Hari kenaikan kelas Alina datang juga. Semua bersiap-siap di rumah Mas Lintang. Iya, semua, ada banyak orang di rumah itu; Mbak Sarah dan suaminya, juga ada Tante Riana dan mantan besannya alias ibu dari Mbak Sarah. Tak lupa aku juga ikut berada di sana menunggu semua siap.
Aku sendiri sudah bersiap sejak subuh tadi dan langsung ke sini untuk membantu Alina bersiap-siap. Sayangnya aku lupa mama kandungnya juga ada di sini, jadi jasaku tak terpakai lagi. Mau balik ke rumah malu. Akhrinya aku hanya duduk di ruang santai bersama Tante Riana.
"Cantik banget, kamu kelihatan lebih dewasa pake baju itu. Mana serasi banget sama Lintang," ujar ibu Mas Lintang itu.
Aku hanya tersenyum tipis karena malu di tatap oleh ibu Mbak Sarah yang baru bergabung di ruangan itu.
"Siapa, Ri?" tanya ibu Mbak Sarah pada Tante Riana.
Aku menahan napas karena takut dengan jawaban Tante Riana. Namun ....
"Pacarnya Lintang," ujarnya yang refleks membuatku melipat bibir untuk menahan senyum jumawa.
Pacarnya Lintang.
Pacarnya.
Lintang.
Tante Riana bisa saja bilang aku adiknya Mas Langit karena tentu saja ibu Mbak Sarah pasti kenal masku itu. Namun Tante Riana lebih memilih mengenalkanku sebagai pacar anaknya.
Aw aw aw.
Ibu Mbak Sarah yang belum kuketahui namanya itu mengangguk-angguk, lalu menatapku seperti ... sedang menilai? Atau sedang mengingat seseorang?
"Wajahnya nggak asing, ya? Kita pernah ketemu?"
Aku mengangguk. "Saya adiknya Mas Langit, Tante."
Wanita itu membulatkan mulutnya.
"Waduh, parah banget si Lintang. Adik temen sendiri digebet," katanya.
Aku hanya tersenyum tipis karena masih salting dengan sebutan 'pacar Lintang'. Haha.
"Emang anak itu ajaib. Dicariin jodoh ke mana-mana, eh kecantol tetangganya."
"Udahlah biarin. Yang penting dia sukanya manusia," ujar ibu Mbak Sarah sambil menepuk tangan Tante Riana.
Tiba-tiba Tante Riana membicarakan Mas Lintang di hadapanku. Mana julid kali wajah keduanya.
Aku kudu piye?
Minum aja ye kan.
"Aku sih bahagia banget, cocok banget, tapi dibilang anak dan bapak juga cocok."
Aku tersedak.
Nggak bisa kalo nggak ngakaks coyyyy.
Awokwok.
Bertepatan itu Mas Lintang datang dari arah sampingku.
Herannya dia tak panik seperti biasanya ketika melihatku tersedak. Dia malah dengan tenang duduk di sebelahku dengan alis yang mengkerut.
"Seneng banget keknya kalo saya dibilang tua."
Walah karena itu toh.
Aku melipat bibir menahan tawa dan menatap dua wanita paruh baya yang juga melakukan hal yang sama denganku.
"Fakta," ujarku singkat yang membuat tawa Tante Riana dan ibu Mbak Sarah pecah.
"Beneran udah tua tuh, sadar makanya. Mau empat puluh," sindir Tante Riana sebelum akhirnya mengajak ibu Mbak Sarah pergi dari sana.
Mas Lintang menghela napas dari mulutnya sedang tangannya memakai arloji cokelat tua pemberianku beberapa hari lalu yang memang suruh kupakai hari ini karena jamnya couple dengan yg kupakai hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Pacar Kakakmu! [END]
Teen FictionArbumi Regina menjalani sebuah hubungan spesial dengan tetangganya, yakni Lintang Selatan. Karena mereka ingin tenang menjalani sebuah hubungan, akhirnya keduanya melakukan backstreet relationship. Sayangnya, tiga tahun berpacaran, Selatan berseling...