Selamat Membaca
Pertanyaan terakhir Semesta, belum bisa Jena jawab, karena kedatangan Yuan. Ketiganya bergegas ke rumah utama, karena Papa memanggil Semesta dan Jena untuk berbicara. Karena info yang didapatkan Yuan, laporan ke kepolisian sudah masuk, dan Papa yang membereskan semuanya sejak tadi.
"Coba jelaskan tanpa ada yang dilewatkan sedikit pun. Kamu memukul mereka lebih dulu, Mas?"
Semesta duduk berdampingan dengan Jena di depan Papa yang duduk di sofa tunggal itu. Sedangkan di sisi lain, Yuan juga ada di sana. Diam dan ikut mendengarkan pembicaraan malam ini.
"Ya," jawab Semesta jujur.
"Kenapa?"
"Mereka mengatakan sesuatu yang nggak seharusnya."
"Mengenai apa?"
"Mama."
Jena menoleh ke arah Semesta, melihat bagaimana lelaki itu membalas tatapan sang papa dengan berani. Dia berbohong. Semesta sengaja tidak melibatkan Jena di antara pembicaraannya dengan Papa. Lelaki itu mencoba melindungi Jena dari kemarahan Papa.
Papa mengembuskan napas pelan, ia melirik ke arah Jena, sebelum bersandar di sandaran sofa, "Tapi, Papa mendengar hal lainnya. Bukan Mama alasan kenapa kamu sampai menghajar teman-teman kamu dan berakhir dengan dilaporkan ke polisi."
"Kalau begitu Papa harus memilih, jawaban mana yang mau Papa percayai," jawab Semesta dengan sikap tenangnya.
*
"Papa tahu segalanya, Ta. Kenapa lo harus berbohong?"
Semesta yang tengah merokok di balkon kamarnya menoleh ke Seberang, Yuan tengah berada di balkon kamarnya sendiri, sama-sama tengah memegang rokok di antara selipan jari mereka. Kamar keduanya di rumah utama memang bersandingan.
"Gue nggak mau Jena dilibatkan di dalam masalah ini."
"Berlagak jadi pahlawan lagi sekarang?" balas Yuan dengan nada mengejek yang membuat Semesta menoleh ke arahnya.
"Maksud lo?" Lagi, lelaki itu tampak kembali emosi setelah mendengar pertanyaan Yuan kepadanya.
"Setelah memberikan perhatian kepada Jena, setelah memperlakukan dia dengan begitu baik, kali ini lo menganggap dia sebagai apa?"
Semesta menatap Yuan dengan kening mengerut, "Kenapa itu menjadi hal penting buat lo?"
"Karena lo akan menyakiti Jena dengan cara yang sama kalau terus dibiarkan kayak kemarin." Yuan menoleh ke bawah, memastikan tidak ada orang di sana, sebelum membuang puntung rokoknya, lalu beralih menatap Semesta, "Hubungan tanpa status itu nggak ada ujungnya, Ta. Dan, lo menjebak Jena di sana."
"Menjebak?" Semesta menatap Yuan dengan tatapan tidak suka, "Gue nggak pernah menjebak Jena."
"Dengan melepaskan tangan dia di depan umum, tapi di belakang lo memegang erat kakinya, itu bukan menjebak, ya? Lo melarang Jena dekat dengan lelaki lain, tapi lo sendiri nggak memperjelas hubungan kalian berdua. Lo bebas jalan bahkan pacaran sama cewek lain, tapi giliran ada cowok yang mendekati Jena, lo marah."
Yuan mengembuskan napas pelan, "Gue tahu kalian berdua kenal udah lama, udah belasan tahun sama-sama. Tapi, Jena berhak mendapatkan nama atas kedekatan kalian kan, Ta? Jangan denial. Lo menyukai Jena. Akui itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTANYA JENA
RomanceSemesta sudah memiliki banyak beban di usianya yang masih muda. Hidup Jena mungkin susah, namun menjadi Semesta jauh lebih susah. Dan, ketika lelaki itu akhirnya menemukan kebahagiaannya pada diri gadis lain, maka Jena tidak berhak merasa marah. Ia...