Bab 29

5.8K 432 35
                                    

Selamat Membacaaa







Semesta dan Jena bermalam di rooftop hotel berdua, Semesta yang harusnya pergi satu jam kemudian memilih tetap di sana. Membiarkan Jena tertidur di pundaknya. Menatap wajah damai yang ternyata begitu ia rindukan itu. Dalam diam, di antara bintang yang masih tersisa malam menjelang pagi itu, Semesta berdoa. Semoga kali ini, kebersamaannya dengan Jena direstui dunia.

Jena yang baru saja keluar dari kamar mandi dibuat cukup terkejut dengan keberadaan Refal yang sudah duduk di atas ranjangnya. Dengan rambut yang masih basah, gadis itu mendekat, ia bahkan sudah menebak jika sebentar lagi omelan panjang akan Refal berikan kepadanya, lalu ...

"Tidur di mana kamu semalam? Berdua sama Semesta?"

"Aku memang sama Semesta, tapi ini nggak seperti yang ada di bayangan A Refal." Jena mencoba menjelaskan, "Kemarin kamu terlalu emosional, A. Aku membawa Semesta menjauh supaya nggak terjadi hal yang tidak diinginkan."

"Punya apa Semesta, Na? Sampai kamu masih mau melindunginya setelah apa yang sudah ia perbuat ke kamu?"

"A ..." Jena menatap Refal dengan tatapan memohon, mereka tidak harus lagi membahas masalah yang berulang kali dibicarakan namun tidak pernah jelas akhirnya bagaimana. Atau, lebih tepatnya Jena yang tidak jelas karena ia belum sepenuhnya bisa melepas Semesta.

"Dia nggak bisa mempertahankan kamu. Dia nggak bisa membela kamu di depan keluarganya. Bahkan untuk sekadar menemukan keberadaan kamu, dia nggak bisa melakukannya." Refal mengembuskan napas kasar. Menatap Jena penuh kecewa, "Kita masih di pulau yang sama, Na. Jakarta – Surabaya, atau Jakarta – Bandung, kita nggak harus menempuh perjalanan belasan jam untuk bisa ke sana. Semesta bukannya nggak berhasil menemukan kamu. Tapi, sejak awal dia melakukannya dengan setengah hati. Karena itu, kalian nggak pernah bertemu, sampai kamu memilih menampakkan diri sekarang."

*

"Hari ini adalah meeting terakhir sebelum pengerjaan proyek akan dilakukan sebulan lagi. Kami sudah mengubah beberapa hal yang diminta oleh perusahaan, dan menjelaskannya secara detail di dokumen yang kami berikan." Jena berucap ketika Ridwan memberikan beberapa tumpukan kertas itu ke satu persatu orang yang duduk di ruang meeting pagi ini.

Jena melihat Semesta, lelaki itu tampak focus membaca dokumen yang dibagikan Ridwan. Diam-diam ia menghela napas pelan, malam nanti bersama dengan Refal dan Ridwan, Jena akan kembali ke Bandung. Seharusnya Semesta mengetahui mengenai hal itu, kan? Lalu, kenapa lelaki itu tampak begitu santai? Tapi, tunggu sebentar – kenapa kesannya Jena jadi mengharapkan sesuatu begini?

Bahkan hingga meeting berakhir, Semesta tidak berbicara apapun. Ia ditemani dengan Zahid menghampiri Jena dan Ridwan, mengucapkan terima kasih atas kesabaran mereka menghadapi setiap perubahan yang diinginkan oleh perusahaannya. Dan ... hanya itu. Setelahnya keduanya melangkah keluar dari ruang meeting lebih dulu.

*

Sepanjang perjalanan kembali ke Bandung, mood Jena terasa naik turun. Gadis itu lebih banyak diam, membiarkan Refal dan Ridwan berbicara berdua di dalam mobil. Dan, sesampainya di Bandung, setelah Refal dan Ridwan menurunkan Jena tepat di depan rumah gadis itu, ia menggumamkan kata terima kasih sebelum mengatakan jika tubuhnya butuh istirahat dan harus segera tidur, menolak ajakan keduanya untuk makan malam bersama.

Jena memasuki rumah yang sudah ia tempati kurang lebih selama setahun ini. Rumah yang berhasil ia beli menggunakan uang hasil kerja kerasnya sendiri. Jika Ibu masih ada, mungkin dia akan sangat bahagia karena setelah bertahun-tahun mereka akhirnya bisa mempunyai tempat pulang sendiri.

SEMESTANYA JENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang