42.

105 6 2
                                    

Gio mengejarku hingga ke jalan komplek perumahan yang di diami Pak Novri. Sesekali menyebut namaku yang tidak ku perdulikan.

Novri dengan pakaian seadanya menyusul Aku dan Gio dengan langkah sedikit berlari.

"Robby, kau tidak tau arah keluar sana nanti. Biar kuantar" Ucap Pak Novri.

"Apa kau antar? Kau diam dirumahmu. Biar aku yang urus Robby" Hardik Pak Gio.

"Urus diri masing masing. Biarkan aku sendiri" Ucapku dan meninggalkan mereka sambil mengingat ingat arah dari mana kami memasuki komplek tadi.

Degan sedikit melangkah lebih cepat aku tiba di jalan besar dan bertanya  kepada seseorang arah angkot tujuanku.

Dengan perasaan sedikit kalut karena arah rumahku ternyata harus naik turun angkot sampai 3 kali, aku menyumpahi diriku sebagai pria tolol karena tidak berfikir untuk naik taksi. Dengan  uang pemberian Novri ku perkirakan masih cukup untuk ongkos taksi.

"Hidup kenapa harus seperti ini ya? " Gumamku. "Aku suka dengan pak Gio, tetapi kenapa dia sekan akan jual mahal untuk mengajakku untuk melakukannya kalau memang dia menyukaiku. Bukan kah sudah kuceritakan jala hidupku? Harusnya dia paham. Bukan membiarkan aku dengan melalui lain.  Tapi di dalam otakku, Aku yakin bahwa antara Gio dan Novri masih terjalin hubungan walaupun tidak saling mengakui.  Ahhhh kenapa pula aku mikirin. Bukankah beberapa hari lagi aku akan keluar dari perusahaannya.? "

****

Lelah fisik dan pikiran kurebahkan diriku tanpa mengganti pakaian yang kukenakan hingga aku tertidur dibuai mimpi.

"Robby, mas sangat menyayangimu. Sampai kapanpun, rasa ini tidak akan pudar" Mulyono mengecup kening dan mataku.

"Robby tau mas. Yang kusayang kan dari mas, hanya sikap yang tidak jelas yang kau tunjukkan ke Robby. Plin plan. Sayang setiap melihat pria yang mas sukai. Hanya itu yang membuatku tidak kuat"

"Tidak akan mas lakukan lagi sayang". Mulyono mulai menjilati dadaku hingga dia menelenjangiku. Isapan Isapan mulutnya di kontolku membuat ku terbawa ke kenikmatan.  Tapi tiba tiba Mulyono menghentikan gerakannya. Hingga aku terbangun.

"Sialllllll" Teriakku kencang. "Mimpi kenapa harus Mulyono yang datang" Umpatku sambil bangun dan menuju kamar mandi.  "Ini semua gara gara Gio, kenapa harus datang mengganggu kesenangan orang lain? "

Dengan mie instan aku siapkan makan malamku agar tidak kelaparan. Sambil melahap mie instan pikiranku tertuju ke Mulyono karena dia datang dalam mimpiku.

"Sedang apa kamu mas? Apa kau baik baik saja? Dimana kamu sekarang? Kenapa kamu hadir dalam mimpiku"

Ingatanku menerawang jauh ketika pertama kali jumpa dengan Mulyono. Terbayang ketika pertama kali tidur berdua, Mulyono Orgasme hanya dengan hanya menempelkan kontolnya ke tubuhku. Kurasakan denyutan kontolnya waktu mengeluarkan spermanya.

"Ahhhh.... " Gumamku. "Ngapain ingat manusia yang perduli hanya sebatas nafsu. Tidak... Tidaak... Tidaaaakkk" Kata kataku ku dengar sendiri.

Tidak kuhabiskan mie instan yang ku rebus walau hanya sebungkus dan kembali ke kamarku. Di dalam kamar aku tidak bisa tidur lagi. Pikiran dan khayalan ke Gio dan Novri menguasai diriku.

Hingga menjelang subuh aku baru bisa tertidur hingga aku bangun kesiangan.

"Absen. Sekali ini aku absen. Tidak masuk kerja." Kata hatiku. Hanya menyeruput kopi buatan sendiri aku pergi ke telepon umum untuk mengabarkan aku absen karena alasan sakit kepala.

*****

Pukul 10 lewat aku keluar dari kontrakan ku dengan maksud hendak mendatangi hotel tempat Mulyono bekerja setelah ku yakinkan diriku, bahwa hotel itu sudah selesai di renovasi. Aku hanya ingin memastikan dan ingin mendapatkan nomor telpon Mulyono.

MY LIFE BAG. 2Where stories live. Discover now