52. Gigant (Raksasa)

260 59 3
                                    

ORACLE

Lazy_Monkey

.

.

VOTE & KOMEN

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------





"Bagaimana? Ketemu?"

Hutan di bagian selatan itu gelap, mereka harus masuk lebih dalam untuk mencari batu formasi yang tak kunjung terlihat. Rosie, secara alami mencubit bagian ujung kaos Jisoo. Melihat sekitar dengan takut, ini bukan karena dia tidak berani. Rosie hanya benci suasana seperti ini, dia juga benci suara jangkrik yang terus mengacau disekitar. Ini sungguh jauh dari perintah Jennie yang memberi amanat untuk melihat disekitar pinggiran hutan saja. Karena tidak menemukan apapun, Jisoo, yang bertingkah cukup menyebalkan kali ini bagi Rosie, menyeretnya masuk ke dalam hutan. Bermodalkan satu senter yang sinarnya bahkan tidak seberapa.

"Kamu bisa melihatnya sendiri, gunakan kedua matamu dan mengapa kamu terus menempel padaku!" bentak Jisoo kesal. Sesekali tangannya mencoba menepis tangan Rosie yang terus menarik ujung kaosnya cukup kuat. Jisoo tidak menyangka, Rosie sangat penakut. Dia tidak pernah bertingkah seperti ini di depan banyak orang, sekali lagi Rosseane Adeline yang maha sempurna faktanya hanyalah seorang gadis penakut dan banyak omong.

"Batu ini, tidak mungkin berada di dalam hutan. Ayo kita kembali." kata Rosie tidak peduli bagaimana Jisoo membentaknya. Gadis Kim ini memang suka marah-marah, Rosie sudah terbiasa.

"Kamu sadar 'kan, orang-orang itu, sebelumnya pasti pergi kemari?"

"Mungkin karena ada sesuatu di dalam hutan. Lagipula, ini hutan mereka, itu wajar. Sangat tidak wajar bagi kita, yang tidak tahu medannya dan tidak tahu apakah mungkin ada makhluk aneh disekitar sini—masuk lebih dalam hanya untuk mencari sepotong batu!" Rosie berkata dengan gemas. Jisoo ini begitu keras kepala, mereka terlalu jauh dan Rosie mulai merasakan sesuatu yang tidak beres. "Ayo kita kembali. Firasatku mengatakan, kita tidak boleh pergi terlalu jauh."

"Kamu penakut, pergi saja tinggalkan aku. Aku tidak perlu ditemani seorang pengecut!" Jisoo menghempaskan tangan Rosie dari kaosnya, lalu melangkah lebih cepat meninggalkan gadis itu sambil menggerutu.

"Yah! Jisoo! Hah, gadis ini, sialan sekali!" Rosie menggaruk kepalanya frustasi, mau tak mengejar langkah Jisoo di depan.

Si Kim itu hanya diam sambil melipat satu tangan di dada serta tangan lainnya menyinari jalan setapak hutan sebagai penerangan. Jisoo tak mau kembali sebelum dia mendapatkan apa yang mereka cari. Lagipula, tidak ada yang mudah. Batu formasi itu sudah pasti tidak akan ditempatkan di tempat yang dapat dilihat oleh mata. Jika tidak, Eugene si Nephilim sudah pasti dapat menemukan batu-batu formasi ini lebih dulu.

"Ugh, firasatku benar-benar buruk!" Rosie mendumel.

Jisoo melirik sekilas, lalu kembali menatap lurus ke depan. Angin malam cukup tenang hari ini, dahan-dahan pohon disekitar terkadang bergoyang menimbulkan suara-suara gerakan kecil. Sesekali juga Jisoo dapat melihat reaksi Rosie yang terkejut setiap kali suara angin membentur dahan pepohonan, itu agak lucu. Melihatnya melompat kecil seolah hantu dapat mengejarnya setiap waktu.

"Berhenti mengatakan itu, sesuatu yang buruk akan terjadi karena kamu terus memikirkannya."

Rosie menoleh pada Jisoo, melihat samar wajah cantik itu dibalik kegelapan. Ditemani sinar rembulan setengah, Jisoo tampak bercahaya seperti dewi. "Aku bersungguh-sungguh. Suasananya mulai terasa berat disekitar sini."

ORACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang