35. Rendang Tekstur Sendal

4K 231 2
                                    

Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku terus mendatangi rumah Mas Lintang. Sus Emy sampai hapal sekali. Jika aku tak ke sana dia malah merasa aneh sampai bertanya padaku apakah aku dan Mas Lintang bertengkar. Wkwk.

Pagi itu Mas Lintang sudah pergi pagi-pagi sekali karena ada pasien darurat dan akan kembali siang nanti.

Aku celingukan ketika rumah Mas Lintang begitu sepi. Tak ada Sus Emy yang tengah menyiapkam sarapan atau Alina yang sedang duduk di kursi makannya menunggu Sus Emy selesai menyiapkan sarapannya.

Aku mencarinya, tetapi tak kutemukan Alina di mana pun. Bahkan di kamar anak itu juga tak ada.

Masa sih udah berangkat?

Aku menatap jam tanganku, masih jam setengah tujuh pagi kok, tak mungkin Alina sudah berangkat ke sekolah.

Kuputuskan untuk menaiki lantai dua meski hati ini dag dig dug karena takut si Setan berada di lantai atas.

Untung saja Alina benar berada di sana bersama Sus Emy sedang bermain prosotan rumahan. Aku melihat Alina bermain sembari menikmati makan paginya di sana. Aku memutuskan untuk mendekat dan menyapa mereka.

“Hi, pagi Alina. Selamat pagi, Sus Emy. Aku nyariin loh dari tadi. Ternyata ada di sini, tumben makannya di sini?” tanyaku yang sembari mendudukkan diri di samping Sus Emy.

“Iya, Mbak. Alina tiba-tiba saja pengen makan sambil main perosotan di sini.”

Aku mengangguk-angguk mendengar penjelasan Sus Emy, tak sengaja mataku bertatapan dengan mata Alina.

Dia menghindarinya.

Why?

Wajahnya yang tadi begitu cerah seperti mentari pagi, kini terlihat mendung. Dia seperti tidak ingin aku berada di sana.

Aku mencoba berkomunikasi padanya.

“Alina, selesai makan, mau main apa?” tanyaku test drive apakah anak itu sudah terpengaruh oleh ucapan Latan atau tidak.

Dia menggeleng tanpa menatap mataku. “Nggak, Kak Bumi. Aku mau main sendiri saja.”

Dia masih menjawabku meski dengan nada lemas. Tidak biasanya begitu, Alina selalu excited jika menyangkut mainannya dan aku, apalagi tadi dia berucap tanpa menatap mataku.

“Oh, mau main apa? Kakak nggak boleh ikutan, nih?"

Dia mengangguk dan menunjuk perosotan.

"Yah, padahal Kakak pengen ikutan main." Aku pura-pura sedih, tetapi tak dia tanggapi.

Mak nyessss gais. Sakitnya diacuhkan.

Sekali lagi, aku berusaha untuk membujuk Alina agar mau bermain bersama. Kali ini, Alina kembali menolak dan berakhir beranjak dari sana menuju lantai bawah.

Yah yah yaaaaah.

Hayoloh Bumi, anak orang kamu bikin ngambek.

Aku berpandangan dengan Sus Emy, pengasuh Alina itu langsung menggeleng tak tahu. Setelahnya dia mengikuti langkah Alina setelah sebelumnya berpamitan padaku terlebih dulu.

Aku terus berpikir, apa yang Latan katakan pada Alina sampai bisa mempengaruhi anak itu.

Masa iya Latan bilang aku memanfaatkannya demi berpacaran dengan Mas Lintang? Tidak, Alina adalah anak cerdas. Dia tahu aku tulus padanya.

Tapi bisa jadi sih, selain brengsek, kampret, dan bajingan, Latan kan rajanya manipulatif dan playing victim.

Setan memang. Setan yang asli ampe insecure keknya.

Jadi Pacar Kakakmu! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang