Not Me
Aku melihat seseorang mengintipku, tapi dengan iseng aku membiarkannya dan mengintip dari bukuku yang tebal.
“Adee” panggilnya.
Aku tetap pura pura fokus pada bukuku.
“Mama suruh keluar untuk makan siang”
“Ya”
Setelah nya kupikir dia akan pergi namun dia masih berdiri disana melihat lihat koleksi bukuku jadi aku langsung pergi keruang makan, aku melihat ibu tiriku menyajikan makanan dan melihat ayah sedang membaca koran.
“Selamat siang ayah”
“Owh adek? Dimana abang mu?”
Aku melihat abang tiriku yang mengekorku dari belakang, “aku disini”
Kami duduk bersebelahan ketika makan awal nya, namun ketika abang tiriku sembuh dari penyakitnya. Dia langsung ditempat kan di samping ayah tanpa adanya usaha untuk mendekati ayah.Kami hidup dipedesaan, jadi kalau malam banyak warga yang akan duduk di pos depan rumah kami karna rumah kami pas didepan seberang kampung. Jadi kadang abang tiri dan ibu tiri ku duduk bersama mereka, aku jarang keluar kamar dan bersosialisasi jadi mereka adalah jembatanku kalau ada gosip sesuatu.
“Ayah, apa ayah akan pergi kekota lagi?” Tanya ku setelah lama duduk dihadapan ayah.
“Iyaa, adek kenapa?” Tanya ayah.
“Aku hanya ingin buku edisi tahun ini, katanya sudah…”
“Tapi kita lagi butuh uang untuk pindah kekota tahun depan” ibu tiriku memotong dan menaruh apel yang sudah dikupas didepan ayah.
“Ya benar juga, bukumu bahkan sudah banyak sekali”
Aku menatap ayah dan mengangguk, abang datang dengan berlumur lumpur diseluruh badannya dan itu membuat ibu dan ayah teralihkan kedia. Jadi aku pergi kekamar dan melanjutkan membaca buku yang sempat terputus.Aku berusia 9 tahun waktu itu dan abang ku 13 tahun, kami masih berhubungan sekarang namun sudah lebih dekat sedikit. Orang tua kandungku bercerai karna hal ekonomi dan ibu tidak menginginkan aku jadi ayah membawaku dengan terpaksa ke istri pertama nya, bukan ini adalah selingkuhan ayah tapi orang kampung mana ngerti hal hal yang aneh gitu.
Aku anak tunggal awalnya dan merasa risih ketika memiliki abang dan ibu yang sangat overthinking, jadi aku terbiasa dikamar dan mengunci diri. Kadang mereka mencoba berbicara dengan ku tapi aku hanya menanggapi mengangguk dan menggeleng, ketika aku berbicara semua menatapku aneh jadi ini adalah satu tindakan pencegahan.
Orang sini menganggapku autis dan bisu namun aku tidak bisu dan juga tidak autis ini hanya karna ibu tiriku mengatakan kalau aku tidak berbicara semenjak dia tinggal dengan ku, padahal setiap kali aku membantah dan memberi pertanyaan dia menganggapku tidak berbicara dan mengabaikanku.
“Seseorang mengatakan kalau kamu mengajaknya keluar?” Tanya ibu tiriku datang kekamar.
Aku menggeleng dan masuklah abang tiriku menarik tanganku untuk keluar namun lagi lagi aku menggeleng, tapi apa dayanya aku kecil dan aku harus ikut dengannya karna tatapan ibu tiriku yang kesal.Ini sudah 9 tahun aku tinggal bersama mereka setalah pindah dari desa ke kota, ayah yang jarang pulang dan ibu yang tidak merespon apa yang aku katakan. Abang tiriku banyak memberikan perhatian namun aku merasa dia hanya kasihan terhadapku jadi ketika pergi ke sekolah aku akan menolak dia untuk mengantarku.
Aku tidak memiliki teman, namun ada yang suka berbicara dengan ku. Karna aku diam dan suka mendengar, beberapa anak mendekatiku karna aku pintar. Tapi tidak ada yang bertahan ketika melihat aku bersama abangku pulang bareng atau dinner diluar bersama keluarga, ayahku bekerja dikantor jaksa, ibu tiriku bekerja sebagai penghibur malam walau ayah tidak tau. Dan aku bersama abang akan pergi ketika mereka brantam di tempat ramai atau pun dirumah, tidak ada yang sinkron tapi ketika kabur dari mereka kami akan bersama.
“dek, nih” memberikan makanan ringan seplastik.
Aku mengangguk dan tersenyum untuk berterima kasih, abngku mengusap kepalaku namun karna ini jajanan kesukaan ku jadi aku membiarkannya.
“Sepertinya ayah dan ibu akan lama, mau pergi jalan jalan?” Tanyanya.
Aku menggeleng, aku mual kalau terlalu banyak orang disekitarku.
“Okay” dia menggandeng ku dan memasukkan tanganku kekantongnya, suhu diluar lagi bersalju dan dingin jadi aku lagi lagi membiarkan tindakan itu berlanjut.
Selagi abangku mengoceh bagaimana kehidupan kampus nya sesekali dia membuka jajan ku dan memberikan nya kepadaku untuk kumakan, aku melihat hidung abangku yang merah.
“Pulang” ucapku.
Dia mengangkat alis nya dan tersenyum, “okaay ayo kita pulang”
