"Dek, sarapan!"
Aku dan Pepe yang masih nyaman dalam gulungan selimut tak mengindahkan teriakan Mas Langit dari lantai bawah.
Kami baru tertidur subuh tadi karena semalaman aku sibuk menonton drama Korea, sedangkan Pepe asyik bermain push rank.
Duk.
Duk.
Duk.
Suara derap langkah yang dihentakkan dari kejauhan terdengar semakin mendekat, membuat aku dan Pepe yang mendengarnya segera bangkit merapikan kasur dan pura-pura olahraga.
Mas Langit di ambang pintu dengan sutil di tangannya tak jadi marah ketika melihatku dan Pepe sudah bangun dan sedang perenggangan.
"Rupanya sudah bangun. Dipanggilin nggak nyahut dari tadi," ujarnya yang membuatku tersenyum lebar sampai ke mata.
"Nggak kedengeran Mas. Terlalu fokus," kataku yang membuatnya mengangguk-angguk.
"Kalo sudah, cepet ke bawah, ayo sarapan."
Aku dan Pepe mengangguk, membuat Mas Langit segera menyingkir dari sana.
Setelah kepergian Mas Langit, aku kembali merebahkan tubuhku. "Ya Tuhan, masih ngantuk loh. Pengangguran juga, ngapain bangun pagi-pagi terus," gerutuku.
Pepe tak meladeniku, dia segera ke kamar mandi untuk membasuh wajah.
Tak perlu lama Pepe di dalam, hanya lima menit dia pun kembali keluar. Aku bergantian dengannya. Setelahnya barulah kami bersama-sama turun ke bawah karena Mas Langit sudah menunggu kedatangan kami.
"Wih, tumben sarapan berat?" tanyaku ketika melihat berbagai lauk pauk di meja. Biasanya aku dan Mas Langit hanya sarapan buah atau roti.
"Ada tamu, masa cuma makan buah. Ya kan, Pe?" ujar Mas Langit pada Pepe yang membuat wanita tomboy itu menjawab, "Yoi, Mas. Tamu adalah raja."
Aku merinding dengan ke-klopan keduanya. Kuhiraukan mereka dan segera menyantap ayam goreng terenak sedunia ala Mas Langit.
"Mau bawa bekal ke rumah sakit?" tanyaku ketika melihat Mas Langit memasukkan beberapa lauk ke dalam kotak makan.
Dia menggeleng. "Buat tetangga tersayang kamu, tuh. Nanti tolong anterin, ya."
Aku memutar bola mata malas. "Harus banget pake tersayang, ya?"
Mas Langit menatapku dengan kedua alis terangkat. "Lah, emang tersayang 'kan? Salahnya di mana?"
Yaiya, tapi kalo diucapin langsung rasanya itu seperti ledekan untukku.
Kuselesaikan sarapanku agar cepat bertemu tetangga KESAYANGANKU itu.
"Bilangin ke Lintang, entar habis jadwal praktek, aku ke sana."
Aku hanya mengacungkan jempolku. Kutinggalkan Pepe yang sedang konsultasi gratis kepada Mas Langit tentang tulang punggungnya yang akhir-akhir ini sering sakit.
Sampai di gerbang rumah Mas Lintang, mobilnya sudah tiada, pertanda pemilik rumah itu sudah berangkat kerja. Aku langsung manyun. Kangeeen bok. Sudah lama sekali tak bercakap-cakap dengan duda ganteng satu itu. Sudah meneguhkan hati agar tak salah tingkah ketika bertatap muka, eh orangnya kaga ade. Tapi ada leganya juga dia tak ada di rumah karena aku sekarang hanya memakai baju tidur bergambar beruang.
Nanti-nanti aja deh Tuhan, pas aku udah cantik.
Aku pun langsung masuk tanpa ketok-ketok dulu.
Saat masuk, aku langsung disambut oleh Alina yang berlarian hanya dengan selember handuk di tubunya. Sus Emy di belakangnya mengejar anak itu untuk memakaikan setelan yang ada di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Pacar Kakakmu! [END]
أدب المراهقينArbumi Regina menjalani sebuah hubungan spesial dengan tetangganya, yakni Lintang Selatan. Karena mereka ingin tenang menjalani sebuah hubungan, akhirnya keduanya melakukan backstreet relationship. Sayangnya, tiga tahun berpacaran, Selatan berseling...