40. Ya sama lah!

4.3K 226 5
                                    

"Serius, Tang? Lagi nge-prank nggak, nih?"

Lintang menggeleng sembari tersenyum tipis di ujung bibirnya.

Gue masih melongo sembari memegangi jari yang baru terbakar api korek.

"Demi apa?"

"Demi Tuhan," katanya yang membuat gue kontan menutup mulut.

"Lo gila," ujar gue sembari menggeleng-geleng tak percaya.

"Yazz. Gue emang gila pacarin adik sahabat."

"Itu juga, tapi kabar lo sekarang milih pacaran lebih gila. Kesambet apa?"

Dia hanya terkekeh.

"Beneran kesambet lo, ya, Tang?"

Kini Lintang tertawa.

"Direstuin nggak, nih?"

Gue melotot. "Lo ngajak dia nikah?!"

Dia kembali tertawa membuatku bergidik ngeri. Jangan-jangan si Lintang beneran kesambet?

Coy coy coy, amit-amit, jangan becanda ah, tengah malem gini.

"Belum sampe situ sih, maksudnya lo nggak papa kalo gue pacarin adik lo, Lang?"

Gue menselonjorkan kaki. "Ude pacaran begono masih tanya pendapat gue. Gue bilang nggak juga lu pada kaga bakal dengerin gue."

Lintang mengangguk setuju. "Iya, sih," katanya.

"Bangsat laww," kelakar gue.

Ada jeda lama dari perkataan terakhir gue karena kami sama-sama terdiam menikmati keheningan malam sekaligus bunyi katak yang ngok ngok ngok.

"Kok bisa ya si Bumi ngancurin benteng takeshi lo? Padahal ada puluhan cewek yang dikenalin nyokap lo, ada ratusan cewek deketin lo, ada ribuan temen cewek yang suka lo, belum yang boti-boti juga, tapi kok bisa gitu loh adek gue yang tengil, ajaib bin ingusan gitu gaet hati lo. Kok bisa gitu looooooh."

Lintang tertawa sampai menyandarkan kepalanya pada pondasi rumah.

"Gue sendiri juga heran."

Gue menatap Lintang dengan tatapan aneh. "Selera lo yang kek gitu banget."

Bumi kalo denger itu pasti dia bakal lemparin gue pake sepatu kudanya. Awokwokwok.

Tapi dia beneran aneh. Makanya herman sekali kalo Lintang si dewa yunani serba bisa, serba punya, serba sempurna mau sama adek gue yang kelakuannya minus seribu.

"Sejak kenal dia lebih dalam ...."

Gue langsung memotongnya. "Heh heh heh, lebih dalam apa, nih? Jangan bikin ambigu dong," ujar gue sembari berpura-pura akan melempar vas tanaman di sebelah pintu.

Dia lebih dulu melempari gue dengan kotak rokok. "Otak lo miring melulu."

Melihat tatapan ramah Lintang yang mulai sirna, gue tahu dia sedang ingin serius. "Oke, mode serius on."

"Kaga jadi, males gue," ujar Lintang sembari bangkit dari duduknya.

"Bercanda ah elah. Jangan kek duda labil-lah."

Dia menghiraukan gue. Wah wah wah. "Nggak gue restuin mampus lo."

Dia memasang sepatunya sembari menghadap ke arah gue. "Kayak pendapat lo penting amat."

"Hey adik ipar, puji-puji lah abang pacar kau ini. Biar kayak manusia normal pada umumnya. Sudah peraturannya begitu. Hukum alam memang itu."

"Sorry, gue beda alam sama alam yang lo tempati."

Jadi Pacar Kakakmu! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang