Bab 8

8.2K 712 209
                                    

Selamat Membaca








"Mas!" seru Jena sembari bangkit berdiri, dan menarik lengan Semesta mundur. "Kamu kenapa, sih? Kenapa main mukul Mas Yuan gitu aja?"

"Dia datang ke rumah ini, menemui kamu, memegang kamu seenaknya. Gimana bisa aku diam aja lihat itu, Na?" tanya Semesta marah.

Yuan mendengus mendengarnya, ia mendekat, menatap Semesta dengan pandangan mengejek, "Lalu, hak lo sampai semarah ini apa, Ta? Jena bukan siapa-siapa lo. Dia bukan saudara lo. Bukan adik lo. Bukan juga cewek lo. Kenapa lo harus semarah ini?" ulangnya sekali lagi sembari menekankan posisi Semesta dengan Jena.

Kali ini Semesta diam, benar-benar diam. Ia tengah dalam perjalanan menjemput Sania untuk menghabiskan malam bersama tadi. Namun, ketika tengah mengecek CCTV, memastikan jika Jena benar tengah di rumah, hatinya mendadak tidak terima melihat keberadaan Yuan di sana.

Lelaki itu memutar balik mobilnya begitu saja, tanpa memberi kabar kepada Sania, ia langsung kembali pulang. Semesta bahkan tidak peduli dengan perasaan cemas yang mungkin kekasihnya rasakan karena ia tidak kunjung sampai di rumah gadis itu.

Langkah Yuan semakin mendekat, menatap Semesta penuh keseriusan, "Lo suka Jena, Ta?" tanyanya yang membuat suasana semakin hening. "Bilang dengan lantang, Ta. Bilang kalau lo suka sama Jena. Dan, setelahnya gue akan mundur. Kali ini kalau lo mau mengakuinya dengan berani, gue nggak akan mengganggu Jena lagi."

Jena menatap Semesta, gadis itu bisa melihat binar ragu di dalam mata Semesta. Lalu, setelahnya lelaki itu hanya bisa menghela napas berat, dan berlalu dari sana begitu saja sembari mendorong bahu Yuan dengan sedikit kasar.

*

Semesta pulang ke rumah ketika pagi hampir tiba. Yang lelaki itu lakukan sejak tadi hanya berdiam diri di warung Mang Acep, menghabiskan beberapa batang rokok sendirian. Semesta membatalkan janjinya dengan Sania, membiarkan gadis itu kebingungan karena apa. Namun, ia juga tidak mampu menjelaskannya.

Lelaki itu menyadari betul sikapnya tadi terkesan implusif. Bagaimana bisa Semesta sangat marah hanya karena melihat Jena didekati oleh Yuan? Saudara tirinya itu benar, mereka tidak memiliki hubungan apapun, harusnya Semesta memang tidak berhak cemburu.

"Baru pulang, Mas?"

Semesta yang baru saja meraih mineral dari kulkas menoleh, tersenyum kepada Bio yang berjalan mendekat dan duduk di stool. Lelaki itu mengangguk, ia kembali membuka kulkas, mengambil air dingin di sana, menyerahkannya kepada adiknya itu.

"Kamu kenapa belum tidur?"

"Habis ngerjain tugas."

"Jangan begadang setiap hari. Jangan sibuk sama kegiatan OSIS sampai lupa istirahat," ucap Semesta yang dijawab anggukan oleh Bio, "Mas ke kamar dulu, mau istirahat."

"Aku mau bicara sebentar, boleh?" potong Bio yang membuat Semesta menatapnya sebelum mengangguk. Ia mengurungkan niatnya yang hendak bangkit berdiri itu.

"Kamu ada masalah di sekolah?" tanya Semesta yang membuat Bio menggeleng.

"Semuanya aman, aku nggak menimbulkan masalah apapun di sekolah." Bio tampak memberikan tatapan ragu kepada kakaknya, "Ini mengenai Mbak Jena," ucapnya pelan.

"Aku nggak punya hak untuk ikut campur sebenarnya. Mas Esta juga mungkin mengira aku ini cuman anak kecil yang nggak tahu apa-apa. Tapi, aku memerhatikan semuanya. Sikap Mas Esta ke Mbak Jena berbeda. Mas memperlakukan Mbak Jena dengan Istimewa."

SEMESTANYA JENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang