39. Tanda awal

277 49 0
                                    

ORACLE
Lazy_Monkey

|||

Vote & komen


--------------------------------🌹--------------------------

--------------------------------🌹--------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





































“Dia, Nephilim? Si pelayan kafe?” Irene memasang wajah tak percaya sambil menunjuk ke arah gadis di depan mereka, Jennie baru saja memanggil gadis itu setelah mereka keluar dari ruang kerja ketua yayasan.

Meminta semua orang untuk bertemu si Nephilim sebelum mereka pergi besok. Sungguh, Irene tak percaya bahwa gadis ini adalah seorang Nephilim. Lihat saja, selain kulitnya yang pucat, yang mungkin adalah ciri khas kaum mereka, Irene tidak menemukan kesan mengerikan. Gadis ini, si pelayan penakut yang sempat mereka tegur kemarin. Dia yang memandang Jennie dengan tatapan lancang, kalau tahu gadis ini seorang Nephilim. Irene menyesal tidak mencolok kedua matanya yang kurang ajar.

“Hm, ya. Tolong bersikap baiklah pada Eugene.” kata Jennie, menatap teman-temannya yang kini memasang ekspresi tidak senang. Paling kentara, Tiffany serta Irene yang terus melotot sedari tadi ke arah Eugene, seolah kedua mata mereka dapat membolongi kepala si Nephilim. “Aku pernah mengatakan bahwa wajahnya tidak asing, ternyata aku dan Eugene pernah bertemu beberapa kali di Ravenfield. Jadi, aku mau kita semua bisa berteman dengan baik.”

Seulgi bersidekap dada, mengangkat dagunya tinggi menatap Eugene serius. “Hm, bukannya dia harus memperkenalkan dirinya sendiri pada kami? Mengapa harus Oracle yang mengatakan ini? Jika dia ingin berteman, maka bicara. Omong-omong, apa yang kamu lakukan di kotaku? Ravenfield adalah kota suci yang jelas dilarang untuk dimasuki para Nephilim.”

Eugene yang sedari tadi diam hanya membiarkan anak-anak ini berbicara menatap Jennie sebentar. Sebetulnya, Eugene tidak terlalu suka dengan kelompok para penjaga. Aroma darah mereka yang tercium membuat tenggorokannya sakit. Bau darah mereka jelas berbeda dari manusia biasanya. Indera penciuman para Nephilim begitu tajam, mereka selalu mengenali mana bau darah manusia yang segar dan enak serta mana darah manusia yang baunya tercium seperti lumpur. Biasanya, itu adalah para lansia atau mereka yang memiliki kebiasaan gaya hidup yang buruk.

Namun, anak-anak ini. Apalagi salah seorang yang tidak terlihat diantara mereka, memiliki aroma yang begitu menusuk, yang membuat Eugene bahkan tidak berselera untuk sekedar menghirup aromanya.

“Namaku Eugene Edelweiss. Aku putri bungsu Gentri Edelweiss. Tentang Ravenfield. Aku hanya menghabiskan waktu liburan sesekali disana, lalu aku bertemu dengan Jennie yang menjual lukisan. Selebihnya, tidak ada alasan yang menarik.” Eugene berkata lalu menatap Seulgi sambil melempar senyum kaku mengerikan. Itu tidak terlihat seolah dia tengah memaksakan diri untuk tersenyum, perawakan para Nephilim memang begitu kaku. “Lagipula, dunia sudah berubah. Kota suci hanyalah julukan. Faktanya, setiap tanah di dunia ini dapat dipijak oleh makhluk manapun. Menganggap bahwa itu adalah kotamu, bukankah terdengar aneh? Kamu hanya anak seorang walikota. Bukan anak dewa yang membuat dunia.”

ORACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang