"Kak, nanti kita mampir ke toko souvenir dulu, ya! Aku perlu sesuatu buat tugas hari ini!"
Pernah mendengar istilah, diberi hati minta usus? Itu yang paling cocok mendeskripsikan Elysa pagi ini, ngelunjak.
Setelah merusak mood Aghamora yang membuatnya harus melewatkan sarapan, dan karenanya dibiarkan menempati bangku depan samping kemudi sebab tak selera bergaduh, kini Elysa kembali menunjukkan sisi tidak tahu dirinya dengan meminta menepi ke toko souvenir sebelum menapaki gerbang sekolah.
Sebetulnya ada satu toko yang dimaksud sepanjang perjalanan menuju sekolah. Namun kini yang dipermasalahkan adalah waktu. Tidak, mereka tidak akan terlambat hanya untuk membeli sebuah barang dan bahkan masih bisa mengantri selama sepuluh menit. Tapi mereka akan sampai bersamaan dengan bising bel diseluruh sisi sekolah.
Tidak masalah sebetulnya, toh sekolah juga masih memberi kelonggaran hingga dua puluh menit setelah bel berbunyi meski dengan syarat. Ingat pekerjaan rumah Aghamora yang disobek begitu saja dan entah dibuang kemana? Itu yang menjadi topik utama mengingat pelajaran yang dimaksud berada di urutan pertama hari ini.
Bisakah berharap agar bu Adina tidak masuk? Tentu saja tidak! Meski sudah berumur, tapi semangat yang dimiliki setiap guru matematika hampir sama. Terutama dengan cara mengajar yang ditakuti banyak siswa menjadi hiburan tersendiri bagi guru-guru itu. Jadi mana mungkin mereka melewatkan hiburannya begitu saja?
Terdapat satu konsekuensi bersama bu Adina jika tak menyerahkan tugas yang diberi. Tak peduli apakah durasi setara dengan banyaknya soal dan tingkat kesulitan, kau harus mengumpulkan tepat waktu dan isi jawaban mesti 80% benar. Konsekuensi tak tertulis dan sama sekali tanpa persetujuan para murid adalah tak diperbolehkan masuk kelas bagi mereka yang tidak menyerahkan tugas dan latihan soal private empat mata bersama bu Adina sendiri untuk mereka yang jawabannya lebih banyak salah. Sebetulnya konsekuensi itu cukup masuk akal, hanya saja menguji mental.
"Gak! Bentar lagi bel bunyi!"
"Bukan elu yang gue tanya"
"Tapi gue terlibat karena gue ada di mobil ini"
"Suruh siapa ikut kita?"
"Lo gak pernah denger kata 'ekonomis?'"
"Yaudah, kan lo yang mau jadi terima aja resikonya"
"Ada juga lo yang harusnya terima resiko kena marah guru! Udah tau ada tugas, bukannya disiapin jauh hari"
"Tokonya kelewatan ke sekolah, jadi masih bisa langsung hari h dibelinya"
"Bentar lagi bel bunyi"
"Gue gak selelet itu, kali! Kita masih bisa sampe barengan sama bel. Lagian kalo masih pagi gini, tokonya pasti masih senggang"
"Ck, terserah deh! Gue harap tokonya tutup biar lo mampus!"
Sayangnya harapan Aghamora hari ini tidak terdengar oleh tuhan. Toko itu berlabelkan "buka" di pintu kaca depannya dengan nama toko yang bersinar diatas pintu itu. Mendengus kesal, Aghamora membanting tubuhnya ke sandaran jok.
"Buruan sana beli barangnya!" perintah Sorin.
"Temenin lah, kak! Masa iya anak gadis turun sendiri?"
"Najis! Gausah ngerengek sok imut! Gue tungguin disini juga udah beruntung lo!"
Elysa menunduk sambil mempoutkan bibirnya
"Gak jadi beli barangnya?"
"Jadi!"
"Makanya buruan turun!"
Elysa mengeluarkan puppy eyes yang selama ini menjadi andalannya, tapi ia melupakan fakta bahwa kini yang menjadi lawan bicaranya adalah Sorin yang langsung mendelik, bukan Mitena ataupun Noah yang akan langsung luluh dengan tatapan yang menurut Sorin menjijikan itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/359957135-288-k758004.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
House Of Eight
Fiksi RemajaLo udah punya apa yang enggak mungkin gue punya, masih juga mau rebut apa yang gue punya? [Aghamora × abangs || Elysa × parents] Menyephobic dan uwuphobic dilarang datang ⛔ Harsh word bertebaran❕❗ 1 chapter = 800-1800 word