Tumpah Darah R. Tumenggung N. Pradhana

24 2 0
                                    

Tepat satu minggu selesai aku mengikuti ujian nasional SMA,
Den Gung Dhana tetiba meminta sesuatu..

Den Gung Dhana meminta agar aku mengajak Ferry makan malam di lapangan depan sekolah tempat aku dan dia sering bertemu, dia bilang bahwa dia hanya ingin melihat yang mana yang namanya Ferry yang membuat Den Gung Dhana tidak diterima mama.

Den Gung Dhana bilang, dia hanya akan melihat kami dari kejauhan saja. Kemudian, aku turuti permintaan itu.

Di malam sebelum hari kelulusanku (wisuda SMA),
Aku mengajak Ferry makan malam di tempat yang dia tentukan,
aku gak menyangka bahwa kejadian naas terjadi malam itu menimpa Ferry.

Tiba-tiba ada seorang yang lewat dibelakang Ferry, entah siapa, tetapi pria itu seperti sengaja menyenggolkan kopinya hingga tumpah,
Lalu berawal dari keributan kecil, hingga pria tersebut melayangkan tinju pertamanya ke Ferry.

Tiba-tiba datang ramai orang yang ku kira akan melerai keributan itu,
Ternyata justru menyeret Ferry sampai ke lapangan belakang,
Ferry dihajar habis-habisan, aku menyaksikan itu semua sampai darah keluar dari berbagai bagian tubuh Ferry.

Ternyata sejak awal pria pembawa kopi itu sudah settingan Den Gung Dhana. Hingga terjadi penganiayaan selama kurang lebih 1 jam dilakukan 14 orang dan terakhir kaki dana sendiri yang menginjak muka Ferry didepan mata kepalaku.

Aku hanya bisa menjerit, menangis,teriak ketakutan melihat darah di mana-mana dan Ferry yang gak berdaya kehabisan nafas dianiaya 14 orang berbadan sebesar Den Gung Dhana.

Aku baru mengerti,
Den Gung Dhana mengungkapkan marahnya atas perlakuan mama ku yang tidak menghargai keberadaannya.

Aku shock luar biasa,
Aku juga kecewa dan berharap Ferry pergi dari rumahku, tapi tidak seperti ini caranya.
Tapi semua sudah terjadi.

Akupun diantar pulang dengan perasaan luar biasa takut, Ferry ditinggal di lapangan dalam kondisi bersimbah darah entah hidup atau mati.

Aku tidak bisa tidur semalaman tapi tidak juga bisa berkata-kata pada Den Gung Dhana.
Dia tidak berhenti chat saat itu BBM. (Black Berry Messenger) mengagungkan dirinya dengan kalimat :
"Inilah aku, aku harus kasih liat sama ibumu dan pecundang itu dan siapa aku. Besar cintaku sama Den Ajeng, tapi bukan berarti aku merima perlakuan ibumu dan aku perlu merendahkan diri untuk sampah piaraan ibumu. Maafin aku Den Ajeng, besok kamu wisuda, secepatnya kita menikah dengan atau tanpa restu ibumu. Lain kali ajari mereka menghormatiku. "

Dramatis?
Seperti tidak nyata?
Aku bersumpah atas nama Tuhan dan seluruh keturunanku, bahwa aku tidak melebihkan atau mengurangi ceritaku.

Hingga keesokan harinya saat aku berangkat wisuda,
Keluarga ku bertanya Ferry kemana? Lalu aku menjawab "Gak tau.. "
Akupun berangkat wisuda jam 6 pagi dan mama papa berencana menyusul.

Sepanjang jalan, aku mengendarai mobil dengan tubuh gemetar dan menangis memikirkan apakah Ferry masih hidup, dan apakah ini akan jadi masalah hebat?

Ternyata, saat wisuda aku menunggu mama dan papa ku tidak kunjung datang.
Satu-satunya wisudawan tanpa kehadiran orang tua, ya aku.

Aku hubungi pun tidak diangkat, hingga acara wisuda selesai.
Saat aku pulang...
Keluarga ku semua sudah berkumpul terlihat menunggu seorang bajingan cantik untuk siap di penggal saat itu...

Hari bahagia berubah menjadi hari yang luar biasa menyakitkan.

"NINGRAT"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang