Selamat Membaca
"Aku dengar kamu juga semakin dekat dengan Yuan, teman-temannya bahkan menerima kamu dengan baik, selamat ya, Na."
Perkataan Semesta bagaikan music yang terus diputar di kepala Jena. Setelah bertemu dengan tatapan milik Semesta, setelah sebulan selalu tidak berani menatap langsung ke wajah lelaki itu, semalam adalah kali pertama mereka berbicara dan menatap wajah satu sama lain. Dan ... Jena merindukannya. Ia merindukan kedekatan mereka, namun ia tidak mau kembali jika Semesta masih belum bisa memberikan kepastian apapun mengenai hubungan mereka.
"Na, Jena, hustt ..."
Tersadar dari lamunannya, Jena duduk tegap begitu dosen di depannya menatapnya lurus. Ia melirik teman-temannya dan mendesah pelan, sudah berapa lama ia melamun begini?
"Tolong ulangi penjelasan saya di depan, Jenaya. Kamu terlalu pendiam hari ini," kata Dosen itu yang membuat Jena mau tidak mau bangkit berdiri, dan maju ke depan. Nyatanya sesibuk apapun tubuhnya, kepalanya tetap memikirkan Semesta dan nasib hubungan mereka sekarang.
*
Tidak jauh berbeda dengan Jena, Semesta juga merasakan hal yang sama. Sejak tadi, meski Elisa duduk di depannya, pikirannya terus terbayang-bayang wajah Jena. Tatapannya malam itu terlihat kecewa ketika mengetahui jika ia tengah dijodohkan. Lelaki itu mengembuskan napas berat yang membuat Elisa menatapnya terkejut.
"Aku ngebosenin ya, Ta?"
Mendengarnya Semesta buru-buru menggeleng, "Enggak, kok. Kenapa kamu ngomong gitu?"
Elisa mengulum senyum, "Kamu sejak tadi melamun terus, dan sering banget menghela napas." Ia terkekeh pelan, "Kalau ada yang kurang kamu suka dari aku, bilang ya. Soalnya kata Nenek, aku anaknya agak cuek, jadi suka nggak sadar kalau sikapku menyakiti orang lain."
Semesta diam mendengarnya, Elisa adalah gadis cantik yang mungkin hampir mendekati sempurna. Mereka sepantaran, Elisa adalah calon dokter. Gadis itu sangat memperhatikan penampilannya, dan bicaranya selalu lemah lembut. Sayangnya, meski Elisa adalah nilai sepuluh, namun untuk Semesta sekarang, Jena si delapan itu masih menempati posisi pertama di kepala dan hatinya.
***
"Bakso ini selalu ramai pembeli. Ini udah dipegang generasi ketiga, tapi rasanya masih sama." Siang ini, Yuan mengajak Jena makan di salah satu warung bakso pinggir jalan. Bukan bangunan, hanya gerobak, yang memiliki kursi dan meja yang ditata rapi di samping taman kota itu.
Yuan jarang mengajak Jena ke tempat makan mewah, keduanya memang terlihat lebih nyaman menghabiskan waktu berdua di tempat-tempat sederhana, berbeda sekali ketika Jena bersama dengan Semesta.
"Wah, aku nggak nyangka bakal seramai ini," gumam Jena tidak percaya ketika ia turun dari motor dan menyerahkan helm yang ia kenakan kepada Yuan.
Lelaki itu tertawa singkat, "Maaf ya, Na. Kalau kamu nggak nyaman, kita bisa—" gelengan pelan yang Jena berikan membuat Yuan menghentikan kalimatnya.
"Aku penasaran seenak apa bakso favorit kamu ini, ayo antre."
Melihat Jena yang melangkah dengan semangat mengantri di barisan itu membuat Yuan tersenyum. Hatinya menghangat, ia tidak meminta banyak, melihat Jena yang selalu bisa menghargai setiap hal yang ia lakukan, rasanya sudah cukup untuk Yuan.
Perkara bagaimana perasaan gadis itu nantinya kepadanya, Yuan pasrah. Jika ia sudah memberikan yang terbaik, dan Jena masih belum juga pulih, maka akan ada waktunya ia untuk beralih. Meski tidak bisa menjadi 'kita', setidaknya Jena sudah memberikan kesan baik di perkenalan mereka ini.
*
Setelah menghabiskan waktu berdua, Jena pulang diantar oleh Yuan. Namun, sesampainya di rumah, keberadaan Elisa di teras rumah, bersama dengan Semesta, tiba-tiba saja mengubah mood Jena. Gadis itu senang menghabiskan waktu dengan Yuan, namun melihat Semesta bersama gadis lain, membuat Sebagian hatinya merasa tidak rela.
"Yuan?"
"Hai, El."
Jena menatap ke arah Yuan yang tengah memeluk singkat Elisa itu. Mereka berdua tampak akrab, dan ini jelas bukan pertemuan pertama bagi keduanya.
"Lama banget nggak ketemu, hangout bareng bisa dong lain kali," ucap Elisa dengan senyuman lebar yang membuat Yuan mengangguk.
Pandangan lelaki itu mengarah kepada Semesta yang sejak tadi hanya diam. "Are you dating?" tanyanya yang membuat Elisa tertawa.
"Aku cuman mau nemenin Semesta nugas aja, kok. Di coffe shop nggak jauh dari sini. Kamu mau ikut?" Lalu, seolah tersadar dengan keberadaan Jena, Elisa mendekat sembari tersenyum lebar, "Hai, aku Elisa," ucapnya sembari mengulurkan tangan.
Jena tampak sedikit terkejut, sebelum ia menyambut uluran tangan gadis itu, "Jena," balasnya dengan senyuman kikuk.
"Kamu persis banget di bayanganku, seperti cerita Semesta," ucapnya yang membuat Jena menatap Semesta, lelaki itu tidak banyak bicara, dia hanya mengalihkan pandangan, dan berjalan menuju mobilnya sembari berucap kepada Elisa.
"Aku tunggu di mobil, El."
Masih dengan senyuman hangatnya, Elisa menatap Yuan dan Jena bergantian, "Kalian nggak mau ikut?"
"Kamu sama Semesta aja, El. Jena kayaknya udah capek aku ajak keliling sejak tadi," jawab Yuan yang membuat Elisa mengangguk.
Gadis cantik itu menatap Jena, sebelum tiba-tiba saja memeluk tubuh Jena dengan hangat, "Lain kali kita harus jalan berdua ya, Jena."
Jena masih diam, bahkan ketika Elisa melambaikan tangan ke arahnya sembari berjalan menuju mobil milik Semesta, ia masih termenung. Gadis itu cantik dan ramah sekali. Lelaki mana yang bisa menolak pesona gadis seperti Elisa? Dia juga terlihat sangat baik. Sikapnya yang lemah lembut seolah bisa mengimbangi sikap Semesta yang agak ketus itu.
Mereka berdua adalah pasangan yang serasi, bukan?
Yuan memperhatikannya, melihat bagaimana tatapan tidak rela itu Jena berikan kepada Semesta dan Elisa. Ia mengembuskan napas pelan, sebelum mengusap lembut kepala Jena yang membuat gadis itu menoleh ke arahnya, "Mau ice cream?" tanyanya dengan senyuman tipis.
Lelaki baik itu ... kenapa dia tidak mundur setelah mengetahui sebesar apa perasaan Jena untuk Semesta?
Pendek yaaaa
Gapapa ya gaiss, untuk sadboy kita Mas Yuann, mau lihat dia happy? Boleh, tapi agak susah haha. Untuk bab selanjutnya targetnya masih sama ya. 150 komentar dan 250 vote, baru akan update lagi.
Thank you.
Follow ig, wattpad, karyakarsa, tiktok : Rizcaca21
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTANYA JENA
RomanceSemesta sudah memiliki banyak beban di usianya yang masih muda. Hidup Jena mungkin susah, namun menjadi Semesta jauh lebih susah. Dan, ketika lelaki itu akhirnya menemukan kebahagiaannya pada diri gadis lain, maka Jena tidak berhak merasa marah. Ia...