Dia Janda Ku Dia Miliki (Dia Milikku): Bab 32

70 2 0
                                    


Dengan dada bergemuruh aku menatap ke arah horden sambil memegang dress hitam dan juga bra warna kuning cerah.

Saat akan mendekat ke arah horden Jak langsung ke luar dari ruang ganti menatapku dengan tatapan kawatir

"Ini punya siapa?, tanyaku padanya dengan suara yang sudah mulai serak.

"Aku gak tau ", jawab Jak.

Saat sedang bertanya pada Jak aku gak tau kalau Sinta keluar dari balik horden dan merangkak ke dekat pintu.

"Aina, itu baju Jenny aku cari-cari tadi mau di cuci", kata Sinta pura-pura baru datang.

"Kenapa bisa ada di sini ?, tanyaku lagi.

" Aku kan ambil baju kotor ke setiap kamar mungkin jatuh di sini ", jawab Sinta.

"Hebat banget ya,,, jatuhnya sampai ke bawah kolom ranjang ", ucapku dengan senyum miring.

"Saat aku masuk suamimu lagi di toilet terus aku mau kemas tempat tidur dia tiba-tiba keluar dan bilang gak usah kemas dulu aku masih mau tidur,sana kamu keluar, gitu ucapnya padaku dan mungkin saat itu baju kotor milik Jenny jatuh ", Sinta coba menjelaskan.

"Terus, apa lagi?, udah habis karangan ceritamu atau kalian bertiga sekongkol?, tanyaku, tapi Jak tetap diam wajahnya terlihat pasrah.

Sementara Jenny yang mendengar langkah kakiku mendekat menggigit jari tangannya sendiri dan mengoleskan darahnya ke bagian pahanya.

Ku dekati horden lalu menyibaknya .

Dengan tawa dan air mata aku menatap Jenny yang berdiri tanpa seurat benang yang menutupi tubuhnya dan bekas darah di pahanya buat ku semakin hancur.

Aku menatap ke arah Jak yang memalingkan wajah sambil memegang kepalanya.

"Jak itu tikus yang masuk lewat jendela?, tanyaku pada Jak yang masih membelakangiku.

Sedangkan Sinta segera memberikan baju pada Jenny.

"Jakkup kenapa kamu diam?, aku kembali bertanya.

"Aku harus jawab apa Aina kamu tidak akan percaya seandainya aku jujur kalau aku tidak melakukan apapun kamu tidak akan percaya ", jawab Jak.

"Laki-laki bisa bercinta tanpa mencinta".

"Tapi aku tidak bercinta dengan Jenny Aina kamu harus percaya!, teriak Jakkup.

"Ya aku percaya setelah melihat kamu di kantor membalas ciuman Jenny dan merangkul tubuhnya dengan mesra", jawabku membuat Jak memejamkan mata dengan kasar.

"Aku minta maaf soal itu, tapi aku memang tidak ada apa-apa dengan Jenny".

"Sekarang kamu boleh lakukan apa saja yang kamu mau, dan Jenny aku izinkan mendekatimu sampai kamu mau menerimanya, karena kamu sudah mengambil kesuciannya".

"Kesucian apa Aina, cuma kamu yang pernah aku prawani semua perempuan gila buat laki-laki stress ", marah Jak sampai wajahnya memerah.

"Aku lebih percaya dengan apa yang aku lihat dari apa yang kamu katakan ".

"Mata juga bisa menipu Aina", teriak Jakkup lagi padaku.

______________

Hampir satu tahun telah berlalu setelah kejadian itu, aku tidak pernah menegur Jakkup sama sekali bahkan kami tidak tidur sekamar lagi.

Kami bertegur sapa dan tidur sekamar hanya saat ada tamu atau keluarga berkunjung.

Walaupun Jak terus berusaha meyakinkan tapi aku tidak percaya lagi.

Setiap Jak ingin mengusir Jenny dan Sinta aku yang mempertahankan mereka karena aku belum menemukan kebenaran.

Jakkup semakin mempersibuk diri dengan bisnisnya yang semakin meningkat bahkan dia sekarang menjadi milyader termuda paling sukses.

Sedangkan aku memilih pokus mengurus kedua anakku dan sesekali pergi mengurus bisnisku, sedangkan Jenny semakin gencar mencari perhatian Jak .

"Tuan sehat? wajah tuan agak pucat",, tanya bibi pada Jak saat kami sedang sarapan pagi, membuat aku melihat ke arahnya dan memang benar wajahnya terlihat pucat.

"Aku sehat, cuma kurang istirahat", jawab Jak lalu berangkat ke kantor tanpa menegurku karena menegur pun percuma aku tidak respon.

Jakkup tidak langsung pergi ke kantor melainkan ke rumah sakit menjalani pemeriksaan kesehatan.

"Apa saya sakit kanker otak?, tanya Jak sambil tersenyum pada dokter begitu selesai menjalani beberapa rangkaian pemeriksaan.

"Tebakan tuan tepat tapi sel kanker ini bisa kita jinakkan jika langsung di tangani ".

"Tidak perlu di jinakkan biarkan saja, berikan saya obat untuk bertahan dari rasa sakitnya itu sudah cukup!, kata Jak pada dokter.

"Tapi itu akan memperburuk ", jawab dokter.

"Saya hanya butuh itu", jawab Jak.

Next












Dia Janda ku Dia Miliki ku (Dia Milikku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang