Aku juga awalnya terkejut mendengar melody yang diputar. Apa kaitannya kupu-kupu dengan lagu ini? Bukankah Hatchi seekor lebah?
Alina berdoa sebentar sebelum part menyanyi dimulai. Dia terlihat berani tanpa gugup sedikit pun. Sangat berbeda dengan anak-anak yang lain. Dia benar-benar spesial.
Alina pun mulai mengeluarkan suaranya yang begitu unik.
Mama .... Mama .... Di manakah kau berada?
Anak itu tiba-tiba menoleh ke arahku sembari tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali lagi menghadap ke arah penonton.
Loh, loh? Apa ini maksudnya?
Mama .... Mama .... Ingin sekali ku bertemu.
Meski tak ada nada tinggi atau riff and runs, tetapi overal dia sudah sempurna di umur segitu bisa menyanyikan lagu Hachi sebagus itu tanpa cadel. Ditambah lagi dengan gerakan tangannya yang menggambarkan ekspresi dari isi liriknya.
Awalnya tubuh penonton mengikuti irama lagu easy listening itu, sampai akhirnya mereka melihat Alina menyanyikannya dengan tulus dan menangis. Mereka pun ikut dalam suasana melow itu.
Hatchi anak yang sebatang kara Pergi mencari ibunya.
Alina menoleh ke arahku dengan mata yang basah.
Di malam yang sangat dingin Teringat mama ....
Ini lagu ... untuk siapa, Na? Aku bukan emakmuuuu.
Walaupun kesepian, Hatchi tetap bergembira.
Dia menoleh ke depan lagi, lalu bernyanyi sembari menutup mata karena air matanya menggenang di kelopaknya.
Mama .... Mama .... Di manakah kau berada?
Aku menoleh ke arah Mas Lintang, dia sudah tak ada di kursinya. Alasannya pasti hanya satu, dia sedang menangis mendengar anaknya menyanyikan lagu yang menggambarkan kisah anak itu.
Siapa orang tua yang tak terluka mendengar itu? Aku yang bahkan bukan bagian keluarga mereka turut bersedih, bukan aku saja tetapi penonton di sana juga.
Ini antara Alina yang sangat pintar membawakan lagunya atau memang Alina mencurahkan isi hatinya. Dia masih kanak-kanak, otomatis memang anak itu sedang mencurahkan perasaannya.
Setelah menyanyi aku berniat pergi untuk mencari Alina, sayangnya langkahku tertahan oleh anak itu yang berlari ke arahku untuk berpelukan. Akhirnya kuputuskan untuk memusatkan atensi pada anak itu.
Aku mengangkat anak itu untuk pergi ke ruang ganti karena semua orang melihat kami. Sus Emy membantuku mengangkat Alina ketika dia melihatku kesusahan bangkit.
Anak itu akan terus menangis di pelukanku jika saja wali kelasnya tak datang ke ruang ganti menjemput anak itu untuk penampilan terakhir bersama teman-teman kelasnya.
Setelah Alina tenang dan pergi bersama wali kelasnya, aku pamit pada Sus Emy untuk mencari Mas Lintang.
Tak susah mencarinya karena dia masih berada di sekitar bangunan tempat acara.
Kutemui dia sedang menelepon seseorang.
"Kayaknya kamu perlu evaluasi diri. Kita nggak bisa gini terus, kasihan Alina."
"Engga, aku sama sekali nggak keberatan mengasuh dia sampai kapan pun, tetapi dia tetap seorang anak yang butuh sosok ibu. Kamu harus ingat Alina masih umur empat tahun."
"Kamu nggak harus bawa dia ke sana, aku cuma bilang sering-sering ke sini."
"Hari ini dia bernyanyi tentang ibu sambil menangis, satu ruangan ikut bersedih, kenapa kamu sebagai ibunya nggak peduli?"
"Tolong, Sar. Setidaknya saat hari-hari penting seperti ini."
Lalu panggilan itu selesai.
Tolong jangan bilang aku menguping karena aku tak sadar melakukannya. Tiba-tiba saja Mas Lintang menyudahi panggilannya dan berbalik.
Dia tersenyum ketika kami berpapasan.
"Sudah selesai, Mbak?"
Aku menggeleng salah tingkah ketika ke-gep mendengarkannya. "Setelah ini masih ada penampilan terakhir Alina bersama teman-teman kelasnya."
Dia mengangguk lalu kami berjalan bersama menuju tempat yang disediakan khusus untuk keluarga murid-murid.
