27. Dua Belaian (2)

204 13 2
                                    

Setiap debaran dan keinginan untuk dibelai, selalu Eisa salahkan pada bayi dalam kandungannya. Namun, ketika Eisa tertidur lelap, dan bermimpi tentang sang suami. Siapa juga yang bisa Eisa tuduh saat ini? Eisa ingin menyalahkan bayinya. Akan tetapi dalam mimpi Eisa saat ini, perutnya tiba-tiba sangat rata, tak menonjol sedikit pun.

"Bayi... bayi... kenapa perutnya kembali rata?" tanya Eisa bingung.

Eisa belum sadar jika dirinya ada di bunga tidurnya sendiri. Tubuhnya tiba-tiba terdorong lembut ke ranjang empuk, bersprai kelopak bunga mawar. Padahal, Eisa tidak suka menduduki kelopak bunga mawar, tetapi dalam mimpinya ini semua kelopak bunga mawar tak mengganggu kenyamannya. Apalagi ketika pria yang mendorong tubuhnya ke ranjang tersenyum, sembari membelai lembut wajahnya sampai Eisa melihat jelas pelakunya.

"Juan?" gumam Eisa.

Pria di depannya menutup rapat bibirnya. Dia memakai kemeja putih. Namun, kemejanya tak cukup tebal untuk menunjukkan otot perutnya yang Eisa dambakan. Kedua bola mata mereka saling bertemu, dan saling berkomunikasi tanpa hambatan. Lewat sentuhan bibirnya pada leher Eisa, Eisa tahu jika tubuh keduanya menginginkan satu sama lain. Hingga akhirnya dia menutup kelopak matanya, ketika Juan membuka bungkus penghalang keduanya untuk menyatu.

Meskipun ini hanya mimpi, Eisa tak bisa menyembunyikan perasaan nyaman ketika Juan membelai setiap inci tubuhnya. Tanpa keraguan sedikit pun, Eisa menyajikan dirinya untuk dijamah sang suami. Dia membiarkan bibir Juan turun ke leher, hinggap di dada, sampai akhirnya mengecupi perutnya yang kembali rata.

Semua sentuhan dan kelembutan Juan, membuat Eisa terbang mencapai puncak pelepasannya. Wanita itu merasakan jari tangan sang suami merambat untuk menyentuh tangannya. Juan menekan tangan Eisa ke ranjang, sebelum memposisikan dirinya ke tengah inti tubuh sang istri.

"Jika kau merasa tidak nyaman, beritahu aku," bisik Juan sembari mengusap helaian rambut Eisa yang menghalangi wajahnya.

Eisa mengangguk, merasakan tekanan tangan Juan yang mengerat pada tangannya. Lalu dalam hitungan detik saja, Eisa bisa merasakan tekad Juan untuk memasukinya yang begitu kuat. Pria itu awalnya memastikan sang istri beradaptasi dengannya. Sampai akhirnya, dia mempercepat gerakan dan mempererat pegangan pada sang istri.

Napas Eisa terengah-engah, dengan keringat membasahi tubuh. Hawa panas menyebar, beriringan dengan suara napas dan desahan Eisa yang tak tertahan. Padahal ini hanya mimpi, tetapi sentuhan Juan terasa begitu nyata. Hingga akhirnya, Eisa menarik leher sang suami untuk mengajaknya bercumbu.

Puncak dunia datang bersamaan dengan kelopak mawar yang berjatuhan ke bawah ranjang. Tenaga pada tubuh Eisa terasa seperti telah disedot. Tangannya hanya bisa diam di tempat, bersamaan dengan dada naik turun untuk menghirup oksigen serakus mungkin. Dia berniat untuk mengakhiri pergumulannya, tetapi tiba-tiba Eisa merasakan pegangan tangan pada pinggangnya. Pria itu menahan Eisa tetap di ranjang, sebelum akhirnya kembali memasuki Eisa tanpa jeda.

"Juan... perlahan... jangan terlalu cepat," pinta Eisa.

Eisa mengernyitkan kening, merasakan tenaga sang suami yang malah semakin kuat. Dia hanya bisa menutup kelopak matanya, dan mendesah sepuas hati, tanpa melihat ke arah orang yang saat ini sedang menggagahinya. Eisa pikir, tubuhnya akan kalah saat ini juga. Namun, di samping tubuhnya terdapat Juan yang memegangi erat tangannya, sembari mengecupi punggung tangan.

Spontan, Eisa memelototkan mata, melihat sang suami berada di sampingnya. Padahal dari tadi, dia pikir Juan sibuk menggagahinya hingga mencapai puncak. Jika Juan ada di sampingnya, lalu siapa yang saat ini sedang menarik tubuh Eisa untuk duduk di paha tanpa melepas penyatuan mereka?

Eisa terkejut, dia ingin melepaskan diri. Namun tangan pria yang menggagahinya melingkari pinggang, dan menarik tubuh Eisa untuk duduk di pahanya. Dia menangkup wajah Eisa untuk menatap ke hadapannya. Sampai Eisa melihat pria bercodet di kening, yang memiliki wajah yang sama dengan suaminya.

"Ju... Juan?!"

Satu berkemeja putih, satu lagi berkemeja hitam. Kedua orang di hadapan Eisa membuat Eisa bingung. Apalagi ketika Juna kembali bergerak di dalam Eisa, sembari memeluknya di depan Juan. "Miliknya adalah milikku juga."

•••


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang