Selamat Membaca
Jena duduk diam di warung Mang Acep. Setelah banyak mahasiswa yang sudah menganggap Jena sebagai kekasih dari Yuan, tidak ada satu pun yang berani menggodanya. Jadi, sejujurnya gadis itu merasa aman-aman saja nongkrong di warung Mang Acep untuk sekadar makan mie kuah dan minum nutrisari jeruk, meski tidak ada Yuan yang menemaninya.
Gadis itu menghela napas pelan, entah sudah ke berapa kalinya. Kepalanya sibuk berpikir, bagaimana cara menyadarkan Semesta kalau terus memedulikan Sania setelah gadis itu melukainya, adalah hal yang sangat bodoh?
"Mikirin aku atau Semesta, nih?"
Jena tertawa begitu Yuan mendekat, dan duduk di sampingnya. Ia menggeser es nutrisarinya begitu melihat kening lelaki itu yang berkeringat, "Habis ngapain, Mas?" tanyanya ketika Yuan tengah menyeruput es miliknya.
"Bantuin Bik Imah ngangkat barang."
"Bik Imah yang punya warteg Seberang kampus itu?" tanya Jena yang dijawab anggukan pelan oleh Yuan, ia mengeluarkan tissue dan tanpa sadar mengelap keringat di kening lelaki itu, yang membuat keduanya sama-sama termenung untuk beberapa saat.
"Itu ... maaf, Mas Yuan keringatan," ucap Jena sembari menarik kembali tangannya, yang membuat suasana tiba-tiba saja terasa canggung.
Yuan mengalihkan pandangan sembari menahan senyum, sedangkan Jena tampak gugup karena tangannya bahkan bergetar ketika memasukkan kembali tissue ke dalam tasnya. Setelah beberapa saat diam, Yuan kembali menoleh ke arah Jena yang juga tengah menatapnya, sebelum keduanya sama-sama terkekeh pelan.
"Anak-anak sering kasbon di Bik Imah, jadi kita selalu gantian bantu tiap harinya," jelas Yuan yang membuat Jena manggut-manggut mengerti. "Tadi Bik Imah cariin kamu," katanya.
"Aku nggak pernah beli nasi di sana, kok bisa kenal?" tanya gadis itu bingung.
"Calon pacarnya Yuan, siapa yang nggak kenal?"
Jena kembali tertawa mendengar perkataan lelaki itu, "Padahal baru jadi calon pacar, ya. Bukan pacar, tapi udah seterkenal ini, gimana coba kalau jadi pacarnya Mas Yuan beneran."
"Kalau kamu penasaran, kenapa nggak kita coba aja?"
*
Semesta menguap sembari berjalan keluar kamar, ia menuruni tangga dan berhenti begitu melihat Ibu yang tengah berada di dapur bersama dengan Yuan. Lelaki itu mengembuskan napas pelan, sebelum mendekat.
"Mas Esta udah bangun?" sambut Ibu sore ini dengan senyum ramah seperti biasanya, "Ibu udah masakin udang balado kesukaan Mas Esta, ada sayur asam juga, mau ibu ambilin?"
Semesta melihat Yuan yang tengah makan dengan lahap, tanpa terganggu dengan keberadaannya itu, "Enggak usah, Bu. Nanti biar aku ambil sendiri." Tatapnya mengedar, dan seolah mengerti apa yang tengah ia cari, Ibu kembali bersuara,
"Mbak Jena lagi beli lumpia sama Tiara, kalau Bio belum pulang, masih ada rapat OSIS katanya," jelas Ibu yang membuat Semesta mengangguk, sebelum Ibu berjalan ke depan karena ada yang memanggil namanya.
"Lo balik bareng Jena?" tanya Semesta sembari duduk di depan Yuan yang makan dengan tenang itu.
Lelaki itu mengangguk sembari menyeruput sayur asam di mangkuknya, "Gue udah bilang mau dekatin dia, kan?"
"Gue nggak memberi izin," kata Semesta yang membuat Yuan berhenti menyuapkan nasi ke mulutnya. Ia meletakkan sendok, dan menatap saudara tirinya itu dengan tatapan bertanya, "Siapapun boleh, An. Asal bukan Jena."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTANYA JENA
RomanceSemesta sudah memiliki banyak beban di usianya yang masih muda. Hidup Jena mungkin susah, namun menjadi Semesta jauh lebih susah. Dan, ketika lelaki itu akhirnya menemukan kebahagiaannya pada diri gadis lain, maka Jena tidak berhak merasa marah. Ia...