39 | elio's intelligence

1.1K 90 34
                                    

rate cerita ini dari 1 - 10
dari kalian berapa?

rate cerita ini dari 1 - 10dari kalian berapa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

39. Elio's Intelligence

Zello setia menemani Floryn yang pagi ini kembali harus diganti perban oleh perawat yang berjaga, beruntungnya luka di kepala Floryn sudah mengering setelah tiga kali ganti perban dan juga tak ada yang mesti dikhawatirkan dari banyaknya goresan di tangan dan kaki Floryn.

Kabar baiknya, besok Floryn sudah dibolehkan pulang. Nanti siang dokter penanggung jawab akan mengecek berkala untuk memastikan kondisi Floryn sebelum benar-benar dipulangkan.

"Kenapa?" mata Zello memicing saat tatapan Floryn begitu sendu memandangnya.

"Kalau aku potong rambut jadi pendek, gimana?" tanyanya, yang padahal percuma dengan atau tanpa meminta izin pun, Zello tak akan pernah mendengarkan. Zello melakukan semaunya untuk Floryn. Semaunya. Bukan semuanya.

Rambut Floryn memang rontok cukup parah, ditambah perban yang melilit kepalanya membuat helaian rambut Floryn sedikit rusak dan susah untuk dirawat. Namun pilihan untuk memangkas rambut bukanlah pilihan yang benar. Zello tak langsung menjawab, mengamati kepala Floryn sejenak, memperkirakan. "Nanti kalau perbannya udah bisa dilepas, kita ke salon."

Floryn memaksakan senyumnya. Bahkan untuk memutuskan potongan rambut saja Zello tak bisa dengan mudah mengiyakan, padahal itu hak Floryn penuh. "Kamu nggak suka aku rambut pendek?"

"Bukan, sayang aja rambut kamu, manjanginnya kan lama." Zello memberi alasan.

"Oke, besok aku udah bisa pulang kan?"

Zello mengangguk. "Bunda pulang dinas malam mau ke sini, kamu mau aku lap sekarang? Aku siapin airnya."

Beberapa hari ini, Zello yang memandikan Floryn dua hari sekali tanpa bantuan siapapun, begitu telaten dan perhatian membasuh tubuh Floryn dengan kain lap karena belum bisa ke kamar mandi selain untuk kebutuhan buang air. Kepala Floryn juga tidak bisa terkena air karena adanya perban, alhasil Zello harus berhati-hati saat membasuh wajah Floryn dengan air.

"Tunggu Bunda aja," jawab Floryn. "Tadi kenapa nggak pas ganti perban aja sekalian aku mandi?" sambungnya bertanya.

"Beda jadwal, yang gantiin perban kamu tadi perawat jaga malam, yang pagi belum datang. Lagian aku nggak mau tubuh terbuka kamu dilihat siapapun."

Floryn menghela napas berat. "Mereka perawat, Ze. Udah tugasnya."

"Rumah sakit ini punya Antrasena, jadi aku bebas," tandas Zello. Tak ada pembelaan lagi dari Floryn. Floryn tahu, ia kalah, tetapi ia tak gampang menyerah.

"Mungkin pagi ini aku udah bisa jalan ke kamar mandi sendiri, Ze. Aku mulai pulih. Boleh nggak kalau—"

"Dan ngebiarin kemungkinan kamu jatuh di kamar mandi karena lantai licin? No. Aku siapin dulu airnya, kamu tunggu." Zello kemudian langsung berlalu membawa baskom kecil dengan kain lap yang akan digunakan ke kamar mandi yang ada di ruang rawat.

TACHYCARDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang