Berita kematian mahasiswa bernama Tommy dari FEB, semakin gencar dibicarakan publik. Kini tak hanya ramai diperbincangkan disosial media, tetapi juga televisi. Yang menjadi sorotan adalah alasan Tommy mati, polisi menyimpulkan bahwa Tommy overdosis karena terlalu banyak menelan obat tidur di kamar kosannya.
Sedangkan menurut beberapa sumber, teman-teman dekat Tommy, mengatakan bahwa Tommy tidak pernah mengeluh memiliki gangguan tidur sama sekali. Tommy juga termasuk orang yang mudah tidur dan hidupnya cukup sehat, ia hanya tidur larut malam sesekali jika ada tugas atau acara dengan teman-temannya. Jadi kemungkinan obat tidur itu bukan miliknya.
Ditambah gosip bahwa Tommy anak dari selingkuhan Papanya, membuat orang-orang berspekulasi bahwa mungkin Tommy tidak mati akibat overdosis, melainkan sengaja dibunuh melalui obat tersebut. Meski pelakunya tidak bisa dipastikan berasal dari keluarga Tommy sendiri.
Dan hari ini polisi tidak langsung menutup kasusnya, polisi mengungkapkan kembali bahwa ada bukti baru yang bisa menguatkan alasan berakhirnya hidup Tommy. Ada luka sayatan di dada Tommy yang memudar, yang baru ditangkap oleh penglihatan para penanggung jawab kasus itu.
"Dia nggak overdosis, gue yakin." Daniella bicara, tak sadar melempar tatapan pada Floryn yang hanya diam.
"Lo mau terus bahas ini?" tanya Chiara, lelah. Lagipula mereka tak kenal Tommy, untuk apa terus dibahas. Ya, meskipun Tommy mengenal Floryn, tetapi Floryn pun tak ada sangkut pautnya dengan ini semua.
"Ini ramai banget diluar sana, lo nggak tertarik?" Daniella menatap Chiara tak percaya.
"Kapan si berita tentang UNSAYA nggak ramai?" kali ini Belinda ikut bicara. "So, mending nggak usah dilebih-lebihin. Mau dia mati overdosis, mau nggak, nggak ngaruh apa-apa ke kita."
"Kasus kematian di kampus kita udah sering terjadi, jauh sebelum kita kuliah disini. Jadi ini bukan yang pertama, seminggu kemudian berita kayak gini akan cepat lenyap," Belinda menambahkan.
"Bahkan nggak nyampe seminggu," balas Chiara.
Daniella menatap kesal pada teman-temannya. Ia tahu bahwa yang dikatakan teman-temannya benar, tetapi entah kenapa Daniella menaruh rasa penasaran pada kasus ini. Terlebih Tommy terlihat seperti mahasiswa normal yang hidupnya kelewat sehat, tidak pernah membuat masalah dan teratur. Sayang sekali nyawanya pergi begitu saja.
"Apa yang lo pikirin, Ryn?" todong Daniella tiba-tiba, melihat Floryn belum mengeluarkan suaranya. Wajahnya tak menampilkan ekspresi apa-apa.
Floryn sama sekali tak berkomentar.
"Lo yang terakhir kali ketemu dia dua hari yang lalu, di gedung FEB, naik lift yang sama."
Chiara yang justru terpancing. "Maksud lo apa ngomong gitu? Kita ketemu banyak orang, dan kalau besoknya orang itu mati, apa itu jadi salah kita? Nggak kan, jadi stop, Dan. Lama-lama lo bikin gue marah."
Ini yang tak Floryn suka dari berteman. Floryn benci drama. "Gue yang mestinya nanya itu. Apa yang lo pikirin tentang gue, Dan?"
Belinda yang mencoba netral saja, mulai menghakimi. "Secara nggak langsung lo nuduh Floryn, Dan."
Daniella tak terima disudutkan seperti ini, dengan wajah yang sekeras batu itu ia melenggang pergi. Daniella hanya menyampaikan apa yang mengganggu pikirannya, bukan bermaksud menyalahkan apalagi menuduh Floryn.
KAMU SEDANG MEMBACA
TACHYCARDIA
Romance"Lo nggak mau naik level dari babu jadi pacar gue gitu?" "Ogah." Kala benci menjadi sesuatu yang dinanti, amarah yang bertukar dengan rasa nyaman, keinginan untuk bersama lebih banyak dibanding yang dipikirkan. Raga yang terikat dengan cinta tidak b...