Bab 6

6.2K 654 147
                                    

Selamat Membaca

Sebelumnya makasih ya kemarin udah sampai target komentarnya, dan maaf baru bisa upload siang ini.








Sudah beberapa menit berlalu, dan yang Semesta lakukan setelah kepulangan Yuan tadi hanya berdiri di depan kamar Jena. Diam tanpa melakukan apapun di sana. Ia kebingungan. Semesta ingin bicara, namun lelaki itu bingung mengawalinya dari mana. Ibu, Tiara, dan Bio, masih belum pulang. Ini waktu yang tepat, namun ...

Lelaki itu melangkah ke belakang begitu pintu kamar Jena dibuka. Keduanya saling bertukar tatapan, sebelum Jena memberikan Semesta senyuman tipis, "Mas Esta butuh sesuatu?" tanyanya yang dijawab gelengan pelan oleh lelaki itu.

Jena mengangguk, gadis itu hendak berjalan menjauh, sebelum lengannya ditarik oleh Semesta. Ia menoleh, menatap Semesta yang tampak hendak mengatakan sesuatu ...

"Kamu marah?" tanya lelaki itu yang membuat Jena diam. "Tadi siang, apa yang kamu lihat antara aku dan Sania. Kamu marah, Na?" ulangnya lebih jelas.

"Aku punya hak apa untuk marah, Mas?" tanya Jena balik dengan senyuman tipis. Ia sudah banyak menangis, dan sejujurnya gadis itu juga sama bingungnya. Kenapa ia harus seterluka ini hanya karena melihat Semesta dan Sania berciuman?

Sejak awal, tidak pernah ada ikatan pasti antara Semesta dan Jena. Mereka hanya terus berjalan bersama tanpa memperjelas apa nama hubungan ini. Jadi, jika di pertengahan jalan salah satu dari mereka menemukan rumah yang lebih bisa memberikan rasa nyaman, maka tidak ada yang boleh disalahkan untuk itu.

"Tadi ... aku cuman sedikit kaget," ujar Jena. "Maaf ya, reaksiku tadi berlebihan ya untuk Mas Esta?"

Semesta diam, menatap lurus ke kedua mata Jena, dan yang ia lihat hanya ketenangan di balik tatapan gadis itu. Lalu, entah kenapa Semesta tidak menyukainya. Harusnya Jena cemburu. Harusnya Jena marah dan mempermasalahkan hal itu. Kenapa gadis itu malah terlihat baik-baik saja?

"Benar nggak apa-apa, Na?"

Lagi-lagi Jena mengangguk sembari tersenyum tipis, "Aku senang kalau Mas Esta juga senang."

Jena mungkin layak diberikan penghargaan setinggi-tingginya untuk aktingnya malam ini. Hanya Yuan yang tahu betapa kencangnya tangisnya tadi ketika berada di mobil lelaki itu. Bagaimana sakitnya isakannya ketika menyadari jika Semesta bisa begitu mencintai gadis lain dengan begitu besarnya. Dan, kini di depan Semesta, Jena hanya terus memberikan senyuman tipis dan meyakinkan jika dia baik-baik saja.

Semesta adalah definisi luka yang ingin terus Jena pelihara.

***

Kabar jika Jena diperebutkan oleh Semesta dan Yuan mendadak ramai dibicarakan di kampus. Tiga jurusan, manajemen, hukum, dan teknik sipil, semuanya sibuk membicarakannya. Jika Jena adalah gadis paling berprestasi di jurusan manajemen. Maka Semesta dikenal sebagai cowok paling populer di jurusan hukum. Sedangkan Yuan, tidak mungkin anak teknik tidak mengenalnya, Yuan adalah ketua HIMA di jurusan teknik. Jadi, tentu saja ketiganya menjadi topik yang menyenangkan untuk dibicarakan.

Mas Yuan : Aku tunggu di warung Mang Acep ya, Na.

Mas Yuan : Mau nitip sesuatu buat Ibu.

Jena sebenarnya enggan, ia risih dengan siulan menggoda yang diberikan para cowok di sana. Namun, Yuan baik, dan ia juga selalu memperlakukan Ibu dengan baik. Jena tidak pernah mampu menolak keinginannya.

SEMESTANYA JENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang