27. hay que capitalizar pa' que más nunca te falte la lana

199 39 11
                                    

Biar ga bingung, bisa lihat 2 sampai 3 paragraf terakhir chapter sebelum ini yaa, masih lanjutannya dan di malam yang sama ^^ Happy reading ♡

Seperti kehidupan setelah kejadian malam itu adalah mimpi, Estelle tiba-tiba membuka matanya dan menyadari dirinya terbaring di koridor depan kamar ayah dan ibunya tahun 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti kehidupan setelah kejadian malam itu adalah mimpi, Estelle tiba-tiba membuka matanya dan menyadari dirinya terbaring di koridor depan kamar ayah dan ibunya tahun 2021. Kepalanya sakit sekali, seperti seseorang habis berusaha menghancurkannya, Estelle tak sanggup melakukan apapun bahkan ketika ia ingin bertanya apa yang sedang terjadi. Yang pertama kali bisa bergerak cuma iris matanya, ke kanan, ke kiri, mencoba mengetahui apa yang terjadi. Basah di keningnya, suara detak jantung yang dekat sekali di telinga,

Dug... dug... dug... dug... dug...

lemah sekali, dan sesuatu yang terasa bergerak di surainya, seperti seseorang sedang mengusap-usap kepalanya, dan nyanyian melodi kidung pelan. "Hmmm hmm hmmm... hm hmmm hmm... hm hmm hmm..."

"Maria...?" desisnya.

Dug... dug... dug... dug... dug... —suara detak jantung, usapan di surainya, dan gumaman kidung yang damai, "Hmmm hmm hmmm... hm hmmm hmm... hm hmm hmm..." memenuhi koridor yang temaram nan sunyi itu. Estelle masih bertanya-tanya apa yang terjadi, semuanya buram, berputar, sampai akhirnya irisnya melirik ke arah telapak tangannya yang menekan sesuatu. "Emh—" Lalu sebuah tangan berlumur darah juga jatuh di atas punggung tangannya. Dan entah bagaimana, begitu saja ia menyadari jika tempat kepalanya berbaring sekarang adalah di atas dada Maria....

"Maria...?!" Kepalanya yang sakit sekali itu berusaha ia angkat, setiap gerakannya satu inci saja rasanya seperti petir bergantian menyambar kepalanya. Ia hampir menyerah untuk membawa kepalanya menengok, tetapi,

"Elle...?" erangan yang lain menyahut lirih sekali, membuatnya kembali menahan rasa sakitnya dan membawa kepalanya bergerak mencari sumber suara itu meski tiba-tiba telinganya berdenging, gemeretak di lehernya pula bergantian menyakitinya. "Elle?"

Sampai akhirnya dia bisa membawa kepalanya menoleh ke belakang, dan itu benar Maria disana, menatapnya dengan matanya yang sayu. "Maria, aku minta maaf..."

Lalu melihat kepala ibunya menggeleng dengan lemah sembari dua sudut bibirnya tertarik ke atas tersenyum lembut sekali, "Aku yang minta maaf, Elle, maafkan aku..."

Air matanya mulai berjatuhan, menangis, seperti mengetahui jika waktu mereka tinggal sedikit. "T-tidak... jangan tinggalkan aku... Maria... jangan—"

"Bangun, Elle..." Maria tiba-tiba bicara hal lainnya yang tak sinkron dalam ingatannya.

"Maria—"

"Elle...? Bangun...!"

Kepalanya menggeleng kuat, nafasnya terengah panik, seperti seseorang datang berusaha memisahkannya dari Maria yang tiba-tiba berhenti menggerakkan iris matanya, berhenti bernyanyi kidung, berhenti mengusap-usap kepalanya, berhenti jantungnya berdetak. Ganti sebuah guncangan kencang di tubuhnya, seruan berisik memintanya sadar, membuka mata, atau apalah Estelle bingung apa yang terjadi sekarang.

Diablo [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang