35. Yang bisa diubah & tidak

296 51 0
                                    

ORACLE
Lazy_Monkey

|||

Vote & komen

------------------------------🌹----------------------------



















“Aku masih bisa mengubahnya, bukan...” Jennie berkata, kata-katanya menyiratkan ketidakpastian. Ingin menguatkan diri dan mengakui bahwa dirinya sendiri mungkin bisa merubah ramalan namun, kalimat itu terdengar seolah dia tengah meminta para tetua untuk menyakinkan dirinya sendiri. “Katakan padaku, tolong katakan padaku bahwa aku masih bisa mengubah ramalan ini.” Hidung Jennie terasa sakit, hatinya juga sakit. Membayangkan dirinya kehilangan seseorang dan bahkan lebih dari apa yang dia pikirkan, membuatnya ketakutan.

Akan lebih baik jika Jennie menjadi orang biasa. Dia tidak perlu begitu khawatir karena Jennie mungkin tidak akan pernah berakhir berteman dengan mereka. Baik Lalisa dan yang lain sama-sama penting, jika Jennie kehilangan mereka. Apa jadinya kehidupan tanpa anak-anak ini? Mereka yang seharusnya adalah orang asing bagi Jennie, kini menjadi orang-orang yang paling berarti.

Naum menghela napas dan Maria bergerak mendekati Jennie, menariknya ke dalam pelukan memberi tepukan lembut, Maria hapal jika Jennie menangis, anak ini akan menangis hingga dadanya sesak. Ketika dulu Jennie kecil bertanya kepadanya dimana kedua orang tuanya, Maria melempar kebohongan-kebohongan dan itu adalah kali pertama Jennie menangis begitu kuat. Dia tidak tahu apa artinya orang tua tapi, Jennie pernah merasa sedih karena tidak memiliki orang tua seperti kata teman-temannya di sekolah dasar. Begitu dirinya semakin dewasa, Jennie mulai bersikap bahwa dia tidak masalah tidak memiliki orang tua asalkan neneknya selalu berada disisinya. Faktanya, sejauh apapun Jennie menahan diri untuk tidak terlihat cengeng. Dia hanyalah gadis kecil yang cengeng dan manja bagi Maria.

“Kehancuran itu pasti akan datang karena kehidupan sudah terlalu tua untuk ditinggali. Dewa-dewa tidak senang ketika manusia mulai melupakan mereka, beralih pada hal-hal yang dianggap sebagai kesombongan diri dari makhluk yang diciptakan seorang pencipta. Bencana alam dan sebagainya adalah tanda bahwa dunia ini sudah tidak cukup kuat menopang segala hal yang ada di dalamnya. Itulah kenapa, Oracle dilahirkan, karena Oracle, kami dan kamu bertanggung jawab untuk menggiring orang-orang menjadi baik dan terarah. Ramalan ada agar manusia bersiap dan memperbaiki diri supaya mereka terhindar dari malapetaka. Tapi, kamu tahu sendiri. Saat ini, diluar sana. Ada banyak manusia yang tidak lagi mengikuti aturan. Kesombongan, merasa yang paling pantas, membuat bencana agar makhluk lain takut, menindas yang lemah, memanfaatkan ketidakberdayaan untuk diri sendiri. Itu telah terjadi selama beratus tahun, ketika manusia telah mengenal caranya memiliki sesuatu, mereka berperang, menjarah, tak mempedulikan hal lainnya karena mereka merasa, mereka tengah bertahan hidup.”

“Chaos bangkit melalui segala hasrat dan prilaku ini. Dia melihat, dia menunggu. Semua sifat buruk kita terhadap makhluk lainnya, peperangan yang terjadi seperti makanan bagi Chaos. Ramalanmu berisikan mereka yang memanfaatkan Nephilim sebagai momentum memberi makan Chaos. Semakin banyak yang mati, semakin banyak penderitaan yang terjadi, semakin kuatlah Chaos.” tambah Maria.

Naum ikut bersuara. “Saat kamu bertanya apakah aku merasa bersalah karena menyebabkan pembantaian besar-besaran antar manusia dan Nephilim di masa lalu, kamu benar.” Jennie mengintip Naum dari balik pundak Maria, mendengarkan.

“Itu adalah satu-satunya hal yang aku sesali saat itu. Di masa-masa berjayaku, manusia saat itu masih sangat tertinggal. Nephilim adalah makhluk superior diantara makhluk lain yang diturunkan ke dunia ini dan manusia adalah satu-satunya yang paling lemah. Mereka hanya bisa mengandalkan keterampilan mereka dalam membuat tombak dan pedang. Mereka tidak punya kekuatan selain bertarung dengan nyawa mereka. Sebelum terjadi pembantaian, banyak manusia mati karena rasa lapar Nephilim yang tidak terarah. Memikirkan dampaknya, aku memutuskan untuk mengatakan pada tetua-tetua mereka agar segera bersiap, karena manusia makhluk yang lemah, mereka harus dilindungi. Tanggung jawab kita adalah memastikan mereka tahu tentang masa depan dan mencegah kerusakan. Namun, manusia ternyata lebih cerdas dari dugaanku. Mereka mempersiapkan diri, mereka membuat benteng. Mereka membuat anak panah untuk membidik dan secara perlahan mereka mulai memburu para Nephilim sebelum waktu yang ditentukan. Setiap kampung dimasuki, dibantai. Aku melihat dengan jelas bagaimana pembantaian itu dengan kedua mataku sendiri. Ramalanku membawa petaka, ternyata hal yang seharusnya tidak terjadi malah berakhir sebaliknya. Kekacauan benar-benar terjadi namun, dengan kejadian yang berbeda. Hingga akhir hayatku, pada akhirnya aku memilih untuk menutup kedua mataku. Aku merasa, aku ingin buta saat itu.”

ORACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang