Pagi-pagi wajah Mas Lintang sudah masam.
Tahu kenapa?
Karena Alina lebih betah dengan Mbak Sarah dan Mas Tomy, hingga Mas Lintang terasa disingkirkan. Sejak kemarin sampai hari ini, Alina terus bersama orang tua keduanya itu.
Beberapa menit lalu saat Mas Lintang menawarkan diri untuk menjemput Alina, anak itu tak mau karena ingin lebih lama bersama ibunya.
Itu sebabnya Mas Lintang tampak tak semangat pergi bekerja.
Saat ini aku sedang menumpang sarapan sebab Mas Langit masih betah di rumah sakit hingga adiknya dilupakan dan malah dititipkan ke tetangga. Untung saja tetangganya pacar adiknya. Haha
"Kamu udah sempro, Tan?" tanya Mas Lintang setelah meletakkan teleponnya di saku dan lanjut sarapan setelah tadi dijeda oleh panggilan dari Alina yang meminta izin untuk tak kembali hari ini karena akan berbelanja untuk hadiah ulang tahunnya besok.
Oiya, fyi di meja makan itu tak hanya ada aku dan Mas Lintang, ada Latan juga. Dia masih tampak sewot menatapku yang selalu ada di rumah itu hampir setiap pagi. Apalagi aku dan Mas Lintang semakin buka-bukaan tentang hubungan kami.
Namun aku tak lagi memanas-manasi atau menyidir mantanku itu, sudah kapok kejadian Alina kemarin yang mengambek padaku atas ucapannya itu. Iya, pelakunya memang benar Latan. Fakta itu aku korek dari Alina beberapa waktu lalu. Aku sempat marah besar dan ingin mencabik-cabik wajahnya, tapi aku tahu jika aku kembali meladeninya, Latan akan semakin menjadi.
Jadi, aku memutuskan untuk tidak melakukan apapun seolah aku tak tahu apa-apa. Akhir-akhir ini aku bahkan menyapanya, ya meskipun tak dia tanggapi. Itu aku lakukan agar dia paham bahwa aku tak ingin bertarung lagi.
"Belum, Mas. Semester ini aku cuti, lagi ngerintis bisnis sama temen."
Mas Lintang tampak mengangguk-angguk.
"Bisnis apa, Tan?" tanyaku yang membuatnya menatapku dengan tatapan datar.
Dia tetap menjawabnya sebab yang menunggu jawaban bukan hanya aku, tetapi Mas Lintang juga.
"Game gitu."
Mas Lintang lalu memberikan kiat-kiat tentang bisnis kepada Latan. Aku pusing mendengarnya. Hanya sesekali menimbrung. Intinya jika memerlukan investor Mas Lintang akan mendukung Latan.
Setelah sarapan, Latan langsung pamit begitu saja keluar dari rumah. Mungkin masih kepanasan melihat komunikasiku dengan Mas Lintang yang begitu dekat.
Kubiarkan dia karena aku membutuhkan waktu berdua saja dengan Mas Lintang. Saat ada dia, aku sebisa mungkin menekan jiwa lont--maksudnya jiwa manjaku pada Mas Lintang takut Latan mengira aku memanas-manasinya lagi.
"Mas," panggilku saat Mas Lintang berjalan menuju pintu utama rumahnya untuk berangkat kerja.
Dia menoleh dan menghentikan langkahnya.
"Pulang jam berapa nanti?" tanyaku sembari memperbaiki tampilannya yang sudah rapi.
Mas Lintang melihat jam tangannya. "Hari ini nggak terlalu padat cuma seminar sama visite pasien, paling sampe siang. Saya kosongin buat persiapan ulang tahun Alina besok," ujarnya.
"Lokasinya di rs semua?" tanyaku yang membuatnya mengangguk.
"Mau si Pengangguran ini antar jemput nggak? Mas Lintang semalam kurang istirahat soalnya."
Dia mengerutkan keningnya dan terkekeh, lalu mengelus rambutku. "Nggak papa, Mas sudah biasa kok," katanya.
Aku memamerkan wajah khawatir. "Jangan, nanti kalau ada apa-apa siapa yang jadi pacar aku lagi? Keselamatan nomor satu, Mas. Juga kalo ada apa-apa, bukan Mas Lintang aja yang rugi, orang yang terkena imbasnya juga. Ya amit-amit sih semoga nggak kejadian, tapi aku mau menghindari hal tersebut dengan menggantikan Mas Lintang menyetir supaya aman selamat sampai tujuan dan Mas Lintang masih jadi pacar aku," ujarku yang membuatnya menatap gemas ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Pacar Kakakmu! [END]
Teen FictionArbumi Regina menjalani sebuah hubungan spesial dengan tetangganya, yakni Lintang Selatan. Karena mereka ingin tenang menjalani sebuah hubungan, akhirnya keduanya melakukan backstreet relationship. Sayangnya, tiga tahun berpacaran, Selatan berseling...