23. HOTEL

136 8 2
                                    

Pukul 19.10 kami tiba ditempat Om Pierr menginap. Ku bawakan tas ransel miliknya masuk.
Om Pierr dan petugas hotel terlibat pembicaraan yang tidak aku tau karena aku sedikit menjauh dari mereka.

"By, ayo" Katanya setelah selesai berbicara.

Akupun mengikuti masuk. Segera ku rebahkan tubuhku ke kasur empuk hotel. Udara dingin dari AC BOX dinding menyegarkan tubuhku.
Om Pierr langsung menindih tubuhku dan menciumi bibirku.

Sedikit heran melihat tingkahnya yang tidak ada cape capenya untuk bercinta.

Dari pagi sudah kami lakukan tapi masih minta main malam ini. Dengan cepat dia menelanjangi tubuhku. Permainan kami berlangsung cepat karena isapan isapan mulutku di kontolnya membuatnya tidak tahan menahan nafsunya. Hingga dia menindih tubuhku dan menggeram akibat air maninya yang telah dimuntahkan kontolnya.

Saat aku ingin menuntaskan hasratku, sedang berada diatas tubuhnya tiba tiba ada yang mengetuk pintu.

Kamar mandi, tempatku menghindar setelah kuraih pakianku. Om Pierr yang meraih celana pendeknya tidak kulihat lagi karena aku buru buru masuk kamar mandi.

Pembicaraan serius dari mereka yang kudengar dari balik pintu dimana telinga yang ku tempelkan ke pintu kamar mandi, teman lawan bicaranya seperti mencium Om Pierr tapi sepertinya ditolaknya.

"Kan Om yang meminta aku untuk datang" Begitu yang kudengar.

Akupun keluar dari persembunyianku.

"Maaf, ada tamu rupanya" Kataku hendak duduk di kursi meja rias karena mereka duduk di tempat tidur.

"Siapa? " Bisik Pria disampingnya.

"Keponakan" Jawab Om Pierr.

Kukernyitkan dahiku mendengar jawaban Om Pierr. Kini aku mengerti, bukan cinta seperti yang diucapkan dari kemaren saat jumpa dan saat bercinta.

"Maaf Pak de, Robby mau keluar sebentar, agar kalian bebas bicara" Kataku.

"Tidak usah By. Disini saja" Jawab Om Pierr yang di cegah pria itu.

"Kalau mau keluar tidak apa apa bang. Aku ada sedikit urusan dengan Om Pierr" Tukasnya.

Akupun mengambil tasku yang terletak di lantai dan keluar dari kamar

Om Pierr mengejarku hingga ke parkiran.

"Maaf Om, Robby sudah memberikan yang Om inginkan dari Robby. Sekarang Om bebas dengan Pria bancimu itu. Hasrat Om akan kepuasan sebagai pria sejati akan Om dapatkan dari dia"

"Om tidak akan melakukannya"

"Terserah Om saja. Hanya satu yang ku minta dari Om, bila ingin jumpa dengan Robby, titip surat seperti biasa. Robby akan memberikan apa yang bisa Robby berikan. Sekarang Om masuk saja dan puaskan lagi hasrat Om sampai nanti malam seperti janji Om ke Robby."

"Tidak bisa. Kau harus bersma Om. Biar dia yang pergi. Om akan suruh dia keluar" Katanya.. Lalu meninggalkan ku. Kesempatan itu ku manfaatkan untuk pergi menjauh sejauh mungkin.

Aku bersembunyi dibalik sebuah warung dan mengamati ke arah  masuk hotel. 10 menit kemudian aku melihat mereka keluar. Senyum yang diberikan pria itu ke Om Pierr seperti tidak sakit hati.

Mata Om Pierr seperti mencariku hingga dia keluar ke arah jalan raya.

Setelah pria temannya sudah tidak kelihatan lagi, aku datang menemui Om Pierr.

"Hai... " Sapaku.

"Ayo masuk" Pintanya.

"Tidak usah Om, nanti saja kalau jumpa lagi. Robby mau pulang saja" Jawabku.

"Robby dia bukan siapa siapa"

"Robby tidak mempermasalahkan dia sebagai pemuas atau siapa siapanya Om. Jawaban Om tadi, bilang Robby keponakan hingga aku harus bilang Om itu Pak de. Nafsu kan Om, yang Om tunjukkan ke Robby. Bukan Cinta. Kalau Robby tidak masalah Om. Om puas Robby juga puas. Kita sama sama menikmati. Begitu yang Robby inginkan. Jadi kalau Om mau jumpa Robby bikin surat seperti biasanya, tapi jangan kecewa bila Robby tidak bisa. Dan satu lagi, Om Bayar Robby seperti om bayar dia"

"Kita bicara di kamar saja ya. Ayo. "

"Makasih Om. Maksih untuk waktu yang kita lalui. Robby pulang saja"

"Robby.. ! Jangan keras kepala kau. Om akan antar kamu nanti. "

"Robby mau belajar Om. Lain waktu kita jumpa lagi" Kataku dan balik badan.

Om Pierr mencekal tanganku.

"Ayo kalau kamu pulang Om ikut kamu"

"Silahkan" Kataku. Akhirnya Om Pierr hanya memandangku menjauh darinya.
Dari seberang jalan aku melihatnya masih berdiri di pinggir jalan hingga aku masuk angkot dan tidak melihatnya lagi.

Kecewa! Itu yang kudapatkan. Kenapa saat bersamamu masih bisa memasukkan orang ke kamarnya. Tidakkah ada satu alasan yang meyakinkan untuk menolaknya agar hanya di depan pintu saja?

****

Ancaman yang  tertera dalam suratnya setiap kali ingin jumpa denganku, tidak akan aku pikirkan lagi. Terserah dia mau mengeluarkan aku dari kampus atau apa terserah dia.

Tapi kalau dia ingin jumpa dengan ku hanya sebatas kepuasan dan bayar, akan aku ladeni. Artinya kamu suka aku mau ya ayo kita lakukan.

Untung saja apa yang akan diberikan padaku, aku tolak semua. Feeling ku benar, pemberian itu akan menjadi kerangkeng buat hidupku, hutang budi.

****

Suara keras supir angkot yang ku tumpangi menyebut nama tempatku turun. Aku dan 2 orang penumpang serentak berkata.

"Stop bang"

Aku menumpang beca agar lekas tiba di rumah. Niatku sore ini hanya ingin istirahat. Lelah rasanya melayani nafsu Om Pierr yang begitu menggebu gebu.

"Bang gang depan kanan ya" Perintah ku ke abang becanya.

Atap beca ku ketuk ketuk dengan telapak tanganku menandakan aku sudah tiba. Ku sodorkan ongkos ku tak lupa ku ucapkan Terima kasih.

"Ehhh abaaaang. Maaf bang Ronby, mengganggu" Seorang Ibu ibu menyapaaku.

"Ya Bu. Ada apa? " Sahutku.

"Uang listrik sama PAM, sudah harus dibayar. Biasanya kita kumpulkan, ada yang bayar nanti. Bang Robby mau nitip atau mau bayar sendiri? "

"Robby ikut aja, Bu" Sahutku. "Sebentar ya Bu" Kataku dan masuk untuk melihat besaran pembayaran listrik dan air di kuitansi yang tertempel di dinding.

"Ini Bu. Ini kuitansi bulan lalu dan uangnya" Kataku menyodorkannya.

"Baik bang. Nanti kuitansi bayarnya Ibu kasih"

"Terima kasih bu"sahutku.

" Bu Chairin, lagi ngapain bu"seorang wanita muda menyapanya. Aku melihat ke wajahnya.

"Ini mau ambil bulanan air dan listrik" Sahut bu Chairin yang ku ketahui namanya secara tidak langsung.

"Oh, titip salam ya"

"Sama siapa? "

Perempuan tadi melihatku yang diiukuti mata Bu Chairin. Lalu tersenyum.

"Perempuan nakal, tidak bisa lihat yang tampan" Sahutnya pelan.

"Robby masuk ya Bu" Pintaku.

"Eehh iya iya dek Robby. Ibu mau keliling dulu ambil bayaran warga" Katanya.

Di dalam rumah yang begitu luas  karena tidak ada barang barang furniture aku merasa kesepian.

Ku rebahkan tubuhku dikasur lipatku, menarik nafas dalam dalam karena lelahku. Bayangan wajah yang begitu kokoh penuh cinta sesaat itu hadir dalam anganku. Om Pierr.

Harusnya dia berterus terang bahwa tidak ada cinta dalam hubungan sejenis. Hanya nafsu. Nafsu untuk menuntaskan hasrat ke siapa saja yang kita mau i.

Aku memang mencintai Mas Mulyono, tapi dengan kejadian kejadian yang telah berlalu, aku pikir boleh kita mencintai tapi untuk menyalurkan hasrat sesaat saja.

****








MY LIFE BAG. 2Where stories live. Discover now