20. PIERR YANG SADIS

123 7 2
                                    

Malam yang sepi sepanjang kesendirianku, hanya buku buku yang menjadi temanku.

Tapi malam ini aku tidak bisa konsentrasi belajar. Pikiranku mengambang entah kemana mana.

Singgih yang ketemu tidak terduga, surat Mulyono yang mengatakan bahwa dia akan menunggu dari pagi hingga pulang kuliah akan dilakukan selama seminggu berturut turut. Huffffffss

'Apa yang aku akan lakukan ya Tuhan? " Keluhku. "Kenapa Aku harus menjadi seorang Gay? Oh, tidak. Seorang gay bukan merupakan kesalahan. Takdir? Hanya Engkaulah yang maha Tahu ya Tuhan. Sebagai seorang Gay pun, harusnya hidupku berjalan normal. Tapi mengapa setiap orang yang aku kenal tidak bisa menyingkirkan perasaannya ke aku? Bukankah banyak manusia seperti aku ini? Mengapa mereka tidak memilih 1 diantara mereka? Kenapa harus aku? "

"Pierr? "

Kaulah yang pertama mebuat ku tidak mau bertemu denganmu. Kau telah memperkosa aku. Itu sangat menyakitkan Om. Walaupun aku mau menemuimu, itu karena rasa ketakutanku terhadapmu, kau adalah seorang Polisi. Aku takut bila terjadi sesuatu terhadapku bila aku menolakmu. Aku tidak pernah mencintaimu.'

"Apa kau bilang Robby? Kau tidak mencintaiku? Hah? " Suara Om Pier menggelegar dalam ruangan itu.

Dengan penuh emosi dia menarik tanganku. Aku mengelak. Aku juga terbawa emosi. Tinjuku melayang di perutnya. Om Pierr tidak Terima.

Dengan kasar dia mendorongku ke tempat tidur. Aku terjungkal.
Dia berusaha medekapku. Dengan reflek aku menendang perutnya. Tapi karena badannya lebih besar, seperti dia tidak merasakan apa apa.

Bajuku ditarik hingga robek.

"Kau boleh kasar terhadapku Robby. Tapi kali ini kau adalah mangsaku. Jangan pernah coba coba menolakku. Om hanya mencintaimu, kenapa kau tidak buka hati untuk Om" Ucapannya terputus putus karena nafasnya terengah engah karena emosi.

Om Pier mengikat tanganku kebelakang badanku dengan sobekan bajuku.

"Diam" Teriaknya ketika aku mencoba berbicara.

Om Pierr membuka satu per satu pakaiannya.

"Oooooom... Jangan lakukan lagiiiii" Pintaku memelas. "Robby tidak mau dimasukkaaaan. Jangan perkosa Robby, Om"

"Siapa yang akan memperkosa kau, Robby.? Apa kau tak mau jumpa sama Om karena kau ketakutan? "

"Robby tidak suka kekasaran Om. Robby trauma"

Dengan lembut Pierr menciumi dada bidangku. Tetek ku di jilati. Aku mengelak ketika dia hendak menciumku.

Om Pierr membalikan badanku dengan tangan terikat, lalu mencumbui punggungung hingga pantat bulatku. Om Pierr menindih ku, kurasakan kerasnya Kontol Om Pierr di belahan pantatku.

"Jangaaaaaaaaaan Oooooom" Teriakku.

Setelah sadar bahwa aku hanya bermimpi, kulihat sekeliling ruangan di rumahku.

"Sial. Mimpi rupanya" Kataku sendiri. "Apa nanti akan melakukan seperti mimpiku? Ohhhh tidak... tidak... Sadis sekali caranya"

Langkahku menuju kamar mandi untuk mencuci mukaku agar sedikit fresh.

"Apa aku tidak usah menemuinua, ya? " Dalam hati aku bertanya setelah membasuh wajahku.

Sambil membuatkan segelas kopi, wajah Om Pierr yang hadir dalam mimpiku semakin mengganggu pikiranku.

"Sadiiiissss" Kataku sendiri. "Kalau ini kenyataan, apa yang akan aku lakukan? "

Terbayang wajah dan perlakuan lembut Mulyono dan Singgih. Tanpa sadar aku menyebut nama Mulyono.

MY LIFE BAG. 2Where stories live. Discover now