LOVETHINGS (MORNING RAIN)

19 2 34
                                    

Hari ini tidak banyak kegiatan yang Hyojin lakukan. Selesai melewati jadwal terakhir, dia memutuskan untuk pulang ke apartemen dan beristirahat. Dilihatnya di meja ruang tengah sebuah amplop cokelat besar tergeletak. Saat dibuka isinya adalah formulir kelas internasional.

"Papa kirim form apply nya ke apartemenmu. Coba baca dulu prosedurnya, kalau kamu sudah siap dan memenuhi semua persyaratan, hubungi papa."

Hyojin tertegun menatap setiap baris kalimat dalam kertas itu. Benarkah keberadaan Hyungu sekarang semakin menambah keraguannya? Hyojin tidak mungkin kan mengorbankan kesempatan bagus ini hanya karena dia? Tidak semua orang bisa belajar di luar negeri, apalagi sudah dijamin pekerjaannya setelah kembali dari sana. Walaupun hanya untuk dua tahun. Tapi justru itu pertanyaan terbesar dalam benak Hyojin sekarang. Apakah Hyungu mau lebih lama lagi menunggu?

Suara ponsel Hyojin berbunyi. Di layar muncul panggilan video call dari Hyungu.

"Apa?" tanya Hyojin saat wajahnya yang terlihat seperti baru bangun tidur itu muncul di layar.

"Kamu dimana?"

"Apart."

"Tadi pulang sama siapa?"

Hyojin tidak langsung menjawab. Memilih diam dan tersenyum.

"Hyo, aku tanya." Dia menggosok matanya yang masih terlihat sayu.

Hyojin sandarkan kepala ke bahu sofa dan mengamati wajah itu sambil mencerna perasaan rindu yang kadang-kadang memenuhi dada si omega.

"Kamu dianter Hanbin ya?" dia masih mencecar dengan pertanyaan.

Hyojin menghela napas dan ikut membaringkan tubuh.

"Apa kamu nggak punya pertanyaan lain selain tanya aku pergi sama siapa setiap kali jauh dari kamu?"

Hyungu cemberut, mengembungkan pipinya sambil membetulkan letak bantal.

"Lagian dia temen kamu juga, kenapa harus khawatir?"

"Dia nggak tahu banyak tentang kita."

"So?"

"Dia akan memanfaatkan peluang apapun."

"Hyungu pleaseee," Hyojin memutar bola mata. "Apa aku kelihatan kayak orang yang bakal memberi peluang ke dia?"

"Kamu sering terlalu baik sama orang."

"Aku sama Hanbin Cuma temen," entah mengapa Hyojin begitu menegaskan hal ini. Dia hanya tidak suka kalau Hyungu terus menerus merasa cemburu. Hal yang mungkin selama Hyojin menjadi istri Yonghoon - mati-matian dia menahannya.

"Kita juga awalnya temen."

"Nah itu namanya kepintaran kamu memanfaatkan peluang," tukas Hyojin.

Hyungu terdiam. Akhirnya dia hanya memandangi omeganya.

"Gimana ujian hari ini?" pembahasaan dialihkan.

"Yaaah.. lancar seperti biasa."

"Kamu mau keluar nanti?"

Hyojin mengangkat bahu samar. "Nggak tahu juga, cuacanya dingin banget sih di luar sana. Aku lagi males pergi kemana-mana."

"Oh," gumamnya.

"Kamu kok baru bangun gitu? Nggak ke kampus?" tanya Hyojin penasaran.

Hyojin memang masih belum bisa mengerti soal bidang pekerjaan yang sedang Hyungu tekuni sekarang. Soal perusahaannya yang tidak begitu besar, soal kebebasan dia mengerjakan proyek di kantor atau di rumah. Sebagai orang yang dihadapakan pada kegiatan nyata sehari-hari, Hyojin tidak tahu kalau jaman sekarang beberapa perusahaan membebaskan karyawannya untuk tidak diam di kantor.

ENVISION || YONGHOON 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang