuda yang merasa dipanggil mendongak dan mendapati Aghamora menyembul dari jendela kamarnya. Mereka membalas lambaian tangan sang adik meski tidak sebar-bar makhluk diatas sana.

"Udah bangun, Ra?" – Tristan

"Belom, ini arwahnya doang" – Aghamora

"Lah udah kecabut? Bagus deh! Jangan balik lagi, ya!" – Nathan

Aghamora tersenyum kecut sembari mengumpati kakak termudanya tersebut dalam hati

"Lorang bawa apaan?" – Aghamora

"Ini? Nasi uduk, nemu di perempatan" – Tristan

"Keren, berangkat lari pagi pulang nyolong nasi" – Aghamora

"Gak nyolong juga lah, bego!" – Nathan

"Lah tadi katanya nemu? Nganggur di pinggir jalan dong! Siapa tau itu punya orang gila yang suka nginep disana" – Aghamora

"Maksud gue, kita ketemu penjual nasi uduk di perempatan sana! Lo bangun tapi nyawa masih ketinggalan di alam mimpi!" – Tristan

"Biasa lah, kebo! Enam jam baru sadar tuh!" – Nathan

"Udahlah! Nih gue beliin masing-masing satu buat kita, lo mau gak? Kalo mau, buruan siapin piring sama air minum di meja makan!" – Tristan

Bergegas Aghamora turun dari kamarnya, menanggalkan niat yang semula hendak merapikan tempat tidur. Entah dibantu siluman apa, Aghamora bisa sampai di ruang makan lebih dulu dibanding Tristan dan Nathan yang berjalan dari pintu utama. Jika dihitung akal sehat, seharusnya dua pemuda itu yang sampai lebih dulu mengingat posisi mereka yang hanya terpisah ruang tamu. Jangan heran mengapa Tristan dan Nathan langsung menganga ketika sampai di ruang makan dan mendapati Aghamkra sedang membawa tujuh piring dari arah dapur.

House Of EightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang