Bab 37

3.9K 381 58
                                    

Selamat Membaca







Pemandangan di meja makan pagi ini sedikit berbeda. Jika biasanya Tiara akan menunggu Jena selesai memasak dengan senyuman lebar, namun kali ini gadis itu menatap Semesta dengan mata menyipit kesal. Ia bahagia karena Semesta dan Jena semakin terlihat dekat, tapi gadis itu merasa jika Semesta akan mengambil Jena dari dirinya.

"Kenapa, sih?" tanya Jena yang baru saja menyajikan buah potong di meja, menatap Semesta dan Tiara yang saling memberikan pelototan.

Tiara mengembuskan napas kesal, sebelum menatap Jena dengan merajuk, "Pokoknya malam ini, Mbak Jena harus tidur sama aku. Di kamarku. Titik. Aku nggak menerima penolakan."

Mendengarnya, Semesta mencibirnya pelan, "Egois."

"Apa?" tanya Tiara galak yang membuat Bio yang baru saja meletakkan ayam saus tiram itu terkekeh pelan.

"Katanya mau Mas Esta memenangkan Mbak Jena, baru ditinggal tidur sekamar aja udah semarah ini," kata Bio yang membuat Tiara menatapnya dengan wajah cemberut.

"Mas Esta itu membahayakan, kalau Mbak Jena di apa-apain, gimana?"

"Udah telanjur di apa-apain," celetuk Semesta yang membuat Jene melotot terkejut sembari menepuk keras pundaknya, dan sesaat kemudian tangis Tiara terdengar keras. Gadis itu benar-benar kembali menjadi adik kecil setelah Jena kembali.

*

Siang ini, karena bingung hendak melakukan apa, Jena memilih kembali belajar memasak dan mengirim masakannya secara langsung kepada Semesta ke kantornya. Gadis itu sudah lebih dulu menghubungi Zahid, dan mengkonfirmasi kalau Semesta memang tengah berada di kantor.

"Dari tadi Bapak wajahnya murung terus, Mbak," adu Zahid yang menjemput Jena di lobi kantor.

"Kenapa? Kerjaannya tambah banyak, ya?" tanya Jena yang dijawab gelengan oleh Zahid.

"Galau karena besok Mbak Jena mau balik ke Bandung, tapi Bapak malah harus ke Jepang."

Jena tertawa mendengarnya, "Ini makanya aku sogok pakai makanan, supaya nggak tantrum pas ditinggal besok," katanya yang disambut tawa oleh Zahid.

Keduanya keluar dari lift bersama, berjalan menuju ruangan Semesta yang kini menempati ruangan Papa di lantai paling atas. Jena memberikan kotak kecil yang ia bawa kepada Zahid, sebelum mengambil alih kotak yang lebih besar yang sejak tadi dibawakan oleh sekretaris pribadi Semesta itu.

"Aku nggak menjamin rasanya bakal enak. Tapi, kalau beneran nggak bisa, jangan dilepehin aja," ujar Jena yang disambut tawa oleh Zahid.

"Makasih, Mbak."

Jena tersenyum, ia mengetuk pintu ruang kerja Semesta, sebelum mendengar seruan dari dalam sana yang menyuruhnya masuk. Gadis itu membuka pintu, melihat Semesta yang tampak sibuk dibalik meja kerjanya.

Ia berjalan mendekat, meletakkan kotak bekalnya di meja, sebelum berjalan semakin mendekat menuju meja kerja milik Semesta. Lelaki itu belum juga mendongak, ia benar-benar tampak sangat serius dengan kertas dan bullpen di tangannya.

"Hid, saya udah pernah minta laporan keuangan dari pabrik air mineral yang ada di Bandung belum? Dari tadi saya cari datanya belum ada. Coba kamu minta ke bagian keuangan untuk—" Lelaki itu berjengit dan menoleh terkejut begitu merasakan usapan lembut di pundaknya.

"Na." Ia tampak terkejut, namun sesaat kemudian Semesta meraih tangan Jena, memberikan kecupan lembut di punggung tangannya sebelum tersenyum mendongak menatap gadis cantiknya itu. "Kenapa nggak bilang kalau mau datang?"

"Kejutan." Jena memberikan usapan lembut di rambut tebal lelaki itu. "Aku masak tadi, tapi nggak tahu rasanya kayak gimana. Mau Cobain?"

Anggukan kuat Semesta berikan kepada Jena, namun setelahnya lelaki itu menarik lembut tangan Jena yang membuat tubuh gadis itu jatuh ke pangkuannya. Tangannya melingkar di perut Jena, sebelum bibirnya memberikan kecupan lembut di lengan gadis itu yang terlapisi kaus panjang itu.

"Nanti pulangnya bareng aku, mau?"

"Nunggu kamu pulang gitu, Mas?"

"Iya." Semesta memejamkan mata sembari menyandarkan kepalanya di lengan Jena. "Nggak mau, ya? Nggak sampai malam kok, Na. Cuman sampai jam lima sore."

"Iya, aku temenin. Bilang dulu ke Tiara, ya."

Kali ini lelaki itu mengembuskan napas berat, "Jadi kayak rebutan sama Tiara. Dia nyebelin banget sekarang."

Jena tertawa mendengarnya, "Yaudah nanti biar aku yang bilang sama dia. Sekarang kamu makan dulu." Ia bangkit berdiri, menarik tangan Semesta untuk berjalan menuju sofa yang ada di ruangannya.

Jena membuka kotak bekalnya dengan antusias, "Ada bakwan jagung, tempe goreng, ikan goreng, sambal, sama lalapan." Ia menatap Semesta dengan senyuman lebar, "Mau aku suapin enggak?"

"Boleh."

"Enak?" tanya gadis itu setelah menyuapi Semesta yang dijawab lelaki itu dengan anggukan pelan. "Sambalnya nggak ke asinan, kan?"

Lelaki itu menggeleng, ia mengusal lembut pipi Jena, "Udah kayak masakannya Ibu, nih. Apa kita buka restoran aja di Bandung?" tanyanya yang disambut Jena dengan tawa keras.

Sedangkan di luar sana, Zahid juga tengah memakan masakan Jena sembari mendengarkan percakapan keduanya. Namun, baru sesuap, ia menggeleng pelan. "Masih asin, enak di mananya," katanya sembari menatap ke dalam ruangan Semesta dengan kerutan bingung.

*

Yuan menuju ruangan Semesta pukul empat sore, setelah sejak pagi tadi terus berkeliling ke pabrik-pabrik milik Papa. Zahid menyambutnya, mengatakan jika Semesta tengah berada di dalam sejak siang tadi bersama dengan Jena.

"Gue ganggu banget, nih?"

Semesta menoleh ke pintu masuk, "Masuk," katanya.

Yuan berjalan masuk, duduk di sofa tunggal sembari memerhatikan Jena yang tengah terlelap di paha Semesta. Tatapnya mengarah lurus kepada wajah damai Jena, sebelum pandangannya tertutup karena Semesta menutupi wajah Jena menggunakan telapak tangannya.

"Dia punya gue," ucap Semesta ketus yang membuat Yuan tertawa pelan.

"Belum official, kan?"

"Secepatnya," jawab lelaki itu terdengar sombong.

"Dari yang gue dengar, Jena udah anggap Pak Hasyim seperti orangtuanya sendiri. Jadi, seberapa besar percaya diri lo menghadapi beliau?" 





Beneran sampai ke pernikahan atau enggak nih gaiss? Harapan kalian apa untuk pasangan kesayangan kita iniii wkwk

Thank you.

Follow ig, wattpad, karyakarsa, tiktok : Rizcaca21

SEMESTANYA JENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang