Alina terbangun dini hari dan tak menemukan Mas Lintang di sampingnya karena memang pacarku itu tak mungkin tidur bersamaku di ruangan itu.
Ya kali, aku masih punya sopan santun pada orang tua Mas Lintang, terutama kepada papanya yang jarang sekali berada di rumah ini.
Anak itu merengek hingga akhirnya aku harus mencari Mas Lintang yang ternyata belum tidur dan masih mengobrol dengan Mas Tomy.
"Mas," panggilku yang membuat dua pria di sana menoleh ke arahku.
"Alina cari Mas Lintang," ujarku yang membuat Mas Lintang mengangguk dan mengakhiri obrolan dengan Mas Tomy. Mereka pun bubar. Mas Lintang ke kamarku dan Alina, sedangkan Mas Tomy ke kamar di mana Mbak Sarah berada.
"Kebangun dia?" tanya Mas Lintang saat berjalan sejajar denganku.
Aku mengangguk. "Udah aku coba tenangin, tapi tetep mau tidur sama Mas Lintang," ucapku yang membuatnya mengangguk paham.
Kami pun tiba di kamar itu dengan kondisi Alina masih merengek, lalu saat bapaknya naik ke atas ranjang barulah anak itu berhenti. Dia langsung memeluk erat Mas Lintang dan meracau,
"Papa jangan pergi, ya. Tetep sama aku terus," katanya sebelum akhirnya tidur kembali.
Mas Lintang mengpukpuk punggung anaknya yang memeluknya seperti anak koala memeluk induknya. Dia melakukan itu sembari menatapku sendu.
Aku tahu dia sedang memiliki masalah, tetapi belum bisa dia katakan padaku karena satu dua hal.
Aku merebahkan diri di samping Alina, lalu memiringkan tubuhku ke arah Mas Lintang.
Pacarku itu langsung mengulurkan tangannya agar lengannya menjadi bantalku.
Aku menurutinya, tetapi karena ada Alina di antara kami, jadinya aku hanya berbantal telapak tangannya.
Kami berpandangan seolah sedang berkomunikasi lewat tatapan itu.
Semakin ditatap, semakin sedih rasanya. Aku tak tahu apa yang membuat Mas Lintang terlihat begitu sedih, tetapi sepertinya kesedihannya begitu mendalam.
"Bumi, mau hidup bersama saya?" tanyanya tiba-tiba yang membuatku tercekat karena tak expect dengan apa yang akan dia katakan.
Aku sebenernya mau, tapi ada satu hal besar yang menjadi penghalang bagi kami.
Yakni status dudanya.
Dalam agama kami, bagi yang sudah menikah dan cerai, maka pernikahan setelahnya dianggap dosa. Meskipun di mata negara status mereka sudah bercerai, sejatinya dalam agama kami pernikahan mereka masih sah sampai maut memisahkan.
Aku tak pernah mempertimbangkan ini sebab kalian tahu sendiri aku awalnya mengejar Mas Lintang karena balas dendam pada Latan. Sangat tidak terbayangkan aku akan berpacaran dengannya.
Meskipun Mas Lintang sudah memberi warning sejak awal bahwa dia mencari seseorang yang akan dia seriusi, tapi aku tak expect akan secepat ini. Bahkan kuliahku saja belum rampung.
"Tapi status pernikahan Mas Lintang ...."
Aku terhenti karena takut menyinggungnya.
Dia tersenyum tipis lalu mengusap pipiku dengan ibu jarinya.
"Saya mau jujur sama kamu," katanya dengan suara lirih.
Aku mendengarkannya dengan seksama.
"Saya belum pernah menikah," katanya yang membuatku melotot.
Aku terbatuk karena tersedak ludahku sendiri.
"Gimana maksudnya Mas?" tanyaku.
"Saya tidak pernah menikah dengan Sarah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Pacar Kakakmu! [END]
Teen FictionArbumi Regina menjalani sebuah hubungan spesial dengan tetangganya, yakni Lintang Selatan. Karena mereka ingin tenang menjalani sebuah hubungan, akhirnya keduanya melakukan backstreet relationship. Sayangnya, tiga tahun berpacaran, Selatan berseling...