Selama penampilan terakhir Mas Lintang berusaha terlihat se-happy mungkin. Dia mensupport anaknya dari kejauhan.
Alina senang melihatnya. Dia tersenyum dan memberikan lambaian tangannya untuk Mas Lintang.
Pukul dua belas siang seluruh rangkaian acara selesai dilaksanakan. Murid beserta keluarganya diperkenankan untuk pulang.
"Katanya pake kostum kupu-kupu? Menurut Papa baju yang kamu pakai itu lebih mirip ke lebah, 'kan? " tanya Mas Lintang saat mobilnya sudah keluar dari area sekolah.
Alina yang duduk di pangkuanku sembari memegang botol minumnya mengangguk.
"Tadi, Pa, sayap aku patah keinjek si Gita, untungnya ada Kak Bumi yang cariin baju pengganti, jadilah ini dia kostumnya."
Hanya aku yang diceritakan oleh Alina, padahal Sus Emy juga berkontribusi banyak, yakni membelanya.
Mas Lintang menatapku untuk memastikan kebenarannya. Aku mengangguk.
"Tapi, Na, kupu-kupu sama lagu yang kamu nyanyikan tadi nggak ada kaitannya, itu memang lebah."
Alina terkekeh lalu memelukku karena malu. Entah dia malu kenapa, aku juga bingung.
Sus Emy di belakang terkekeh. "Awalnya memang bukan lagu itu, Pak. Biasanya Alina pakai lagu kupu-kupu saat berlatih dengan saya, makanya tadi saya juga kaget kok tiba-tiba berubah lagu. Setelah saya tanya ke wali kelasnya, Alina sendiri ternyata yang minta ubah lagu."
Alina menatap ke arahku dengan malu-malu.
Aku bingung. Tingkahnya yang malu-malu ini membuatku mengartikan lagu tadi memang untukku. Eh?
Na, Na. Jangan gitu deh.
Tidak Tuhan, aku masih mudaaaa, masih belum cocok jadi ibuuuuu.
Sebelum pulang, Mas Lintang mengajak kami semua makan siang di sebuah rumah makan masakan padang. Kami semua ternyata memiliki kesukaan yang sama, yakni sama-sama suka rendang padang. Bahkan Alina juga. Yaiya, itu makanan kesukaan sejuta orang. Siapa yang bisa menolak kenikmatan rendang? Kalo ada, fiks dia aneh. Jangan hidup deh.
Kami pun mengisi perut sedikit berlebihan karena dagingnya menggoda sekali untuk disantap, seolah bilang kepadaku 'Ayo, Bum, makan aku lagi. Masa segitu doang udah kenyang'. Aku kan kalo ditantang malah jadi tertantang, akhirnya kalap. Wkwkwkw.
Alasan doang itu mah.
Aku selesai dengan urusan perutku, begitu juga dengan Mas Lintang dan Sus Emy, hanya tinggal Alina yang masih belun selesai makan bahkan piringnya masih terisi banyak sayuran, nasi dan beberapa potongan daging.
Akhirnya kami mengobrol.
"Rame, ya? Padahal kayaknya harganya hampir 2."
Sus Emy menjawab, "Ini viral di tiktok, Pak. Makanya rame. Meskipun harganya beda jauh."
Aku mengangguk-angguk setuju. Emang worth it banget sih. Dagingnya itu loh, beuuuuh empuk banget cuyy. Bumbunya? Beuuuh melimpah cuyy. Maaf maaf, jadi iklan wkwkwk.
Tiba-tiba seorang ibu datang ke sampingku sembari menepuk bahuku. "Mbak, Mbak, itu kuah anaknya jatuh ke bajunya," katanya yang membuat aku dan Mas Lintang sama-sama diam, sedangkan Sus Emy langsung menjauhkan kuah gule dari Alina karena tanpa anak itu sadari tangannya menyenggol mangkok yang berisi setengah kuah.
Emang aku pantes banget ya jadi emaknya Alina? Padahal masih muda gini loh? Hampir seumuran loh aku sama Alina, paling cuma gap umur 18 tahun. Bisa-bisanya aku dikira ibunya Alina.
Emotikon mata melotot kaget.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Pacar Kakakmu! [END]
Teen FictionArbumi Regina menjalani sebuah hubungan spesial dengan tetangganya, yakni Lintang Selatan. Karena mereka ingin tenang menjalani sebuah hubungan, akhirnya keduanya melakukan backstreet relationship. Sayangnya, tiga tahun berpacaran, Selatan berseling...