05

24 2 0
                                    

Beberapa wanita sedang menemani berpesta para lelaki di sebuah klub malam. Namun, orang yang dia temani enggan untuk menerima pelayanan yang para wanita itu lalukan.

"Ayolah, Bos. Malam ini kau akan aku puaskan seperti keinginanmu," bujuk seorang wanita dengan paras cantik dan pakaian minim yang dikenakan.

"Pergi dariku sebelum aku hilang kesabaran," ucapnya sambil melempar gelas yang awalnya dia pegang. Membuat yang ada di sana menatap terkejut.

"Sebaiknya kalian pergi," pinta J-Hope pada pra wanita yang coba merayu ketua genk mafia, siapa lagi kalau bukan Kim Taehyung.

6 tahun berlalu dan selama itu juga Taehyung bersikap layaknya seorang berandalan yang tak peduli saat membunuh lawannya. Dia menjadi tidak memiliki hati saat apa yang membuatnya hancur. Berapa kali para wanita mendekatinya, tidak ada yang bisa meluluhkan hatinya.

"Besok Jungkook akan sampai, haruskah aku memintanya untuk tinggal di apartemenmu?" tanya Suga pada Taehyung yang sedang menikmati Wine tanpa di ganggu oleh wanita murahan tadi.

"Pastikan dia tidak membuat ulah saat memilih pulang," sahut Taehyung.

Jungkook adalah adik bungsunya, walau mereka beda ibu, tapi satu ayah. Mereka jarang bertemu karena Jungkook ikut ibunya di luar negeri, sampai dia memilih pulang dan ingin tinggal bersama Taehyung. Ayah mereka meninggal 2 tahun lalu karena penyakit ganas yang menimpanya, itu yang mengharuskan Taehyung menjadi pemimpin Genk yang sudah dari turun-temurun keluarga Taehyung jalankan.

Tanggung jawab besar dia pikul setelah ayahnya meninggal. Semua terasa sulit untuknya, walau begitu dia tidak pernah mengeluhkan apapun. Selama tidak lagu bersama Ha Seul, Taehyung lebih tertutup, banyak diam tapi juga pintar dalam mengatur strategi, itu sebabnya Taehyung menjadi pengganti ayahnya.

"Aku pikir dia pergi ke sini karena memiliki masalah dengan genk motor di sana," sahut J-Hope yang memang sedang bersama mereka.

"Kau harus pastikan itu. Jangan sampai dia membawa masalah itu ke sini, selesaikan jika masalah itu masih mengejarnya," pinta Suga.

"Baik, Hyung. Dan ya, aku dengar dia sudah memiliki anak. Apa itu benar?" Pertanyaan J-Hope mendapatkan tatapan tajam dari Suga dan juga Jimin, tiga sekawan itu tidak akan jauh dari Taehyung. Di mana ada Taehyung, di sana ada mereka.

"Kau urus segala masalah yang terjadi padanya. Aku tidak mau dia membuat ibunya mencaciku karena ulah putranya." Taehyung memilih pergi, menyendiri tanpa membahas adiknya akan lebih baik.

Pernah sedikit kebencian yang Taehyung rasakan dulu, karena ayahnya lebih sayang pada Jungkook daripada dirinya. Namun, sejak tau alasannya, Taehyung tidak banyak bicara.

"Mau ke mana?" tanya Jimin yang menghampiri tuannya.

"Nikmati pestamu, biarkan aku sendiri," jawab Taehyung. Dia ingin sendiri, pergi dari keramaian yang selalu ada di sekitarnya.

"Biar aku menemanimu dari jauh, aku tidak akan mengganggu," sahut Jimin. Dari 3 orang yang selalu bersamanya, Jimin menjadi lebih dekat karena mereka seumuran, dan pernah sekolah di tempat yang sama.

"Tidak. Aku ingin sendiri," timpa Taehyung. Tidak ada penolakan saat Taehyung.

Mengendarai mobil sedan hitam, Taehyung menyusuri jalanan kota Seoul. Jarang dia bisa seperti ini, karena pasti ada satu atau dua pengawal yang pergi bersamanya. Kali ini benar-benar sendiri, tak ingin siapapun mengikutinya.

Mengendarai mobil tanpa tujuan, hal yang sedang dia lakukan. Sampai dia di suatu tempat yang biasa dia datangi dengan Ha Seul, sudah cukup lama dia tidak datang ke tempat itu. Perlahan dia turun dan berjalan ke sebuah taman bunga yang begitu banyak dan tingginya sedada Taehyung. Tak jauh dari sana ada padang rumput yang begitu luas dengan tinggi tanaman yang sama. Namun, itu begitu indah. Taehyung duduk dan menatap cahaya bulan sambil berbaring di antara rerumputan.

Kenangan demi kenangan teringat saat tubuhnya mulai direbahkan, senyum manis Ha Seul tergambar jelas dalam benak Taehyung. Dengan kesendirian dia memejamkan mata sejenak ketika merasa air mata yang di tahan selama ini akan jatuh. Bagaimana kuatnya Taehyung, dia tetaplah pria rapuh yang dituntut untuk kuat.

Dalam ketenangan, dan sepai angin malam dan cahaya bulan yang menerangi tubuhnya, Taehyung begitu nyaman merasakan suasana itu sampai seseorang datang dan berdiri tepat di sampingnya. Menodongkan senjata pada Taehyung yang tetap dengan posisi yang sama, memejamkan mata.

"Kau tidak takut saat musuhmu menarik pelatunya seperti ini?" tanya seorang pria yang sudah menempelkan senjata itu pada kepala Taehyung.

Dia sudah mengikuti Taehyung sejak keluar dari Klub Malam, Taehyung tau, namun dia memilih membiarkan karena rencananya akan gagal saat 3 bawahannya bersamanya.

"Tarik saja pelatuknya, bukankah tidak ada siapapun di sini kecuali kita," pinta Taehyung. Sikapnya begitu santai, tidak ada gurat ketakutan akan dirinya akan dibunuh. Dia masih saja berbaring tanpa berkeinginan untuk bangun.

Taehyung menatap pria yang ternyata dia temui beberapa hari lalu karena masalah yang katanya salah satu anak buah Taehyung salah target. "Tembak saja," ujar Taehyung. Kali ini dia coba untuk bangun, tidak ada rasa takut sedikitpun.

Door

Satu tembakan dilepaskan pada bahu kanan Taehyung. "Rasa sakitnya tidak akan sepadan dengan seseorang yang kau anggap musuhmu. Seorang ibu kehilangan putranya, dan aku kehilang adikku karenamu," tegasnya pada Taehyung yang dia tembak.

Darah keluar dari bahu kanan Taehyung. "Hanya itu? Bukankah lebih baik di sini saja." Taehyung mengarahkan senjata pria itu tepat di dada kirinya, tepat di jantung Taehyung. Bukankah ini harusnya menjadi kesempatan untuknya karena Taehyung datang seorang diri tanpa ada pengawal.

"Kau pikir aku yang melakukan itu? Jadi balaskan dendammu. Kalau kau masih ragu, kenapa kau datang kemari. Aku memiliki waktu datang ke sini, jadi kau menyia-nyiakan waktu ku di sini. Tembak aku, jika tidak kau sendiri yang akan mati." Kali ini Taehyung berdiri, dengan tangan memegang bahu kanan yang terus mengeluarkan darah.

"Aku ingin membunuhmu, seperti kau membunuh adikku. Kau yang bersalah, kau itu yang harusnya bertanggung jawab," teriak pria itu. Ada rasa takut saat Taehyung menantangnya, dia tak seberani saat menembak bahu Taehyung.

"Lakukan saja." Jari Taehyung coba untuk menarik pelatuk saat senjata itu ada di dadanya, namun segera pria itu menariknya dan kembali tembakan itu melesat, kali ini mengenai tanah.

Tubuh pria itu terduduk, sekeras apa dia berusaha untuk yakin ingin membunuh Taehyung. Dia malah takut, karena kematian adik perempuannya, dia melakukan ini semau. Dia yakin jika adik perempuannya dibunuh atas perintah Taehyung, itu yang dia yakini.

"Aku salut dengan keberanianmu." Taehyung menepuk pundak pria itu sebelum kembali ke mobil dengan tangan terluka. Ketenangannya sirna saat pria itu datang, namun itu semua tidak membuat Taehyung marah. Dia menerima apa yang pria itu lakukan. Pikirnya tembakan itu tidaj menyebabkan rasa sakit, ketika hatinya jauh lebih sakit mengingat wanita yang beberapa tahun yang lalu menjadi tambatan hatinya.

Moonlight (MAFIA-KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang