Topeng Antara Aku dan Ajik

12 2 0
                                    

Pasca pemulihan,
Gerakku terbatas maka aku hanya menghabiskan waktu dirumah itu untuk belajar, membaca buku, dan sembahyang saja.

Akupun izin dengan ajik membuka kelas dirumah itu untuk sekedar jadi ladang pemasukan untuk ku menyambung hidup,
Karena keterbatasan alat, maka aku membuka kelas Public Speaking.

Tapi perlahan malah banyak yang menjadikan ku tempat bercerita. Rumah itu terbilang ramai karena aktivitas usaha...
Satu persatu orang yang baru ku kenal dirumah itu datang kepadaku, menjadikanku tempat bercerita, hingga aku menjadi pemberi solusi bagi beberapa orang.

Aku memang bukan hanya seorang pianist, aku juga orang yang berbekal ilmu pedagogi, psikolinguistik, psikoterapi, teologi,bahkan creative design.

Tetapi rasanya aku tidak mau membawa itu ke Bali. Karena tujuan utama aku dan almarhum Den Andy adalah mengangkat keahlianku sebagai Pianist saja , seharusnya itu cukup. Tapi entahlah, dirumah Ajik aku menjadi lebih apa adanya.

Termasuk dalam hal sembahyang,
Aku yang terbatas uang, dan gerak pasca pemulihan,
Akhirnya tidak punya tempat untuk melakukan ritual Kejawen, hingga untuk kali pertama di Bali sesudah Oma dan Opa, aku diketahui Ajik sebagai penganut Kejawen.

Awalnya aku takut dikira 'klenik' atau 'dukun'. Tetapi sudahlah, aku lebih baik jujur dan izin sembahyang dirumah itu. Syukurlah Ajik menghargai itu.

Beberapa keanehan pun dimulai,
Didalam beberapa ritual ku, entah kenapa aku menemukan banyak cerita dan pesan tentang Ajik, Ajik dan Ajik lagi.

Ada banyak pesan dari dimensi lain yang enggan ku sampaikan, aku takut dikira gila. Tapi rasanya otakku penuh dengan cerita tentang Ajik. Menjadikan aku mengenalnya lebih daripada kuantitas dan kualitas pertemuan kami.

Sepertinya rumah itu memiliki energi yang menyimpan banyak kesimpulan dan terkoneksi dengan ritualku.

Aku mencoba mengabaikannya, dan tetap menjalani hariku se-normal mungkin.

Topeng tentangku terbuka perlahan dirumah itu.

Begitu juga dengan seorang Ajik, yang selama ini ku tahu dari luar saja.

Perkenalan ku dengan orang tua dari Ajik yang tidak disengaja itu membawaku kedalam koneksi timbal balik.

Ya, sebagai tanda terimakasihku pada keluarga Ajik, tentunya aku siap sedia dikala aku dibutuhkan. Dimulai dari hal terkecil, menjadi 'supir'.

Sebagai pengangguran, dan sedang mas menyendiri, kadang bosan juga tidak beraktivitas, aku mengiyakan kebutuhan orang tua Ajik dan siaga menjadi supir mengantar kesana kemari.

Aku sering pergi bersama kedua orang tuanya, tanpa Ajik. Ya karena supir dibutuhkan saat Ajik sedang tidak dirumah.

Kedekatan itu malah menjadi awal bagiku mengenal sosok Ajik yang berbanding terbalik dengan Ajik yang kukenal diawal.

Ajik yang penolong, malah sesungguhnya sedang butuh pertolongan :)

Aku bisa menyebutnya,
He's a complicated guy.

Kedua orang tua Ajik banyak bercerita dan mengeluhkan anaknya, tapi senang aku bisa membantu walau sekedar menjadi tempat bercerita.

Aku tidak menghakimi Ajik,
Aku justru banyak bercermin.
Apa yang Ajik alami, juga menjadi apa yang aku alami.

Permasalahan hidupku sejakku kecil membawa ku semakin bijaksana menanggapi situasi orang lain,
Aku menjadi dewasa sebelum waktunya.
Perlahan Ajik dan keluarga yang tadinya hanya mengandalkan tenagaku, lama-lama mengandalkan ku untuk berbagai ide, saran, dan lainnya terlebih Ajik sedang dalam masa pencalonan legislatif . Maka aku diperbantukan.

Ingat ceritaku pada Ajik Arya?
Bahwa aku sering pergi ke bersama orang tua Ajik ini?, itupun menjadi kenyataan. Aku diperbantukan, karena akupun ingat pesan almarhum Den Andy, bahwa aku harus tau terimakasih pada siapapun yang menolongku selama sendirian di Bali.

Aku mengenal Ajik, dari caranya berfikir dan berbicara.
Jika orang lain kagum melihat sisi luar Ajik, entah kenapa aku tidak merasakan itu karena aku terbawa rekaman yang ku terima.

Topengku mulai terbuka dihadapan ajik, begitupun sebaliknya.

Maka aku menyayanginya selayaknya aku menyayangi kerumitan diri seseorang, mungkin begitupun sebaliknya.

Tidak seperti hubungan antara pria dan wanita single dewasa pada umumnya, entah kenapa kami bisa menanggalkan nafsu bahkan rasa saling ingin memiliki. Menurutku pertemanan ini adalah campur tangan Tuhan.

Dibilang teman biasa, tidak.
Berkomitmen pun, tidak.
Saling mendukung,
Membebaskan,
Dan menerima kekurangan masing-masing.
Dia mencarikan solusi untukku, begitupun sebaliknya.

Walau belum seutuhnya,
Sedikitnya kami melepaskan topeng masing-masing.
Ketololan, kebodohan, kesalahan, kadang bertukar tanpa takut di hakimi.

Didalam doaku,
Aku pun melepaskan diri ini mengikuti alurNya, karena aku yakin Tuhan punya maksud lain.
Apalagi, mengingat nama Ajik sudah ku gambarkan jauh sebelum aku mengenal sosoknya ada.

"NINGRAT"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang