"Kamu pacaran sama Zello?"
Floryn yang ikut menghias kue kering di dapur kediaman Antrasena bersama bundanya Zello itu mengangguk kaku. "Dia yang maksa, Bunda." jelas Floryn, tak ingin Beryl salah paham.
Namun justru ekspresi Beryl diluar prediksi, Beryl tampak senang dan sesekali memeluk Floryn sayang. "Sama Zello terus, ya? Jangan tinggalin anak Bunda yang satu itu."
"Aku juga anak Bunda," balas Floryn, yang diangguki Beryl. Floryn mengamati hiasan krim di loyang kue milik Beryl yang hasilnya lebih rapi. Ah, Floryn memang tidak ada bakat.
"Kalian anak Bunda, harus baik-baik terus, kurangin berantemnya."
Floryn terkekeh, kali ini lebih dulu memberi pelukan pada Beryl. "Makasih, Bunda." entah kenapa Floryn hanya merasa harus menyampaikan itu.
"Bunda yang makasih, sayang." dengan Floryn yang sabar menghadapi Zello tanpa berniat pergi saja, sudah sebuah berkah di hidup Beryl dan anak pertamanya.
"No, aku yang makasih banget. Karena Bunda, Floryn jadi tahu gimana rasanya punya sosok ibu."
Beryl tersenyum tulus. "Sudah tugas Bunda, kamu kan anak perempuan Bunda yang manis. Yang selalu mau dikuncir kuda atau di tali kepang, agak cengeng tapi nggak apa-apa Bunda sayang kamu."
"Bunda," sahut Floryn kesal.
Beryl senang menggoda Floryn, mengingatkan masa-masa dulu. "Kamu nggak tahu kalau sifat kamu waktu kecil selalu berhasil menarik perhatian Zello. Anak itu panik tiap kamu nangis, mulutnya pedas tapi sebenarnya hatinya peduli."
"Dia panik karena takut dimarahin Bunda," tukas Floryn.
"Kamu tahu nggak dulu Bunda ngidam apa pas hamil Zello?"
"Apa, Bunda?" Floryn jadi penasaran, pasalnya Zello sangat ajaib.
Belum bicara saja Beryl sudah tertawa, lucu sekali jika diingat-ingat. "Bunda ngidam mau cium Xenon, temennya Alka."
Floryn tak menahan tawanya. "Itu konyol banget, aku ngebayangin muka Om Alkana."
"Iya, dia marah banget." keduanya sangat menikmati momen berbincang sambil bergurau bersama, sampai tak menyadari yang sedang bicarakan sudah menampakkan diri di dapur.
"Apa kabar, Ryn?"
Floryn memaksakan senyumnya, agak canggung. "Baik, Om. Kalau Om gimana, lagi sibuk banget kayaknya?"
Alkana meraih Beryl untuk dibawa ke sisinya, membentang jarak dengan Floryn. "Iya, tapi semua aman. Oh ya, kenapa kamu panggil istri saya Bunda sedangkan ke saya Om, Ryn? Saya tidak dianggap kah?"
Floryn makin gugup setengah mati, beruntungnya Beryl membuat suasana cair. "Kamu ni, jangan gitu dong, Alka. Malu tu anaknya."
"Maaf, Om. Kalau panggil Ayah memang boleh?" mungkin jika ditolak, Floryn akan menyesali seumur hidup perkataannya barusan.
"Selagi kamu bisa membuat Zello tetap waras, kenapa tidak?" Alkana mengedikkan bahunya, seperti sengaja membuat Floryn kepikiran.
"Alka," tegur Beryl.
"Apa sayang?"
Floryn tersenyum melihat interaksi keduanya. "Ah, maaf Om sepertinya untuk yang satu itu agak sulit."
Semua tertawa, tak menyangka dengan jawaban Floryn. "Ya, anak itu memang luar biasa, diluar dugaan." Alkana menyetujui. "Boleh, Floryn. Panggil Ayah saja, sama seperti Zello."
Beryl tersenyum melihatnya. "Mungkin dia anak Xenon bukan anak kamu, Alka."
Alkana tentu tidak terima. "Aku yang buat, nggak usah mancing kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TACHYCARDIA
عاطفية"Lo nggak mau naik level dari babu jadi pacar gue gitu?" "Ogah." Kala benci menjadi sesuatu yang dinanti, amarah yang bertukar dengan rasa nyaman, keinginan untuk bersama lebih banyak dibanding yang dipikirkan. Raga yang terikat dengan cinta tidak b...