24. como un niño esperando bajo el árbol su regalo

273 48 34
                                    

Matahari terik dan hangat di bulan Maret. Menyambut kedatangannya kembali dengan meriah sekali. Yoongi membayangkan ada tari sambutan dan kalungan bunga ketika ia menapakkan kakinya di tanah Barcelona pertama kali lagi setelah 14 jam lebih perjalanan dari Seoul. Dia bisa langsung mencium wangi manis minuman anggur dan irisan buah-buahan—atau sangria, dan suara deburan ombak pantai. Seperti melupakan bekas jahitan dari luka tusuk di perutnya, beberapa hari terakhir ini selagi menunggu jadwal keberangkatannya, Yoongi sangat bersemangat untuk kepindahannya lagi. Dia bahkan mengabari dengan senyum sumringah kepada Seungwan tepat ketika makan malam perayaan ulang tahunnya hari itu, bahwa hadiah yang diberikan ayahnya siang tadi adalah posisi di KGarage Spanyol.

Seungwan marah, ia bertanya dengan pria itu tentang hubungan mereka, tapi memang dari awal bukan Yoongi yang merencanakan semuanya. Seungwan juga sudah tahu setelah beberapa minggu itu berkomunikasi intens dengan Yoongi, ia menyadari jika Yoongi tak menyukainya, apalagi mencintainya. Pria itu menurut dan menerima lamaran hanya untuk menenangkan sang ibu dan supaya tak mempermalukan Seungwan di depan keluarganya.

Meski malam ulang tahun ke-31-nya berakhir dengan bencana, pertengkaran besar antara dirinya dan Seungwan untuk menolak gadis itu turut ikut pindah ke Barcelona, tapi Yoongi tetap tidur nyenyak di sofa apartemen Hoseok dan mimpi indah. Ya, Seungwan bilang dia mau pergi dari apartemen malam-malam karena pertengkaran itu, tapi sebagai laki-laki, Yoongi tetap tidak bisa membiarkannya dan memilih dirinya yang pergi dan menginap di apartemen Hoseok.

"Hyung, aku pernah melihatmu yang mencoba berhenti merokok ganja, tapi cuma bertahan tiga hari."

Bola matanya berputar, mereka sedang makan di salah satu restoran di Passeig de Gràcia sebelum kembali ke hotel tempatnya dulu tinggal. "Kenapa tidak mendukungku hidup sehat? Makanya sekali-sekali kau harus coba mencari pasangan yang berprinsip kuat terhadap drugs," katanya, mengaitkan pasal ia sudah mencoba berhenti menggunakan ganja sejak mengetahui jika Estelle menghindari benda-benda itu, bahkan, dengar-dengar puannya putus dari kekasih sebelumnya cuma karena ketahuan menggunakan ganja.

Ganti bola mata Hoseok yang berputar. "Aku juga sudah pernah melihat yang seperti ini," katanya, sambil menuangkan bir ke gelasnya. "waktu itu tak sampai satu minggu kemudian kau mulai mengumpati Estelle karena membuatmu kesal."

Yoongi tertawa sambil menjentikkan rokok nikotinnya ke asbak. "Waktu itu aku juga tidak berpikir jika akan berhasil mendapatkannya," gumamnya sombong. "Should I buy her a big bucket of roses?"

"Sebutan 'mendapatkannya' dalam kamusmu itu ambigu, Hyung. Lihat sampai mana Estelle menyadari jika dirinya terjebak dalam permainan yang salah." Hoseok bukannya masih tak suka dengan Estelle, sebenarnya memang tidak ada masalah, tapi suka saja menggoda Yoongi jika sedang tertarik dengan seseorang. Hoseok menyebut hubungan Yoongi sebagai 'permainan' juga bukan asal, dia sudah hafal dengan fase-fase percintaan dalam kehidupan bos sekaligus sahabatnya itu.

"Permainan? Jahat sekali bicaramu."

Hoseok mengedikkan bahunya. "Hubungi dulu sana tunanganmu, Hyung. Setidaknya anggap eksistensinya sedikit saja."

Yoongi menghela nafasnya malas. Kemarin Seungwan ikut mengantarnya ke bandara Incheon, tiba-tiba jadi baik sekali setelah pertengkaran mereka dan agenda merajuknya. Seperti menyemangati Yoongi, mengingatkan untuk tidak selingkuh, dan meminta untuk sering mengabarinya. "Dia pikir pertunangan ini betulan, ya?" tanya pria itu sembari melepas cincin dan memasukkannya ke tas karena baru sadar masih mengenakannya di jari manis.

"Memangnya kau pernah mengkonfirmasi jika itu settingan?"

"Bukannya kentara sekali?"

Hoseok berpikir sebentar. "Kukira menjadi lebih serius lagi setelah kalian tinggal bersama seminggu ini."

Diablo [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang