38 | intentional accident

1.1K 98 40
                                    

notes; fren, ada yang tau ga, kalo gabisa tambahin gambar ke sini kenapa? dari semalem gabisa tau, sedih bgt :(

selamat membaca, kalo ga rapi maaf ya, gada sekat gambar jg karena gatau gabisa terus. hm.

✰✰✰

38. intentional accident

"Floryn tahu, Bang." suara Zello begitu lemah, pelan, tak bertenaga.

"Tahu apa? Raganta? Bukannya bagus," sahut Heksa santai. Ia tidak mengerti kenapa Zello harus sefrustasi itu. "Ayah Alka bahkan mendadak ngasih keringanan buat lo gabung ke perusahaan di semester akhir nanti. Harusnya senang lo," sambungnya.

Benar, tiba-tiba Ayahnya mengubah keputusannya, agar Zello tak perlu bergabung ke perusahaan dalam waktu dekat. Ayahnya memberi waktu penuh sampai setidaknya Zello siap. "Mungkin Floryn yang minta?" tebak Zello, tak yakin.

"Pengaruh cewek lo berarti hebat juga," komentar Heksa, sama sekali tak menghentikan aktivitasnya yang tengah melihat-lihat laporan pekerjaannya.

Zello mengangguk saja membenarkan. Matanya melirik pada jam yang sebentar lagi menunjukkan pukul tiga sore, dimana ia harus menjemput Floryn yang sedang bermain diluar dengan Chiara dan Belinda.

"Kapan masuk kuliah lo?" tanya Heksa.

"Seminggu lagi kali." Zello juga tak ingat.

"Cuma sebulan lo dikasih libur semester?" Heksa terheran.

Kurang lebih, memang segitu, tetapi itu karena dipotong ujian praktek atau lisan biasanya, jadi terasa sebentar jatah liburnya. "UNSAYA pelit, Bang. Sebulan aja udah sujud syukur mahasiswa kita mah, terlalu banyak agenda sampai ngasih libur tu udah kaya pemerintah yang mau ngasih dana ke masyarakat, susah banget."

Heksa tergelak. "Ada untungnya gue kuliah nggak didalam negeri," ujarnya lagi.

"Justru seru, Bang. Kuliah disini. Jadi warga Indonesia sejati, nongkrongnya aja ditempat lokal, makannya padang sama nasgor yang buka sampai tengah malam. Anjeng, seru banget. Apalagi denger jokes bapak-bapak, beuh! Seru abis, lo pokoknya nyesel nggak pernah nyobain."

Sembari mencebik, Heksa mengedikkan bahunya, tak acuh. "Nggak nyesel tu, diluar lebih seru."

Mereka akan terus membahas hal yang penting sampai tidak penting, kalau saja suara dari dering ponsel Zello tidak terdengar. Nama Chiara tertera dilayar. Zello mengernyit, lantas menjawab panggilan tersebut. "Apaan, Chi?"

"Anj—"

"Lo nelepon gue cuma buat ngumpat?"

"Serius, ini.. argh! Posisi lo dimana? Cepetan ke sini!" suara Chiara terdengar panik.

"Ngomong yang jelas, setan!" Zello mendadak tak enak perasaannya. "Floryn mana, kenapa lo yang telepon gue?" tanya Zello akhirnya, ia jelas tak kalah panik, apalagi Chiara yang terdengar seperti bergetar lewat suaranya.

"Floryn," ada jeda yang makin membuat jantung Zello berdetak abnormal. "Cepet ke sini. Floryn ketabrak mobil, keadaannya—"

Zello tak bisa mendengar lebih banyak lagi, rasa panik sudah menyerangnya, ia bahkan tak sempat pamit pada Heksa dan langsung berlari menuju mobilnya.

Rumah sakit milik Grandpa-nya itu kembali Zello datangi, dengan wajah merah padam, kedua tangan mengepal, detak jantung yang menggila. Ia sungguh tak menyukai perasaan ini, perasaan takut dimana itu menyangkut seseorang yang penting dihidupnya.

Matanya menangkap Belinda yang berdiri sendirian diluar pintu ruang rawat dengan wajah tertunduk lesu. "Mana cewek gue?!" teriak Zello, mengundang banyak pasang mata di koridor ruang rawat.

TACHYCARDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang