"Mama, bolehkah aku berhenti menjadi seorang aktor? Aku - tidak pernah menyukai dunia ini. Mereka terkadang memperlakukanku seolah aku bukan manusia. Aku tidak boleh salah, aku tidak boleh terlihat jelek dan mengecewakan. Aku tidak pernah meminta apapun pada Mama, tapi sekarang aku ingin menentukan sendiri jalan hidupku."
Yoosung menatap ke arah mata sang ibu dengan dorongan niat dan keberanian yang ia kumpulkan entah sejak kapan. Dongmyeong saat itu tengah menyesap tehnya. Dia langsung menoleh, menatap tajam dan mengeraskan rahang.
"Kau bilang apa, Yoosung ah?" suara ibunya bergetar.
"Berhenti. Aku ingin berhenti, Ma."
"Berhenti?" kepala Dongmyeong miring sedikit. Sebelah alisnya terangkat. "Berhenti kau bilang? Memang apa yang telah kau lakukan sampai kau berpikir untuk berhenti? Aku membesarkanmu susah payah, menjadikanmu orang berharga, membuatmu dihormati karena bakat beraktingmu sebagai salah satu jajaran aktor kelas atas dan kau sekarang bicara seolah-olah semua yang kita lakukan bertahun-tahun ini hanyalah sampah?" suara Dongmyeong seperti hujaman pisau. Menorehkan luka panjang dan menganga di atas permukaan hati Yoosung.
"Kau bahkan hanya mendapatkan satu daesang dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, aku terpaksa mencarikanmu koneksi yang lebih luas agar kau bisa mendapatkan film terbaik. Menurutmu darah dan air mataku ini tidak ada artinya? Menurutmu aku melakukan semua itu tanpa mengorbankan diriku sendiri, Yoosung ah?"
Yoosung mengerjap karena bentakan sang ibu. Wajahnya yang semula merunduk, perlahan terangkat.
"Apa Mama tidak pernah memikirkan perasaan-"
"Jangan bicara soal perasaan," pekik Dongmyeong sambil menunjuk wajah Yoosung. "Kuperingatkan kau Jin Yoosung, jangan-pernah-bicara soal perasaan denganku. Aku sudah membunuh semua perasaan yang tersisa termasuk rasa untuk mengasihani diriku sendiri ketika aku sadar bahwa aku hanya melahirkan seorang omega. Apa kau pernah memikirkan perasaanku, ibumu sendiri, saat aku dihadapkan pada kenyataan bahwa yang akan menjadi leaderpack di rumah ini bukan anakku, tapi si enigma itu? Hah? Perasaan seperti apa yang ingin kau kompromikan denganku, Yoosung ah? Ayahmu hampir tidak pernah peduli dengan apa yang kau lakukan. Sedikitpun dia tidak pernah merasa bangga dengan pencapaianmu lalu sekarang kau begitu mudah mengatakan bahwa kau ingin berhenti? Aku akan bertanya- dimana perasaanmu sekarang? Katakan!!"
Suara Dongmyeong semakin meninggi. Yoosung sampai sulit menelan ludahnya hanya untuk menghadapi sang ibu.
"Mama-"
"Aku tidak pernah ingin mendengar omong kosong ini darimu. Aku tidak berharap anakku sendiri yang akan menghianatiku seperti pecundang. Peraturanku selama ini hanya satu. Kau menjadi face image keluarga. Masih banyak hal yang harus kita capai, aku membawamu sampai ke titik teratas hingga rasanya kakiku sendiri mau patah. Apa kau akan mendorongku begitu saja?"
Yoosung tersentak. Air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan.
"Dengarkan aku Yoosung. Kita sudah kalah telak di rumah ini. Posisimu sama sekali tidak berarti untuk keluarga Jin. Aku hanya bisa mengandalkan penilaian publik tentang dirimu serta image yang kita bangun di dalamnya. Aku sudah hampir gila membuat segala sesuatunya berpihak pada kita. Aku sudah hampir gila karena bertahan di rumah ini sembari melihat kelakuan bejat suamiku. Aku tidak ingin kau menghancurkan apa yang sudah kususun hanya karena kau menginginkan kebebasan yang belum pantas kau miliki."
Yoosung menutup mata. Kata-kata sang ibu seperti bunyi petir yang sejak ia kecil selalu membuatnya ketakutan. Dia dipaksa tidur sendiri di sebuah kamar yang luas. Lalu hujan turun dan petir menyambar-nyambar sampai menggetarkan jendela. Yoosung akan nekat berlari keluar kamar, turun ke lantai dua lalu mengetuki pintu kamar Dongmyeong. Sayangnya tidak pernah ada jawaban dari sana. Sampai Hyojin kemudian muncul dan bergegas menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENVISION || YONGHOON 🔞
FanfictionSehimpun cerita Jin Yonghoon dengan mainan-mainan kesukaannya ❤