10

16 3 0
                                    

Teriakan terdengar dari mulut seseorang yang sedang terbaring dengan tubuh penuh dengan darah. "Aku tidak tau, dan aku tidak pernah berbohong!" Teriaknya saat pisau itu terus menancap pada telapak tangannya.

"Kau sangat yakin dengan apa yang kau katakan saat bukti berbicara lain. Siapa yang menyuruhmu!" tegas seseorang dengan sorot mata dinginnya coba membuat lawannya berkata jujur.

"Aku tidak ... sungguh bukan aku yang melakukan itu!" Teriakan kembali terdengar di ujung kalimat pria itu saat pisua itu dicabut begitu saja, kemudian mengarahkan pada wajahnya.

"Jika pilihannya mati, kenapa kalian membawanya ke sini. Bunuh dia," pinta pria tampan dengan sikap dingin yang mematikan itu beranjak pergi saat tidak memlndapatkan informasi apapun dari pria yang anak buahnya bawa.

Tangannya penuh darah, namun bukan darahnya. Melainkan darah dari pria yang dia siksa. Tanpa perasaan bersalah ataupun takut, Taehyung menghajar habis-habisan pria itu. Hari ini dia dibuat pergi saat sedang bersama Taeri karena salah satu anak buahnya menemukan mata-mata dalam kelompok mereka, itu hanya akan menjadi masalah untuk mereka.

"Apa kau sudah mengantarkannya dengan aman?" tanya Taehyung. Setelah membersihkan tubuhnya, dia kembali ke kamar dengan gelas berisi Whiskey di tangannya. Duduk di ujung tempat tidur dengan rambut yang masih basah.

"Sudah, aku pikir Suga Hyung merencanakan sesuatu. Dia terlihat terkejut saat Ha Seul datang. Haruskah dia datang padamu?" tanya J-Hope.

"Tidak. Percuma saja berdebat dengannya. Lebih baik buat mereka aman darinya. Entah apalagi rencananya saat ayah sudah tiada, harusnya dia membiarkan aku melakukan apapun seperti yang aku inginkan," jawab Taehyung.

"Ya, aku akan menyuruh orang untuk mengawasinya," sahut J-Hope.

"Sebaiknya aku tidur sekarang. Kepalaku cukup sakit saat terus memaksakan diri," timpa Taehyung.

"Harusnya kau pergi ke dokter. Kau harus periksakan kondisimu dengan benar," ujar J-Hope.

"Untuk apa? Bukankah lebih baik, pendosa sepertiku mati dengan cepat." Taehyung membaringkan tubuhnya, tak peduli dengan apa yang J-Hope katakan.

"Jaga bicaramu itu, bukankah kau ingin membuktikan sesuatu tentang anak yang bersama Ha Seul. Harusnya kau bertahan untuk itu," ujar J-Hope.

Taehyung tidak menjawab, dia memilih memejamkan mata. Tapi kenapa J-Hope mengatakan itu. Apa dia mengetahui sesuatu? Kenapa semua rumit sekali, saat Ha Seul berharap Taehyung tidak tau, tapi Taehyung sendiri berusaha tidak peduli. Dia hanya ingin melakukan hal yang dia mau.

***

"Benarkah itu ayahmu? Kenapa aku tidak pernah melihatnya. Ini hanya foto bohong," ucap salah satu teman Taeri. Dia melihat foto yang Taeri ambil dengan Taehyung beberapa hari lalu.

"Tidak. Dia memang ayahku. Kenapa kau mengejekku terus. Aku tidak pernah mengganggumu," jawab Taeri sambil menangis.

"Karena tidak akan ada yang percaya dengan anak wanita bisa yang suka dengan pria hidung belang," tuturnya. Usianya memang sudah tua dari Taeri, tapi kenapa dia jahat sekali berkata seperti itu.

Taeri mengambil fotonya dan berlari pergi sambil menangis. Sesampainya di rumah, dia langsung ke kamar dan menangis di sana. Tidak ada siapapun di rumah, karena Ha Seul harus berjualan di kedai kecil miliknya yang beberapa menit dari rumah.

Taeri ingat tentang ponsel yang J-Hope berikan padanya. Segera dia mencari nomor ponsel yang ada di sana. Hanya satu nomor itu yang ada di sana, dan dia langsung menekannya. Dengan masih menangis, Taeri menghubungi Taehyung yang tak langsung menjawab telepon darinya.

"Ya, katakan ada apa," sahut seseorang saat sambungannya sudah terhubung.

"Ayah ..." panggil Taeri tanpa sadar dengan tangis yang semakin pecah saat mendengar Taehyung menjawab telepon darinya.

"Apa ini Taeri? Kenapa menangis?" tanya Taehyung, cara bicaranya mulai lembut saat mengetahui siapa yang menghubunginya.

"Mereka bilang aku pembohong. Aku menunjukkan foto kita, tapi mereka bilang ibu hanya suka dengan pria hidung belang. Lalu apa itu artinya hidungku akan belang, jika aku anak pria hidung belang?" tanyanya dengan polos. Gadis seusianya mana paham dengan kata-kata itu. Terdengar lucu tapi juga kasihan, dia harus di olok karena dia tidak memiliki ayah.

"Bukankah Tuan Aneh bilang boleh memanggil Ayah? Mereka tidak percaya padaku, Tuan Aneh," gerutunya dengan isak tangis.

"Sudah jangan pedulikan apa yang mereka katakan. Kau bisa memanggilku apa saja, tapi jangan menangis," bujuk Taehyung.

"Bisakah Ayah datang dan memarahi mereka. Ibu biasanya akan menangis saat mereka menuduh ibu suka pria hidung belang. Tidak bisakah Ayah menghajarnya untuk kita. Mereka jahat, mulut mereka jahat pada kita," adunya pada Taehyung.

Sejenak Taehyung diam. Dia tidak menjawab apa yang Taeri katakan. Dia terkejut saat anak kecil itu sungguh memanggilnya ayah. "Ayah apa kau mendengarku?" tanyanya.

"Iya, nanti aku akan datang. Sekarang jangan menangis lagi. Aku masih bekerja dan setelah selesai, aku akan menemuimu, tapi jangan menangis lagi," tutur Taehyung.

"Janji akan datang? Marahi mereka sudah bilang ayah Taeri, pria hidung belang, karena Taeri tidak mau hidungnya belang," gerutunya.

Senyum mengembang mendengar hal itu. "Iya, aku akan datang. Sekarang aku tutup teleponnya, nanti aku hubungi lagi. Apa Taeri mengerti?" tanya Taehyung.

"Iya, aku akan menunggu Ayah datang. Marahi mereka agar tidak lagi mengejek Taeri," sahutnya.

"Iya, Nak," jawab Taehyung.

Setelahnya Taeri menutup sambungan telepon. Dia menyeka air matanya kasar. Merasa senang saat Taehyung mengiyakan apa yang dia mau. Tidak ada penolakan dari mulut Taehyung saat dia memintanya, namun ibunya pasti akan marah lagi karena sudah mereporkan Taehyung.

Padahal Ha Seul hanya tidak ingin lagi berurusan dengan mantan kekasihnya. Yang lalu biarlah berlalu, apa yang Taehyung lakukan menjadi dunianya. Sedangkan apa yang Ha Seul pilih akan dia tanggung sendiri. Ini semua pilihan yang harus dia jalani. Dan biarkan takdir memainkan perannya, dia tak ingin lagi mengelak saat itu harus terjadi.

"Itu ponsel siapa?" tanya Ha Seul saat baru pulang dari kedai dengan bahasa isyarat dan melihat putrinya memaikan ponsel yang tidak pernah dia lihat.

"Ponsel Taeri," jawabnya sambil menyembunyikannya di balik punggung.

"Dapat dari mana? Apa kau mengambil milik orang?" tanya Ha Seul.

"Tidak Ibu, ini dari--" Taeri menghentikan ucapannya, takut jika ibunya akan marah saat bilang itu dari Taehyung.

"Jawab ibu dari mana?" Ha Seul menarik lengan putrinya agar lebih dekat dengannya.

"Ibu sakit," rintih Taeri. Tidak biasanya ibunya bersikap kasar seperti ini.

"Ibu tidak mengajarimu mencuri," ujar Ha Seul dengan gerakan tangan yang menjelaskan bahasa yang dikatakan.

"Taeri tidak mencuri," jawab Taeri yang sudah menangis.

"Kau mulai berani berbohong. Apa kau mengambil barang milik Hanny lagi?" Ha Seul begitu marah dengan menjelaskan matanya terlihat mengartikan sesuatu.

"Tidak, Ibu. Taeri tidak berbohong. Sakit Ibu." Ha Seul memukul tangan putrinya yang mengira mengambil barang milik orang lain.

"Apa yang kau lakukan padanya." Seseorang mengambil tubuh Taeri dan menggendongnya. Merasa takut dengan sang ibu, Taeri bersembunyi pada lekuk leher seseorang yang sejak pagi dia tunggu.

Moonlight (MAFIA-KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang