Selamat Membaca
Semesta keluar dari mobil bersama dengan Elisa, keduanya berjalan bersisihan menuju pintu masuk tempat pemakaman umum itu. Di dalam pelukan Elisa, sudah terdapat buket bunga yang dia beli untuk Mama Semesta.
Namun, langkah Semesta memelan begitu mereka hampir mencapai kuburan sang mama. Elisa mengintip di balik bahu lelaki itu, ia melihat Jena yang sedang jongkok di sana, bahunya bergetar pelan, dan isak tangis mulai terdengar.
Elisa melihatnya, memperhatikan dengan baik perubahan ekspresi wajah Semesta, kedua tangan lelaki itu mengepal. Melalui tatapnya, Semesta seolah ingin mendekat, merengkuh tubuh Jena ke dalam dekapannya, menangis bersama dan saling menguatkan. Namun, Elisa tahu lelaki itu tengah menahan diri.
"Kita tunggu di mobil aja," ucapnya sembari berbalik badan dan melangkah kembali keluar tempat pemakaman.
Elisa belum beranjak dari tempatnya, ia masih melihat punggung Jena, lalu beralih kepada punggung Semesta. Keterkaitan itu masih ada. Tali yang menghubungkan keduanya masih tersimpul dengan erat. Semesta dan Jena hanya sedang menarik satu sama lain untuk menjauh. Keduanya ... hanya sedang menyakiti satu sama lain.
Beberapa saat menunggu, Jena terlihat keluar dari tempat pemakaman dengan wajah yang memerah. Ia tampak terkejut melihat keberadaan Semesta dan Elisa di sana. "Hai." Gadis itu masih menyempatkan diri menyapa Elisa dengan senyuman di wajahnya.
"Hai, kenapa nggak bareng aja kalau tahu kamu mau ke sini?" sambut Elisa dengan ramah.
Jena tidak menjawab, ia hanya tersenyum, sebelum melirik ke arah Semesta, lelaki itu tidak menyapanya sama sekali. Ia membuang muka ke arah lain, sebelum berjalan masuk ke tempat pemakaman itu sembari berucap kepada Elisa, "Ayo, El," ajaknya tanpa menatap Jena sama sekali.
"Aku masuk dulu," ucap Elisa sembari mengusap lembut lengan Jena, sebelum berjalan mengikuti Semesta.
Jena diam menatap kepergian keduanya. Mereka terlihat semakin dekat. Dan, sejauh ini, Elisa adalah gadis baik. Dia sering ke rumah, bermain dengan Tiara atau membelikan Bio sesuatu. Dan, Elisa bukan orang asing. Dia teman masa kecil Semesta dan Yuan, karena itu ketiganya sudah saling mengenal. Ia sempat satu tempat les bersama kedua lelaki itu, sebelum pindah ke luar negeri.
Semesta mungkin juga menyambut Elisa dengan baik, karena sejak dulu, lelaki itu tidak pernah mau membawa teman temannya, bahkan mantan pacarnya untuk datang ke makam Mama. Namun, Elisa berbeda. Semesta mengenalkannya kepada sang mama.
*
"Dek."
"Masuk, Mbak."
Jena membuka kamar Bio, dan masuk ke dalam, menemukan anak SMA itu yang tengah duduk di ranjang dengan laptop dan beberapa kertas di berserekan di sisinya, "Kenapa, Mbak?" tanyanya begitu Jena duduk di sisi ranjangnya.
"Tiara ke mana, ya? Kemarin dia bilang minta ditemani ke toko buku nanti malam. Ini mbak pulang kuliah, kok dia nggak di rumah."
"Tiara nggak bilang sama Mbak Jena?" tanya Bio yang membuat Jena mengerutkan kening.
"Bilang apa?"
"Sepulang sekolah tadi dia dijemput sama Mas Esta, mereka pergi keluar."
"Berdua?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTANYA JENA
RomanceSemesta sudah memiliki banyak beban di usianya yang masih muda. Hidup Jena mungkin susah, namun menjadi Semesta jauh lebih susah. Dan, ketika lelaki itu akhirnya menemukan kebahagiaannya pada diri gadis lain, maka Jena tidak berhak merasa marah. Ia...