14: Provokasi

448 111 2
                                    

"Oh, bukankah ini Dokja?"

Atensi Kim Dokja dari layar komputer terangkat naik. Dia spontan menolehkan kepala, dalam hati mengumpati kesialannya.

"Ah, Hyung. Lama tidak bertemu." Kim Dokja mengurai senyuman ringan, tidak menampilkan sama sekali isi hatinya yang memburuk, padahal dia datang ke Game Center untuk menghibur diri.

"Bagaimana kabarmu?" Pemuda yang datang didampingi seorang teman laki-lakinya serta seorang gadis kini tersenyum menemukan wajah yang dikenalinya.

"Seperti yang Hyung lihat." Kim Dokja angkat bahu santai.

"Ilhun, siapa dia?" Gadis di sisi pemuda itu mengajukan tanya penasaran.

Kang Ilhun tersenyum pada pacarnya. "Ini Kim Dokja, adik kelasku dulu di SMP. Kau tahu Jeong Yonghu, kan? Anak ini dulu salah satu adik kesayangan Yonghu." Kang Ilhun menyeringai mengukur sosok Kim Dokja yang sekarang. "Sayang sekali, dia menarik diri dari kelompok Yonghu."

"Yonghu si Tiran itu?" Teman Kang Ilhun menatap serius. "Wah, anak ini punya nyali."

"Sepertinya benar yang dikatakan orang-orang, kau berhasil ke luar dari sana tanpa cacat." Kang Ilhun berdecak kagum.

Kim Dokja mulai muak mendengarnya. "Hyung, apa kau punya urusan denganku? Kalau tidak ada, lebih baik Hyung lanjutkan saja rencana awalmu. Tidak ada gunanya beramah tamah denganku. Aku tak mau menyia-nyiakan waktu berhargamu."

"Tampaknya kau tidak banyak berubah," balas Kang Ilhun mendengus mendengar nada bicara pemuda itu yang masih saja mengapit arogansi. Kang Ilhun memberi tepukan ke bahu pemuda itu. Beberapa tepukan yang mulanya lembut tetapi semakin lama kian memberat. "Hei."

Kang Ilhun menundukkan punggung hingga wajah mereka sejajar. "Suasana hatiku sedang bagus hari ini jadi biar kuperingati kau. Sekarang kau tidak punya siapa-siapa lagi di belakangmu jadi bersikaplah sebaik mungkin, mengerti?" Ditepuknya pipi pemuda itu pelan. "Jaga mulutmu dan lain kali menunduklah yang sopan saat bertemu senior yang lebih tua darimu."

Kang Ilhun memukul belakang kepala anak itu sebagai peringatan terakhir sebelum berdiri tegap diiringi tawa perendahan. Bocah ini semakin dilihat, semakin membuatnya tidak bahagia.

"Ayo pergi," ajaknya pada teman serta pacarnya. "Aku sudah tidak mood main di sini."

Kim Dokja memegang belakang kepalanya sambil sebisa mungkin meredam emosinya. "Tahan, Kim Dokja. Tidak perlu membuang-buang emosi untuk satu anjing tak berguna," rapalnya meyakinkan dirinya sendiri.

Kendati demikian, Kim Dokja tidak bisa fokus lagi melanjutkan kegiatan bermainnya. Dia akhirnya menutup semua tab di layar komputer lalu bangkit berdiri. Hatinya jadi pengap, dia butuh udara segar. Pemuda itu tidak punya lokasi tujuan dan perutnya yang menggeram lapar membawanya merapatkan langkah menuju minimarket yang menyediakan makanan instan.

Kim Dokja membeli satu cup ramyeon, sepotong sosis, segelas es batu dan minuman rasa leci. Dia tidak peduli sama sekali jika demamnya baru turun, isi benaknya saat ini hanya berisi cara untuk memberi kenyamanan pada dirinya sendiri. Kim Dokja sedang menuangkan sebungkus minuman leci ke gelas plastik berisi es batu ketika matanya tidak sengaja menemukan seorang pemuda yang tak asing melintas lewat.

Walau tidak mengenakan seragam tetapi sosok tinggi pemuda itu dan wajahnya yang tak menunjukkan ekspresi mustahil dilupakan oleh benak Kim Dokja.

Yoo Joonghyuk dalam pakaian kasual berupa celana jeans dan atasan kaus hitam yang dilapisi jaket berwarna senada melangkah memasuki minimarket. Dia berjalan lurus menuju rak makanan instan, mengambil satu paket bento dan sekaleng kopi hitam lantas menuju ke kasir. Pemuda itu sedang merogoh saku belakangnya, menarik dompet kulitnya ketika seseorang darang menyerobot dan menaruh sebungkus permen karet rasa mint ke atas meja kasir.

"Tolong hitung juga dengan ini," sahut Kim Dokja.

Obsidian Yoo Joonghyuk bergeser mengunci teman sekelasnya.

Kim Dokja menambahkan, "Aku yang bayar." Dia meletakkan uang tunai lebih dulu di atas meja kasir kemudian melempar senyuman basa-basi pada pemuda dingin tersebut. "Ini bentuk terima kasihku atas bantuanmu hari ini."

~

"Manajer, kau memanggilku?"

"Oh, World. Akhirnya." Choi Jung Soo menoleh, mengirim anggukan pada sosok tinggi seorang pria muda yang melangkah masuk ke dalam ruangan. "Iya, aku membutuhkanmu mengurus ini." Ditepuknya sebelah bahu Han Yujin.

"Siapa ini?"

"Han Yujin, pegawai magang baru."

Pria yang dipanggil World menyilangkan tangannya. "Seingatku, Manajer bilang kita tidak akan menyambut anak baru sampai musim panas tiba?"

Han Yujin tidak terlalu memperhatikan obrolan keduanya sebab atensinya dikuasai oleh sosok World. Pria muda ini terlalu ... indah. Han Yujin bahkan butuh waktu untuk memikirkan kata yang tepat guna menggambarkannya.

Pria berambut coklat bergelombang itu mengenakan sepasang pakaian formal berupa kemeja dan celana putih. Namun, lapisan luaran pakaiannya tidaklah jas biasa melainkan sebuah jas bergradasi putih dan keemasan yang lengannya dijahit menggunakan kain berbahan transparan. Sepanjang garis punggung pakaiannya juga memiliki bordiran hitam bunga teratai. Pakaian yang dia kenakan tampak begitu senada menyempurnakan penampilannya yang dasarnya saja sudah tampan.

Andai pria itu tersenyum lembut, Han Yujin merasa dia pasti percaya jika ada yang menyebutkan pria ini baru saja ke luar dari lukisan. Sayangnya, pria itu justru memasang wajah arogan.

Choi Jung Soo menghela napas. "Rencananya begitu tapi Kim Roksu mengundurkan diri dan anak ini dikirim menggantikannya."

"Roksu?" Ekspresi pria itu berubah muram. "Mengapa dia tiba-tiba berhenti?"

"Jangan tanya padaku, tanya orangnya langsung. Tahu-tahu saja aku sudah diberi tahu begitu."

"Dan ini ... pengganti yang dia kirim? Tidak salah?"

"Nirvana Moebius, kalau kau punya waktu mengeluh, lebih baik gunakan tangan ahlimu untuk mengurus penampilannya dibanding menyuarakan kritik yang tidak ingin kudengar."

Nirvana mendesis. Jika atasannya sudah memanggilnya menggunakan nama asli, itu artinya Choi Jung Soo sudah kehabisan kesabaran.

Nirvana beringsut mendekati Han Yujin, diraihnya dagu pemuda itu mengamati lekat-lekat paras yang menurutnya tidak memiliki banyak keistimewaan. "Aku benar-benar ingin tahu apa yang Kim Roksu pikirkan."

"Kalau aku bisa membelah isi kepalanya, aku sudah melakukannya sebelum dirimu," sahut Choi Jung Soo lelah.

"Yah, wajahnya tidak buruk. Dia masih bisa diselamatkan. Namun, untuk sisanya butuh banyak perhatian." Nirvana kemudian menyentuh ujung rambut pemuda itu. Kalau sudah begini dia tidak punya pilihan lain. "Aku akan mulai dari memotong rambutnya."

Han Yujin yang menyadari pernyataan tersebut menyangkut dirinya lekas menoleh memandang Choi Jung Soo terkejut.

"Maaf? Memotong rambutku?"

Bukannya dia disuruh jadi pelayan biasa? Mengapa sekarang jadi terlibat dengan kegiatan benah-benah diri yang ganjil ini?

Sebenarnya, tempat apa ini?

.

.

.

Bersambung.

Sayangku ini terlalu polos. Itulah pentingnya mencari tahu tentang tempat kerjamu lebih dulu dibanding menaruh kepercayaan buta pada temanmu.

[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang