Mati-matian Floryn menghindari Zello, dimanapun. Terutama di kampus. Floryn sampai memblokir nomor Zello agar mereka semakin tak ada komunikasi apalagi interaksi. Floryn juga banyak berdiam diri di ruang kelas sekalipun kelasnya sudah berakhir setengah jam yang lalu. Semata-mata karena Floryn canggung. Floryn canggung kalau harus bertemu Zello setelah kejadian kemarin, Zello menciumnya.
"Ryn, suer dianya maksa. Maafin gue dong," bujuk Chiara untuk yang kesekian kali. Chiara sampai rela datang lebih awal ke kampus hanya untuk meminta maaf langsung pada Floryn padahal kelasnya dimulainya masih lama.
"Gue nggak jadi tinggal di apart lo deh kalau gini," putus Floryn meski tak rela. Namun demi hidup tentramnya ia lebih baik menetap kembali di lingkungan sempit dan lembab, dibanding harus diganggu setan berwujud manusia menyebalkan itu.
Chiara yang juga tak rela berteriak, "Apaan si. Nggak, lo tetep tinggal di apart dong. Barang-barang lo mau dipindahin hari ini kan? Gue suruh orang buat mindahin, biar lo nggak repot."
Entah apa yang dipikirkan Chiara saat memberikan akses apartemennya pada bajingan seperti Zello yang notabenenya tidak dekat dengannya. "Nggak usah, gue tetep sama keputusan gue."
"Floryn!" Chiara salah besar jika berpikir sifat pantang menyerahnya itu bisa meluluhkan Floryn, nyatanya Floryn itu lebih batu dari yang semua orang bayangkan.
Chiara berkacak pinggang dihadapan Floryn. "Emangnya kenapa si lo semarah ini? Bukannya lo temenan sama Zello, jadi nggak apa-apa dong kalau dia datengin lo. Jangan ngambek ke gue!"
Pernyataan dari mana itu. Ngarang. "Dia bukan temen gue," tandas Floryn.
"Kalau bukan temen ngapain dia nungguin lo dari tadi diluar?"
Sesaat Floryn beranjak dari duduknya, melebarkan matanya. "Maksud lo?"
"Sebelum gue ke sini, dia udah ada didepan ruangan. Ngapain lagi coba selain nungguin lo keluar dari sini. Hampir satu jam." Zello memang gila.
"Nggak tahu kalau sekarang orangnya udah pergi atau masih disana," ujarnya sembari mengedikkan bahunya, lalu menarik Floryn keluar untuk melihat.
"Tuh kan masih ada," saat itulah tatapan Floryn dan Zello bertemu. Tatapan yang bertolak belakang. Yang satu berbinar, satunya panik bukan main.
Floryn berniat untuk kabur dari sana, tetapi dengan cepat dihalangi Chiara. "Nggak usah main kucing-kucingan, sana temuin. Ntar kalau udah baikan, lo tetep harus tinggal di apart gue, ya? Babay!"
Rasanya Floryn ingin merontokkan semua helaian rambut Chiara yang sok tahu, sok pahlawan itu. Dia pikir Floryn dan Zello punya hubungan seperti apa coba, dan catat, tidak akan ada aksi damai diantara Zello dan Floryn. Karena mereka memang bukan teman.
"Blo, buka blokirannya. Sengaja banget lo," kalimat itu sudah menjadi awal pembuka pertemuan yang diinginkan sepihak itu.
"Sana lo, pengen muntah gue liat muka lo." dan mereka dengan mudah kembali berdebat, Chiara salah kalau mengira mereka akan berbaikan.
"Lo nggak ngehargain effort gue yang udah nungguin lo sejam disini?" wajah memelasnya itu benar-benar minta ditonjok.
"Siapa suruh?!"
Zello berjalan mendekat. Mahasiswa disekitar pasti mulai penasaran dan menaruh rasa curiga pada hubungan keduanya. Dengan Zello yang datang ke gedung FISIP, tetapi yang ingin ditemui malah bersembunyi. "Gue kayak lagi bujuk pacar gue yang lagi ngambek dan nggak mau ketemu gue sampai blokir nomor gue, Blo."
"Dih, kejauhan lo mikirnya."
Kerongkongan Floryn tercekat saat dengan santainya Zello merangkul bahu Floryn. "Ini area kampus!" Floryn mencoba mengingatkan, tetapi bukan Zello namanya kalau patuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
TACHYCARDIA
Romance"Lo nggak mau naik level dari babu jadi pacar gue gitu?" "Ogah." Kala benci menjadi sesuatu yang dinanti, amarah yang bertukar dengan rasa nyaman, keinginan untuk bersama lebih banyak dibanding yang dipikirkan. Raga yang terikat dengan cinta tidak b...