18. SAMBUNGAN.

95 8 4
                                    


Aku tidak tau apa yang ada dalam pikiran Ibuku hingga menyuruhku harus pindah malam itu juga.

Malam sudah semakin merangkak setelah selesai ku kekasih barang barangku yang memang tidak seberapa banyak itu.

Kedaiku masih banyak pengunjungnya kuperhatikan dari kaca jendela. Agil masih sibuk melayani pengunjung.

"Bu, kenapa harus malam ini pindahnya, kan bisa besok, besok dan besoknya lagi" Tanyaku ke Ibuku.

"Lebih cepat lebih baik, Nak. Ibu sama Adekmu juga harus balik kampung. Miko harus sekolah. Takutnya kamu akan dipermainkan orang orang itu" Jawab Ibuku.

"Robby lelah, Bu"

"Hanya sebentar saja sayang. Barangmu dikitnya. Semangat anakku"

"Baik Bu. Biar Robby panggilkan beca saja kalau begitu. 2 beca cukup"

"Tidak apa tiga beca biar leluasa"

"Ya Bu. Tapi kedeaiku bagaimana?"

"Panggil temanmu si Agil biar Ibu bicarakan"

Miko kusuruh memanggik bang Agil, sementara Miko menggantikannya.

Barang barangku yang sudah teronggok diperhatikan Agil. Lalu dia menatapku dan Ibuku.

"Ini.....? Bang Robby?"

"Aku mau pindah bang."

"Kedai bagaimana? "

Ibuku mempersilahkan Agil duduk.

"Ibu tidak ingin mengganggu kuliah anakku dengan berjualan, Nak. Jadi Ibu putuskan dia pindah dari sini"

"Pak Polisi tadi mau jumpa Bang Robby, Bu"

"Ahhh itu urusan nanti. Sekarang kita bicarakan masalah kedai"

"Baik, Bu. Agil siap mendengarnya"

Setelah tawar menawar alat alat yang ada, baik itu meja kursi dan lainnya, Agil memohon untuk bagi hasil sebagai nilai semuanya.

"Nak Agil dan istrinya kan Ibu perhatikan tidak ada kerjaan tetap. Jadi Robby sudah menyerahkan keduanya ke Nak Agil. Jaga dan pelihara sebagai sumber penghasilan kalian"

"Terimakasih Bu, bang Robby. Kalian baik sekali sama Agil. Tuhan memberkati Ibu sekeluarga" Ucap Agil.

"Ok bang Agil. Kami pamit ya. Mau manggil beca dulu"

"Agil yang manggil bang. Bang Robby disini aja"

*****

Pukul 23.40 kami selesai membersihkan rumah kontrakan baruku.
Lelah yang kualami tidak terasa karena bahagianya bersma Ibu dan adekku. Rasanya tidak ingin berpisah seperti yang pernah aku alami bertahun tahun.

"Kamu kenapa menangis, Nak? " Tanya Ibuku.

Aku berusaha menyembunyikan raut wajah sedihku dari hadapannya.

"Tidak Bu, Robby tidak menangis"

"Katakan nak, apa Ibu salah memaksa kau pindah"

Kupeluk Ibuku dan Miko. Tangisku semakin menjadi.

"Robby bahagia Bu. Bahagia. Ibu mengerti Robby"

Ibuku memegang ke belah pipiku dan tersenyum.

"Nak, sebulan setelah kau pergi, Ibu baru merasa arti sebuah kehilangan. Kehilangan kau anakku" Air mata mengalir dipipi Ibuku. "Anak yang Ibu lahirkan tidak tau entah dimana.  Ibu dan Ayahmu sadar itu semua. Darah daging kami yang kami.... " Ibu tidak melanjutkan kata katanya karena kepotong.

MY LIFE BAG. 2Where stories live. Discover now