Bab 34

5.2K 465 45
                                    

Selamat Membaca








Jena menatap Semesta yang duduk agak jauh darinya dan Refal saat ini. Bahkan hingga malam tiba, lelaki itu tetap menunggu Jena, membiarkan adik-adiknya serta Zahid diantar pulang oleh Ridwan. Sedangkan Semesta tetap di rumah sakit, menunggu Jena yang tengah menemani Refal.

Gadis itu menghela napas pelan, ia bangkit berdiri yang membuat Refal menahan tangannya, "Mau ke mana?" tanya lelaki itu.

"Sebentar ya, A," jawabnya sembari tersenyum dan melepaskan tangan Refal.

Jena melangkah mendekat ke arah Semesta yang duduk diam itu. "Mas," panggilnya yang membuat Semesta mendongak, menatapnya. "Temenin ke kantin sebentar, mau?" tanyanya yang dijawab Semesta dengan anggukan pelan.

Dalam setiap langkahnya, Semesta terus memperhatikan Jena. Ia tidak mau menyerah. Janjinya kepada Mama dan Ibu masih sama setiap tahunnya, ia akan membawa Jena kembali. Mereka akan pulang ke rumah yang sama seperti dulu. Jadi ...

"Harapan Pak Hasyim besar untuk aku dan A Refal, Mas," kata Jena yang membuyarkan lamunan Semesta. Gadis itu melangkah pelan dua langkah di depan Semesta, terus berjalan sembari berbicara, "Beliau adalah satu-satunya yang mempercayai aku dan membantu aku lepas dari dunia malam. Kalau saat itu Pak Hasyim nggak menarik tanganku, sampai detik ini, atau bahkan selamanya, aku masih akan tetap terjerumus di sana."

Mereka sampai di kantin rumah sakit yang memang buka dua puluh empat jam. Jena memesan nasi dan teh hangat, sebelum duduk di salah satu meja bersama Semesta yang duduk di depannya.

"Jangan mempersulit diri kamu, Mas. Aku sudah lama terikat dengan Pak Hasyim, A Refal, dan keluarga ini. Jadi, pulang, Mas. Kembali ke tempat kamu yang seharusnya, jadi asing seperti kita empat tahun ini. Karena kamu sudah sangat terlambat untuk memperjuangkan aku kembali, Mas."

Perkataan Jena yang menggunakan nada pelan dan terdengar lembut itu, justru menusuk tepat di hati Semesta. Gadis itu tidak ingin lagi dia perjuangkan dan segalanya mendadak terasa menyakitkan untuk Semesta.

Bagaimana setelah ini? Tanpa Jena lagi ... apakah ia bisa melakukannya? Apalagi kali ini secara terang-terangan, Semesta harus melepaskan gadis itu bersama dengan lelaki lain? Bisakah Semesta melakukannya?

Gadis itu beranjak berdiri yang membuat Semesta mendongak menatapnya, "Aku pesan makanan itu buat kamu. Aku tahu kamu belum makan sejak pagi. Menyiksa diri nggak akan mengubah apapun, Mas." Setelahnya, Jena melangkah pergi, meninggalkan Semesta dengan segala perasaan yang harus ia telan sendirian.

***

Nyatanya keadaan Pak Hasyim semakin memburuk, Jena dan Refal bergantian menunggu di depan ICU. Dan, untuk urusan proyek sementara mereka limpahkan kepada Ridwan. Semesta dan adik-adiknya masih berada di Bandung. Sedangkan Zahid sudah kembali ke Jakarta untuk mengurus semua pekerjaan Semesta di sana.

Sesekali, Semesta akan menemani Jena menunggu di rumah sakit, meski keberadaannya tidak dianggap sama sekali di sana oleh Refal. Namun, lelaki itu tidak peduli. Selagi bukan Jena yang mengusirnya, maka Semesta akan tetap menempel pada gadis itu.

Jena baru saja keluar dari ruang ICU, sebelum tatapnya menemukan sosok Semesta yang tengah bertelepon dengan raut wajah gelisah? Kenapa?

"Semuanya ... baik-baik saja kan, Mas?" tanyanya yang duduk di samping lelaki itu.

SEMESTANYA JENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang