32 | just a parasite

1.2K 119 44
                                    

notes; heii, siapa yang nungguin update-an cerita ini? selamat membaca, enjoy fren!

notes; heii, siapa yang nungguin update-an cerita ini? selamat membaca, enjoy fren!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

32. just a parasite

Floryn melempar banyak tanya, tetapi tak ada satupun dari pertanyaanya yang dijawab. "Zello—"

"Can you shut up, sit down and just obey me?"

Kalimat dengan intonasi yang tak enak didengar itu berhasil membungkam diri Floryn. Bukankah wajar Floryn bertanya saat rasa bingungnya tak terjawab? Floryn hanya bertanya, Zello akan membawanya kemana, tetapi Zello terus saja menutup mulutnya dan sekalinya bicara malah sengaja ditinggikan.

Sungguh, Floryn seperti tak mengenali Zello yang saat ini bersamanya. Nada bicaranya, tingkah lakunya, bahkan raut wajahnya yang biasa memandang Floryn penuh kelembutan kini tak lebih dari seseorang yang dipenuhi amarah mendalam.

Mobil Zello memasuki kawasan rumah sakit terbesar di kota, pemiliknya Grandpa dari Zello sendiri, Rhod Antrasena. "Kita mau jenguk siapa? Siapa yang sakit?"

Jangan harap Zello akan menjawab, melirik Floryn saja seperti enggan, membuat Floryn mau tak mau juga menutup mulutnya rapat-rapat dan mengikuti saja kemana Zello melangkah.

Zello memasuki sebuah kamar rawat, dimana ada satu bed untuk satu pasien yang tengah digantikan cairan infusnya. Pasien itu tampak tersenyum cerah saat mendapati Zello yang datang. "Hai, aku kayak mimpi kamu mau jenguk aku ke sini." katanya, dengan raut kagum yang terarah pada Zello terang-terangan.

Tak ada balasan dari Zello, wajahnya tetap datar, bahkan saat memberikan parsel buah yang dibawanya pada Mama dari sang pasien. "Makasih sudah mau repot-repot, Nak Zello. Duduk, Nak. Ajak teman kamu juga masuk, sini." tunjuk sopan Mama dari pasien itu, pada Floryn yang masih berdiri bak patung selamat datang didekat pintu.

Mata Zello memicing. "Ini pacar saya," ralatnya, membuat suasana mendadak hening.

Lalu wanita yang baru saja menerima parsel buah itu langsung mencoba mencairkan lagi. "Ah, iya. Masuk, Nak. Makasih sudah ikut jenguk Josefina ke sini."

Floryn tersenyum kaku, langkahnya yang pelan itu ragu-ragu masuk, ekor matanya bisa melihat tatapan tak bersahabat dari Josefina yang kini sedang setengah berbaring di bed.

Mama Josefina tampak buru-buru menghidangkan minuman dan makanan ringan setelah Zello dan Floryn duduk di sofa yang ada di ruangan, lalu pamit keluar untuk mengurus beberapa hal. "Saya tinggal sebentar ya, Nak. Tolong jaga anak saya," katanya sebelum pergi.

Setelahnya suasana kembali hening seharusnya, karena Zello dan Floryn juga sedang perang dingin—ralat, Zello yang dingin. Namun suara Josefina yang lembut itu kembali terdengar memenuhi ruangan. "Thanks, loh. Udah mau pakai waktu libur kamu buat jenguk aku ke sini." sekilas Zello mengangguk, saat itu pula Floryn buang pandang.

"Selepas ujian, kamu nggak ada rencana liburan?" Josefina bertanya riang.

Tentu pertanyaan itu tertuju untuk Zello, bukan Floryn yang seolah hanya dijadikan pajangan hidup di ruangan itu. "Nanti," singkat Zello.

TACHYCARDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang