Bab 27

4.9K 482 81
                                    

Selamat Membaca









Semesta pulang ke rumah dan Bio seolah memang tengah menunggunya, adiknya itu duduk stool yang berada di dapur ditemani secangkir kopi di meja. "Kopi mau, Mas?" tawarnya yang membuat Semesta mengangguk pelan, sebelum ikut bergabung dengan Bio.

Bio mengambil kopi dingin yang berada di kulkas, menuangkannya ke dalam gelas dan memberikannya kepada Semesta. Ia kembali duduk di stoolnya, menatap Semesta yang tengah meminum kopinya itu sembari focus dengan layar ponselnya.

"Siang tadi aku jemput Tiara pulang kuliah," kata Bio memulai pembicaraan yang membuat Semesta mengangguk pelan.

"Kenapa? Dia nangis lagi karena teman cowoknya itu?"

"Bukan karena teman cowoknya, tapi karena Mbak Jena."

Perkataan yang keluar dari mulut Bio itu membuat Semesta termenung, ia mematikan ponselnya, dan mulai menatap Bio sepenuhnya, "Jena?" ulangnya yang dijawab Bio dengan anggukan pelan, "Coba ceritakan yang jelas, Dek."

"Kami mampir ke toko kue yang selalu jadi langganan setiap kita ulangtahun dulu. Dan, Mbak Jena di sana." Bio menatap ekspresi sang kakak yang tidak menunjukkan keterkejutan, yang membuatnya paham jika Semesta mengetahui keberadaan Jena di Jakarta. "Sejak kapan, Mas?"

"Hmm?"

"Sejak kapan Mas Esta tahu kalau Mbak Jena di Jakarta?"

Semesta mengembuskan napas pelan. Faktanya adalah bukan hanya ia yang mencari Jena selama empat tahun ini. Namun, kedua adiknya juga melakukannya secara diam-diam. Mencoba menelusuri semua teman-teman Jena yang mereka kenal. Meski empat tahun berlalu, dan kedua adik Semesta itu tidak menemukan hasil apapun.

"Mbak Jena kerja di perusahaan kontraktor dari Bandung, dan perusahaan kita bekerja sama dengan mereka," jawab Semesta dengan jujur, "Mas juga baru tahu semingguan ini, saat kami bertemu untuk meeting pengerjaan proyek itu."

Bio tampak memberikan Semesta tatapan kecewa, "Kenapa Mas nggak bilang ke aku? Kenapa Mas Esta malah menyembunyikan hal ini?"

"Karena Mbak Jena yang sekarang bukan Mbak Jena yang kamu dan Tiara kenal dulu," jawab Semesta setelah beberapa saat diam, memilah kata mana yang tidak akan membuat Bio terluka dan kecewa terhadap Jena sekarang.

"Karena itu, karena Mbak Jena yang sekarang bukan lagi Mbak Jena yang dulu, harusnya Mas memberitahu aku dan Tiara lebih cepat, supaya kita berdua bisa mempersiapkan diri, Mas." Bio kembali mengembuskan napas kasar. "Rasa rindu Tiara yang menggebu-gebu, tiba-tiba dibalas dengan tatapan asing dan perkataan yang terdengar dingin itu—" Bukan marah, Bio kali ini tampak terluka. Bagaimana bisa hubungan yang dulu sedekat nadi, tiba-tiba saja berjarak sejauh bumi dan langit. "—Mas ... kembalikan Mbak Jena yang dulu, aku mohon," katanya dengan mata berkaca-kaca yang hati Semesta bergetar.

Nyatanya bukan hanya ia yang kehilangan ketika Jena memutuskan pergi, kedua adiknya juga merasakan hal yang sama. Semesta dan kedua adiknya berkaitan erat dengan Jena, mereka seolah ketergantungan, lalu ketika Jena menghilang, bagian dalam hidup mereka terasa kosong. Tidak ada yang mampu mengisi kekosongan itu, hanya Jena yang bisa melakukannya.

***

"Hai."

Jena menoleh dan berhenti berlari begitu melihat Semesta yang tiba-tiba saja berada di sampingnya pagi ini, ketika ia tengah lari pagi di sekitar hotel tempat ia tinggal selama seminggu ini. Ia menatap Semesta dengan kening mengerut, sedangkan lelaki itu tampak menyengir lebar kepadanya.

SEMESTANYA JENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang