Mata Hyojin menatap nyalang pada situasi di hadapannya. Jantung pemuda itu seolah bisa berhenti kapanpun, karena setiap menit terasa menakutkan. Monitor alat vital di samping tempat tidur mulai menimbulkan suara yang janggal. Sejak semalam kondisi Yonghoon mengalami penurunan. Puncaknya pagi ini ketika dia kembali mengalami kejang setelah muntah-muntah dan nyeri di perutnya kambuh. Yonghoon berusaha menahan sakit dengan mempertahankan posisi tubuhnya sendiri agar tetap berbaring. Hyojin tahu dia sudah ingin sekali turun dari tempat tidurnya dan pergi ke suatu tempat, kemana pun agar dia bisa mengakhiri seluruh rasa sakit yang menjalar. Dia selalu mengiggau sebuah kalimat yang membuat Hyojin merinding cemas. Bahwa dia ingin pergi, seolah memohon pada seseorang untuk membawanya jauh dari omega itu.
"Yonghoon," Hyojin berbisik dari sudut ruangan sambil melihat dua orang perawat dan seorang dokter melakukan resusitasi jantung paru.
Sudah hampir sepuluh menit berlalu, mereka bergantian melakukan tindakan penyelamatan ketika mata Yonghoon terus terpejam dan tidak lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan dalam raga itu. Tangan kanannya menjuntai ke sisi ranjang dan kepalanya terkulai. Tapi dia masih mengernyitkan dahi,seolah jauh dalam dimensi yang lain dia masih bisa merasakan sakit.
Seorang perawat laki-laki naik ke atas ranjang dan menindih tubuh Yonghoon sambil bergantian memompa dada sebelah kiri suaminya. Aritmia di dada Hyojin ikut bersahutan. Ada adrenalin yang deras mengalirkan rasa takut bercampur putus asa. Sambil menahan tangis, dia ikut sesak. Hyojin sendirian menyaksikan semua itu. Apa yang lebih menakutkan?. Tidak ada yang menguatkan, tidak ada yang menenangkan Hyojin dengan kalimat harapan bahwa Yonghoon pasti bisa melewati setiap masa kritis. Pelipis Hyojin berdenyut nyeri seiring dengan air mata yang terus mengalir. Dia berdoa dalam hati meskipun ribut, tidak fokus, tidak bisa ia pahami sendiri apa maksud dari doanya.
"Tuan Yonghoon. Anda bisa dengar saya?" tanya dokter ke dekat telinga Yonghoon.
"Ganti!" perintah perawat yang kelihatan sudah lelah melakukan begging, lalu segera diganti oleh temannya.
"Tuan, bertahan ya. Anda harus kembali bersama kami di sini," dokter itu menempelkan stetoskop ke balik baju Yonghoon dan meraba denyut nadi di pergelangan tangannya. Dia mengintruksikan tindakan lain yang tidak Hyojin mengerti tapi semuanya terlihat begitu mengerikan. Tegang dan mungkin bisa membuat Hyojin ikut mati saking panik.
Hyojin membekap mulut dengan tangan yang sudah begitu dingin dan basah.
Jangan tinggalkan dia, karena setiap waktu sangat berharga. Kita bisa kehilangan dia kapan pun.
Kalimat ibu Yonghoon berdengung pelan di telinganya. Seperti lantunan nasihat yang memang harus aku patuhi.
Aku tidak ingin kehilanganmu sekarang. Beri aku waktu, Yonghoon. Beri kita waktu untuk memperbaiki apa yang sudah terlanjur berserakan. Aku ingin merasakan pelukanmu lebih lama. Keberadaanmu yang sekarang begitu benar-benar memberi kebahagiaan. Aku tidak peduli kalau aku harus selamanya hidup dengan perjuangan berat, asal semua itu kulalui bersama. Bukankah aku tidak pernah kemana-mana selama ini? Aku selalu menunggu kepulanganmu. Jadi kumohon, kembalilah sekarang. Masih banyak yang ingin aku lakukan untuk membahagiakanmu, agar tidak pernah terbesit sedikit pun penyesalan dalam diri kamu karena telah memilihku sebagai seorang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENVISION || YONGHOON 🔞
FanfictionSehimpun cerita Jin Yonghoon dengan mainan-mainan kesukaannya ❤