Selamat Membaca
Semesta kembali ke rumah dengan senyum lebarnya. Meski Jena tidak memberikan sambutan yang hangat, namun berdekatan dengan gadis itu sudah cukup membuat Semesta bahagia. Perlahan, dan Semesta akan mengembalikan semua ke tempat semula. Membawa Jena pulang ke rumah yang sama, seperti dulu.
"Ta."
Langkah Semesta berhenti di ruang tamu begitu Elisa tengah berada di sana bersama dengan Tiara. "Kenapa?" tanyanya.
"Aku mau bicara," jawab Elisa yang membuat Semesta mengangguk. "Berdua," lanjutnya yang membuat Semesta menatap adiknya, sebelum mengikuti langkah Elisa yang berjalan menuju kolam renang yang baru-baru ini dibangun belakang rumahnya.
"Aku melihat kamu bertemu dengan Jena," ucap Elisa ketika mereka telah berdiri berhadapan di sisi kolam renang.
Anggukan pelan Semesta berikan, "Lalu?" tanyanya dengan kening mengerut. Bertemu atau tidak Jena, itu jelas bukan urusan Elisa.
"Kamu nggak mikirin aku, Ta? Kalau Kakek dan Nenek tahu gimana? Mereka bisa marah dan salah paham."
"Sebentar," kata Semesta sembari menggaruk pelipisnya bingung. "Itu urusan kamu. Pertunangan kita sudah aku batalkan empat tahun yang lalu. Aku dengan jelas berbicara ke orangtua kamu. Dan, ide untuk menyembunyikan permasalahan ini dari Kakek dan Nenek, itu berasal dari kamu. Jadi, itu urusan kamu, aku nggak peduli, El."
"Aku membantu kamu." Elisa tampak marah setelah mendengar perkataan Semesta, "Aku melakukan ini supaya kamu bisa berada di posisi kamu sekarang."
"Apa aku meminta kamu untuk melakukannya?"
"Semesta!"
"Dengar Elisa," ucap Semesta sembari menatap Elisa dengan tatapan tegas. Selama ini ia membiarkan Elisa tetap berkeliaran di sekitarnya karena lelaki itu beranggapan jika Elisa mungkin masih harus menyesuaikan diri dengan batalnya pertunangan mereka. Namun, melihat gadis itu yang kini mulai berisik, membuat Semesta harus mempertegas di mana posisi mereka yang seharusnya.
"Jena kembali, dan aku nggak akan melewatkan dia untuk kali ini. Jadi, tolong jangan jadi penghalang yang kedua kalinya bagi aku dan Jena." Semesta berbalik badan, baru dua langkah menjauh sebelum pertanyaan yang keluar dari mulut Elisa menghentikannya.
"Kamu membuangku, Ta?"
"Aku membuang kamu sejak dulu. Tapi, kamu yang nggak mau pergi bahkan setelah aku mengusir kamu beberapa kali." Tanpa peduli bagaimana luka yang dirasakan Elisa akibat perkataannya, Semesta meneruskan langkah, berjalan kembali memasuki rumah, membiarkan Elisa menatap kepergiannya dengan tatapan penuh luka.
***
Sejak pagi tadi, Semesta disibukkan dengan kegiatannya di luar kantor. Bertemu dengan beberapa supplier dan orang-orang penting yang membuatnya tidak datang ke kantor sama sekali. Dan, malam ini, dengan membawa ayam bakar dan pisang goreng madu yang dulu selalu menjadi kesukaan Jena, ia menemui gadis itu di hotel tempat Jena menginap.
Dengan senyuman lebar, Semesta mengetuk pintu kamar hotel Jena, sebelum beberapa saat kemudian pintu terbuka, namun bukan Jena yang menyambutnya. Refal dengan kancing kemeja yang hampir semua terlepas itu tampak mengerutkan kening melihat keberadaan Semesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTANYA JENA
RomanceSemesta sudah memiliki banyak beban di usianya yang masih muda. Hidup Jena mungkin susah, namun menjadi Semesta jauh lebih susah. Dan, ketika lelaki itu akhirnya menemukan kebahagiaannya pada diri gadis lain, maka Jena tidak berhak merasa marah. Ia...