Nathan

27 3 0
                                    

Derit pintu terbuka membawa kebisingan baru bagi hunian luas itu. Begitu memasukinya, sunyi adalah hal pertama yang menyambut kedua pasang netra. Dikiranya mereka adalah yang pertama menginjak kaki setelah para maid kembali pulang.

"Dia itu udah dibilangin masih aja gak percaya. Dapet sendiri 'kan karmanya! Bayangin lagi banyak orang di kantin, eh tiba-tiba ada yang nyungsep."

Suara tawa menggelegar, mungkin terdengar hingga lantai dua. Mendengar lengkingan beratnya, kalian tidak akan terfikir kalau suara itu berasal dari seorang gadis. Menurut survey, memang banyak orang mengaku terkejut dengan cara tertawa gadis itu. Tampak luar ia cukup anggun dan cantik (pastinya), tapi begitu mendengar tawa lepasnya mereka mengira bahwa itu adalah suara seorang pemuda. Tak jauh berbeda dengan dengung bersinnya (jika pernah mendengar).

"Udah dikasih selamet belom? Kapan lagi jadi miss Indonesia yekan?"

"Belom sempet, sih! Kita langsung ninggalin dia, nahan ngakak tuh susah cuy!"

Dari arah dapur, datang berlarian kecil seorang gadis lain dengan rok pendek rumahan diatas lutut dan kaus tanpa lengan menghampiri. Tanpa mengamati situasi, gadis itu langsung menghambur memeluk Nathan yang tak sempat menghindar. Dalam hati merutuki diri yang terlalu sibuk bergibah sehingga kurang waspada dengan sekitar.

Matanya mengerling, meminta bantuan pada sang adik yang hanya bisa mengangkat bahu. Gadis yang mendekapnya tidak akan semudah itu dilepaskan. Karma ngomongin aib orang kali, makanya ketempelan lintah!

"Kakak kemana aja? Kok lama pulangnya! Lisa sendirian tau di rumah!"

Nathan berusaha melepas tangan yang melingkar di pinggangnya. Enam bersaudara itu memang memiliki perspektif yang sama terhadap Elysa, menjijikan. Berbeda jika Aghamora yang melakukannya. Kembali diingatkan kalau bukan keinginan mereka untuk memilih kasih.

Soal kepulangan mereka yang telat, memang keduanya baru sampai 45 menit setelah bel. Sebetulnya jawaban sudah di depan mata. Elysa tentu dijemput oleh supir kala tak satupun dari kakak atau orangtua mereka dapat menjemput. Sementara Mora dan Nathan memiliki nasib lain untuk menyusuri trotoar dengan kaki.

Bisa saja keduanya sampai lima belas menit lebih cepat andai Aghamora tidak perlu berkutat dengan alat pel terlebih dahulu. Tidak, ia bukannya sedang menjalani hukuman melainkan tanggungjawab. Ia kedapatan jadwal piket hari itu.

Biasanya ia hanya akan mengambil pekerjaan yang mudah seperti menyapu satu kali jalan atau mengelap satu baris jendela sebab tak mau membuat sang kakak yang menjemput menunggu lama. Tapi hari ini, grup chat keluarga mengabarkan tak satupun dari mereka memiliki waktu luang. Jadi ia tak perlu berebut batang sapu atau hand wiper dan cukup menerima sepasang alat pel yang tersisa. Tak ada yang mau bolak-balik menuju toilet dan mengelap seluruh sudut kelas tentu saja. Beruntung seorang partner datang mengambil salah satu alat pel sehingga Mora tak perlu membersihkan lantai sendirian. Tapi tetap saja Nathan harus menunggu di depan kelas selama lima belas menit.

"Lo itu udah gede! Pengecut kalo masih takut tinggal sendirian di rumah!"

Itu kalimat yang terlontar begitu Nathan berhasil melepaskan tangan dari pinggangnya. Kemudian ia langsung menarik Aghamora menuju lantai dua. Dibawa sang adik ikut masuk ke kamarnya. Nathan tahu, Elysa akan menyimpan amarah untuk dilampiaskan pada satu-satunya orang yang paling ia benci di rumah itu. Jadi cukup berbahaya membiarkan Aghamora beristirahat di kamarnya sendiri.

"Dasar rese!"

Mora menyeringai mendengar keluhan sang kakak

"Seneng liat abang lu ketimpuk dosa?"

"Hiburan dikit, walaupun aslinya gue juga eneg"

Posisi Mora yang sejak masuk ke kamar Nathan langsung duduk diatas kasurnya kini berbaring dengan santai. Bahkan punggungnya sempat berbunyi ketika ia berusaha merebahkan diri. Sementara itu, si pemilik kamar masih tetap berdiri setelah mengunci pintu.

"Dasar remaja jompo!"

"Capek gue bang, udah ngepel kelas"

"Cuma ngepel bentar juga!"

"Dih komen, kayak lu pernah piket aja!"

"Sembarangan, pernah ye!"

"Pernah doang, bukan berarti sering"

"Seksi kebersihannya aja gak sadar ada nama gue di daftar piket"

"Bukan gak sadar, dia udah capek nyuruh kepala batu kek lo piket"

"Bilang aja lo iri! Wajah gue emang cakep makanya seksi kebersihan aja sampe kepincut"

"Tingkat pede lo udah gak ketampung lagi sama akal sehat"

"Emang gue cakep kok!"

"Iyain! Ntar pas seksi kebersihannya udah gak crush-in lo lagi tau rasa! Berasa dikejar dua rentenir lo!"

"Siapa yang kedua?"

"Bendahara"

Nathan berdecak kesal

"Udah gue mau ganti baju! Lo tunggu sini!"

"Terus gue gak ganti baju gitu?"

"Ambil aja kaos gue di lemari sono!"

Mora bangun dan duduk diatas tempat tidur

"Maksudnya gue juga pengen ke wc!"

"Daritadi wc nganggur lu malah ngajak debat! Tunggu aja gue beres, gak akan lama!"

"Lo kalo udah masuk wc, sampe lebaran penyu juga belum tentu selesai!"

"Salah sendiri gak dari tadi!"

"Kan lo duluan yang ngajak bacot!"

"Salah sendiri ngeladenin!"

"Kalo gak diladenin lu makin tantrum yang ada!"

"Udah ah! Gue mau ke wc aja ribet bener!"

"Gak! Gue duluan yang meet n greet sama kloset!"

Pada akhirnya, mereka berdua saling adu kekuatan untuk bisa menyentuh toilet lebih dulu.

House Of EightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang