21. Kebodohan Seulgi

228 51 1
                                    

ORACLE
Lazy_Monkey

|||

Vote & komen

------------------------------🌹----------------------------

------------------------------🌹----------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





































“Ini menyebalkan. Kenapa aku harus membuang-buang waktuku untuk melakukan ini? Laporannya banyak sekali, kepalaku pusing, mataku sakit, sial!” Lalisa menggerutu, ini kali pertama dirinya disuruh mencari informasi seputar kawah dan lembah yang terkena bencana alam dalam beberapa tahun terakhir.

Meski memang, pencarian mereka bukanlah terjun langsung ke lapangan, mereka hanya mengunjungi gedung pusat bencana alam di kota Harver. Lembaran kertas-kertas bertumpuk di atas meja dan itu hanyalah data-data statistik yang tertulis dan dilaporkan setiap tahunnya. Mau tak mau, dengan membawa surat rekomendasi dari universitas yang langsung turun atas nama Marco Owen Manoban. Pihak gedung pusat bencana alam memberikan ijin. Terlebih desas-desus terlahirnya kembali sang Oracle dan ditemukannya ia di universitas Oracle membuat semua orang secara terbuka, membebaskan perwakilan universitas tersebut masuk ke dalam gedung mereka.

Lalisa pikir, waktunya benar-benar terkuras disini. Hingga dia tidak dapat menjaga mulut sedari tadi lalu mulai mengeluh dan mengeluh. Sesekali kata-kata, mengapa dia harus melakukan hal ini, keluar dengan begitu mudah. Membuat Seulgi yang mendengar jengkel  setengah mati. Bahkan dari mereka berdelapan, semua orang melakukan sesuatu dengan segenap jiwa untuk Jennie. Tetapi, Lalisa. Seseorang yang seharusnya bekerja dua kali lipat lebih besar dibanding yang lain, karena dia secara tidak langsung menjadi favorit Jennie meski belum terucap dari mulut gadis itu, mengeluh dan terus mengeluh.

Seulgi mendengus. “Bisakah mulutmu berhenti mengeluh? Jika kamu tidak ingin membantu, lebih baik pergi dari sini. Aku bisa melakukannya sendiri.” Masih fokus membaca, meski malas mendengar keluhan dari partner kerjanya. Entah kesialan apa yang membuat si ketua yayasan mengirim mereka berdua, yang jelas-jelas selalu memiliki konflik.

ORACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang